Share

Sebuah Rencana

Author: Jingga Amelia
last update Last Updated: 2022-09-13 21:04:03

"Mas, jangan sampai Mbak Zia tau kalau kamu telah memalsukan data-data agar bisa menikahiku secara negara. Ingat, bapak akan membunuhku hidup-hidup jika tau aku menikah dengan suami orang." Aira menyikut lenganku yang tengah menyeruput minuman di meja seberang Mas Naufal dan Kirani.

Aku tertegun mendengarnya, berarti memang tak salah lagi kalau Mas Naufal dengan sengaja menduakanku dengan wanita itu.

Aku dan Aira sengaja menunggu lumayan lama setelah bertanya-tanya pada Ibu Mar. Berharap kami akan mendapat satu petunjuk lagi setelah itu. Dengan tetap pada penyamaran seperti sebelumnya, kami mengikuti Mas Naufal dan Kirani yang masuk ke dalam restoran cepat saji. Lalu duduk pada sebuah bangku yang tak jauh dari mereka.

Syukurlah aku memiliki sahabat yang sangat baik seperti Aira. Ia tak segan menemaniku meluruskan masalah pelik ini. Bahkan ia juga bersedia menyamar untuk mencari bukti yang kuat agar aku bisa membalas perbuatan Mas Naufal.

"Besok kita berangkat jam berapa, Mas?" tanya Kirani tiba-tiba. Membuatku saling berpandangan dengan Aira.

"Jam sepuluh, tapi aku berangkat dari rumah Zia. Aku bilang padanya kalau mau dinas luar kota lagi, semoga saja dia tidak curiga."

"Baiklah, semoga aku cepat hamil, ya, Mas," ucap Kirani sontak membuatku tersedak.

Mereka berdua terlihat melihat ke arahku, Aira lantas menarikku dan mengajakku untuk pergi meninggalkan mereka agar tidak menimbulkan kecurigaan. 

"Maaf, aku tidak sengaja. Kata-kata Kirani sangat mengejutkanku, Ra," kataku saat kami sudah sampai di dalam mobil.

Aku melepas atribut penyamaran dengan tertawa keras hingga Aira menutup telinganya.

"Kamu gila, ya?"

Sebodoh itu dirimu, Kirani. Semoga saja harapanmu itu segera terwujud. Karena aku tak yakin Mas Naufal akan memberimu seorang anak.

Dadaku berdesir, ada rasa nyeri yang sangat mendalam pada dasar hatiku. Bagaimanapun juga, Mas Naufal adalah lelaki pilihanku sendiri. Kami menikah setelah dua tahun pacaran. Namun mengapa kini ia dengan teganya menduakanku yang telah berkorban banyak untuknya.

Aira mengantarkanku pulang setelah kami melakukan pencarian bukti hari ini. Sudah ada beberapa bukti bahwa Mas Naufal dan Atha adalah orang yang sama.

***

"Mas, semua baju sudah aku siapkan di koper, ya?" Teriakku dari dalam kamar saat ia tengah asik bermain ponsel di ruang tengah.

Bisa kupastikan bahwa ia sedang asik berbalas pesan dengan wanita itu, terlihat dari sorot mata dan bibirnya yang selalu tersenyum ketika membaca pesan yang masuk ke dalam ponselnya.

"Iya, terimakasih, Dek." Tanpa sedetikpun ia menoleh padaku yang telah berbaik hati menyiapkan barang-barang untuk acara honeymoonnya besok.

Aku lantas merangkak naik ke atas pembaringan. Menunggunya hingga ia selesai bertukar pesan dengan istri barunya itu. Dia mengira bahwa aku tidak tahu tentang akal busuknya itu. Nyatanya aku tahu semuanya, bahkan rahasia terbesar Kirani dari kedua orang tuanya.

Tugasku sekarang adalah menunggu waktu yang tepat untuk membongkar seluruh kejahatan mereka. Tak ingatkah Mas Naufal bahwa saham terbesar di perusahaan tempatnya bekerja adalah milik ayahku? Beliau bisa menendanya kapan saja jika aku memintanya.

Setengah jam berlalu, terdengar derit ranjang ketika Mas Naufal merangkak naik ke atas dan tidur menghadap ke arahku yang sedang berpura-pura memejamkan mata. Aku memilih untuk telentang ketika jarak wajahnya tak sampai sepeluh sentimeter dari hadapanku. Membuatku semakin muak karena kini seluruh tubuhnya telah terbagi dengan wanita lain.

"Dek,"

"Hmm ...." Jawabku tanpa membuka mataku.

Ia semakin mendekatkan tubuhnya ke arahku. Mengelus pipiku dan menciuminya dengan beringas. Membuatku semakin jijik dengannya.

"Besok aku kan dinas luar? Masa jam segini sudah mau tidur, sih,"

Lantas? Enak saja minta jatah malam sedangkan besok kamu mau honeymoon dengan gundikmu.

"Aku sedang haid. Baru mulai tadi pagi," jawabku ketus dengan berbalik dan memunggunginya yang aku yakin bahwa kini ia tengah kecewa.

"Sialnya nasibku, mau dinas seminggu tapi tak dapat jatah,"

Aku mencebik, ingin muntah mendengar kata-katanya.

Tak berselang lama aku mendengar dengkuran halus dari bibirnya, sedang aku masih terjaga dengan beribu cara di otak agar besok bisa menggagalkan rencanya untuk pergi bersama wanita itu.

Tepat saat adzan subuh terdengar dari mushola depan, aku beranjak dan melaksanakan sholat dua rakaat. Lalu segera masuk ke dalam dapur dan membuat sarapan pagi untuk Mas Naufal. Memang sudah menjadi kebiasaanku sebelum berangkat bekerja, aku selalu menyiapkan sarapan dan susu hangat untuknya.

"Selamat pagi, istriku," ucapnya semringah ketika duduk di depan meja makan untuk menyantap masakan yang telah kubuat.

Aku memicingkan mata, ketika melihatnya memakai sebuah kaos dengan celana pendek selutut. Serta jam tangan mewah yang selalu bertengger di lengan kirinya. Tak kupungkiri, ia yang kini telah berusia tiga puluh tiga tahun itu masih terlihat mempesona ketika sedang tak memakai baju kantor.

"Lho, mau dinas kok pakaiannya seperti itu, Mas?" tanyaku dengan menyendokkan nasi goreng ke atas piringnya. Juga meletakkan telur mata sapi di atasnya.

"Emm ... Iya, Dek. Biar enak saja perjalanannya. Nanti sampai di sana ganti pakaian kantor," 

Yes ... Akhirnya ia menenggak satu gelas penuh susu hangat yang telah aku siapkan, lantas memasukkan satu sendok penuh nasi goreng ke dalam mulutnya. Tak lupa ia menggigit telur mata sapi kesukaannya itu.

Tak lama berselang, ia meminta ijin padaku untuk ke kamar mandi karena tiba-tiba saja perutnya terasa mulas. Aku memilih melanjutkan acara makanku yang tertunda karena aksinya. Serta sebuah senyuman licik tersungging di bibirku.

Aku yang dengan sengaja mencampur susu hangat itu dengan obat pencahar. Membuatnya bolak balik kamar mandi sebelum ia menyelesaikan sarapannya. Maafkan aku, Mas. Harus menggunakan cara curang agar kamu tidak pergi bersama wanita itu.

"Masih sakit?" tanyaku ketika ia tengah berbaring di sofa ruang tengah.

Wajahnya terlihat sangat pucat karena lebih dari tujuh kali keluar masuk kamar mandi. Aku memutuskan untuk cuti kerja lagi karena Mas Naufal tengah sakit. Meskipun ini semua karena ulahku, tapi setidaknya aku harus tetap merawatnya.

Tringg

Sebuah panggilan masuk ke dalam ponselnya yang tergeletak di atas meja.

Kiran

Sebuah nama yang tertera di layar ponselnya. Kini jam dinding telah menunjukkan pukul sembilan lewat lima belas menit. Seharusnya mereka sudah harus sampai di bandara untuk penerbangannya.

"Siapa, Mas?"

"Oh ... Ini temanku kantor. Kiran, dia yang akan menemaniku dinas luar hari ini."

Aku tersenyum miring. Kiran atau Kirani, Mas?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
bukankah susu adalah penetral racun? apa mempan obat pencahar dg susu njing?? s
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Wanita Lain Di Buku Nikah Suamiku    END

    Kuatur nafasku berulang kali, ketika aku telah sampai di pelataran kantor pengadilan agama. Sudah kuputuskan sejak pertengkaran hebatku dengan Mas Naufal beberapa waktu yang lalu, kalau aku akan mengajukan perceraian dengannya.Segala sabar dan baktiku selama ini sudah tak mampu lagi kutahan, bahkan kini aku sudah mengubur dalam-dalam anganku untuk bisa bersama-sama dengan Mas Naufal hingga akhir hayat.Aku tersenyum kecut, mengingat begitu banyak janji-janji dan harapan yang telah kami buat bersama-sama. Namun nyatanya, tak satupun yang bisa tercapai hingga hari ini.Dan hari ini, dengan langkah pasti aku memasuki ruangan sidang perceraianku dengan Mas Naufal. Dengan segala pertimbangan, akhirnya aku kini mantab untuk berpisah dari Mas Naufal.Di pojok sana, kulihat Mas Naufal tengah bercengkerama dengan gundiknya. Sedang aku berdiri disisi pintu dengan ditemani oleh Fahmi.Ya, Fahmi. Lelaki yang selalu siap siaga ketika aku membutuhkan bantuan. Entah apa anggapan orang, bagaimana me

  • Wanita Lain Di Buku Nikah Suamiku    Mengambil Barang

    Jantungku berdegub kencang, panas menjalar di sekujur tubuhku ketika melihat dengan mata kepalaku sendiri Mas Naufal memanjakan istri mudanya. Dan juga ia telah berani mengkhianatiku untuk kedua kalinya dengan mencuri kartu yang selama ini kupegang.Rasanya sudah tidak ada lagi air mata yang menetes di kedua pipiku, karena dengan begitu banyaknya luka yang Mas Naufal torehkan di dalam hatiku. Mungkinkah ini harus menjadi akhir dari sebuah pengorbanan yang telah aku berikan selama ini."Hei ... Liatin apa?" ucap Fahmi mengagetkanku.Aku terperanjat, lantas menoleh kearahnya dengan tatapan sayu."Loh, kamu kenapa?" lanjutnya lagi, membuatku semakin terluka."Lihat," kataku sembari menunjuk Kirani yang tengah memeluk erat lengan Mas Naufal."Mas Naufal sudah mengkhianatiku berulang kali, bahkan kali ini dia berani mencuri tabungan kita untuk memanjakan istri mudanya itu," pungkasku.Entah harus bagaimana lagi menyikapinya, rasanya hatiku sudah mati rasa dengan semua perlakuan Mas Naufal

  • Wanita Lain Di Buku Nikah Suamiku    Pencuri

    Entah kenapa aku bisa menikah dengan seorang lelaki serakah sepertinya. Seperti tak punya dosa ia menikah tanpa sepengetahuanku, namun ketika aku punya seorang sahabat laki-laki ia dengan tegas melarangku. Apa ini adil?Ketika aku berusaha ingin mempertahankan pernikahan kami, ia tak pernah sedikitpun berusaha untuk memperbaiki sikap. Hingga Fahmi datang dan seakan merubah seluruh isi hatiku yang sedang porak poranda ini.Hatiku begitu tenang ketika sedang bersama Fahmi, entah karena sebelum ini memang kami sudah kenal atau karena memang dia adalah orang yang pandai mengambil hati."Zi, kamu kenapa?" ucap Fahmi ketika di perjalanan.Aku tersentak, seketika itu juga sadar dari lamunanku."Oh ... Tidak, tidak ada apa-apa,""Suamimu marah, ya, gara-gara aku jemput kamu?"Aku tersenyum miring."Biarkan, dia sudah cukup menyakiti hatiku. Sekarang tak ada lagi alasannya untuk melarangku dalam setiap perbuatanku. Jika dia memang keberatan, aku tidak takut jika harus bercerai dengannya,"Fahm

  • Wanita Lain Di Buku Nikah Suamiku    Pembalasan

    Sudah tiga malam ini Mas Naufal tidak pulang, dan aku juga tidak berusaha menghubunginya. Pun dia juga tidak berusaha menghubungiku sendiri. Terserahlah dia mau berbuat apa, hatiku sudah terlanjur sakit.Aku memilih tidur lebih awal agar tak terlalu memikirkan Mas Naufal. Entah apa maunya, hingga tak mengabariku selama tiga malam ini. Kata teman kerjanya selama tiga hari ini dia juga tidak masuk kerja.'Tenang, Zi. Kamu masih muda, wajahmu juga tak terlalu jelek, masih banyak lelaki yang mau denganmu. Hapus air matamu itu, tidak berguna'Gumamku dalam hati yang membuat hatiku semakin teriris. Aku menengadahkan kepalaku, agar buliran bening ini tidak meluncur di pipiku.Aku menaikkan selimut hingga menutupi seluruh tubuhku, berusaha memejamkan mata agar bisa lupa dengan rasa sakit yang kian menelusup dalam dada. Mas Naufal yang dulu sangat perhatian dan sayang padaku kini telah berpaling dengan wanita lain. Seharusnya aku juga bisa bangkit dan lekas melupakannya.Jika memang pernikaha

  • Wanita Lain Di Buku Nikah Suamiku    Alunan Musik

    Sudah dua hari ini Mas Naufal jadi lebih pendiam, tak banyak bicara jika bukan aku yang mengajaknya bicara. Entahlah, karena apa dia bisa bersikap demikian denganku. Mungkin karena kejadian Fahmi tempo hari. Aku tersenyum licik, biarlah dia merasakan apa yang sudah aku rasakan."Sarapan, Mas." Aku melongokkan kepalaku ke dalam kamar, karena sudah pukul setengah tujuh lewat tapi Mas Naufal tak juga keluar dari kamar.Kulihat ia masih terduduk diam di atas ranjang lengkap dengan baju kerjanya."Mas ...." Panggilku lagi.Ia menoleh dan tergagap, sepertinya ia baru saja melamun."Ayo sarapan," kataku mengulangi.Mas Naufal beranjak dan berjalan mengikutiku ke depan meja makan, ia duduk dengan gontai. Tatapannya kosong, sudah dua hari ini juga Kirani tak datang kemari. Mungkin dia malu karena kebohongannya telah kubongkar."Mau sarapan nasi goreng atau roti, Mas?"Dahiku mengkerut, Mas Naufal kembali terdiam melamun."Mas!" Bentakku geram."Oh, ah iya? Terserah kamu saja, Dek,"Aku mendeng

  • Wanita Lain Di Buku Nikah Suamiku    Terbongkar

    Wajah Kirani terlihat merah, mungkin ia geram dengan kepulanganku."Dengar, ya. Ada janin Mas Naufal di dalam perutku. Kamu tak berhak mengusirku!" kata Kirani yang membuatku tertawa terbahak-bahak."Baiklah, mari kita buktikan saja. Mas, siapkan mobil, kita ke dokter kandungan sekarang juga.""Apa?!" pekik Kirani keras."Kenapa? Kamu takut?" ledekku lagi.Sedang Mas Naufal hanya diam membisu tak berani menengahi pertengkaran kami."Tidak! Aku tidak takut, hanya saja ....""Hanya saja apa? Sudah tidak perlu banyak bicara. Ayo kita buktikan." Kuseret kasar tubuhnya keluar rumah, Mas Naufal terlihat mengacak rambut kasar. Mungkin keputusannya memasukkan gundik tak tahu diri ini ke dalam rumah saat aku tak ada adalah suatu kesalahan yang fatal untuknya.Kuseret tubuh kecil Kirani masuk ke dalam mobil, lalu menyuruh Mas Naufal untuk menyetir. Sedang aku ikut duduk di belakang bersama Kirani, agar ia tak berbuat macam-macam lagi.Aku sengaja mengarahkan Mas Naufal untuk mengunjungi Dokter

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status