Bab 3
Riri berusaha untuk tetap tenang meskipun lima pasang mata tengah memandangnya dengan tatapan menindas. Ya, di ruangan itu ada Arnando, Sinta, Gunadi, Rossi dan Nilam. Gunadi dan Rossi adalah ayah dan ibu Nilam, wanita yang tengah dijodohkan dengan Leo.Setidaknya itu yang Riri ketahui dari cerita pria itu.
"Siapa gadis ini, Leo?" Meskipun sudah mengenakan pakaian yang bagus, tapi di mata Sinta, Riri tetap saja kampungan. Dia bisa menebak gadis itu sengaja di make over Leo untuk mengelabui pandangan mereka.
Cuih!
Jangan harap mereka bisa tertipu!
"Kenalkan Pa, Ma, ini Riri. Dia kekasihku," ujar Leo lantang. Pernyataannya membuat semua mata tertuju kepadanya.
Riri mengulurkan tangan kepada Sinta. Namun wanita tua itu segera menepis kasar. "Jangan sentuh! Jangan harap saya mau bersalaman dengan gadis kampung seperti kamu!"
"Ma!" pekik Leo spontan.
"Kenapa Mama bersikap kasar kepada Riri? Dia kekasihku, Ma. Gadis pilihanku! Bukankah Mama dan Papa selama ini ingin agar aku membawa perempuan ke rumah ini? Sekarang aku sudah mengabulkan keinginan Papa dan Mama!" Leo menatap Sinta dan Arnando, kedua orang tuanya itu bergantian.
"Tapi bukan perempuan kampung seperti ini, Leo!" tekan Sinta yang diamini oleh Arnando.
Arnando bahkan menatap penampilan Riri dari ujung kepala sampai kaki dengan pandangan meremehkan. Dia heran, kenapa Leo justru memilih perempuan ini?
"Dia bukan perempuan kampung, Ma. Dia berpendidikan dan tahu tata krama. Dan jangan lupa, dia tidak seperti wanita-wanita yang seringkali Papa dan Mama sodorkan," ujar Leo seraya melirik tajam wanita muda yang duduk diapit oleh kedua orang tuanya itu.
Nilam hanya bisa melemparkan senyum kecut, tak bisa berkata apa-apa. Dia sudah cukup paham dengan arti lirikan lelaki dingin itu.
"Tetapi mereka itu berkelas. Mereka berpendidikan tinggi dan diantaranya bahkan memiliki pekerjaan yang mapan. Orang tuanya pun sama seperti kita. Mereka itu lebih sebanding denganmu, ketimbang perempuan kampung ini, yang Mama yakin hanya bisa mengerjakan pekerjaan seperti yang dikerjakan oleh pembantu!" Tangannya terulur, bermaksud menonjok Riri. Namun Leo menangkap tangan ibunya, sehingga jari telunjuk Sinta tidak bisa menyentuh dahi Riri.
"Jangan keterlaluan dengan kekasihku, Ma. Apapun pilihanku, itu adalah pilihanku sendiri. Papa dan Mama tidak berhak turut campur!" Leo memutar tubuhnya menatap Nilam yang tengah duduk diapit oleh kedua orang tuanya.
"Mohon maaf, aku sudah memiliki seorang kekasih dan sebaiknya kalian tahu diri. Kami akan segera menikah. Iya, kan, Sayang?" Tatapan lembut Leo membuat gadis itu seketika mengangguk.
"Tetapi aku tidak merestui kalian. Jangan pernah bermimpi menjadi menantu di keluarga ini!" pekik Sinta tak terima. Lengkap sudah pemberontakan putranya. Sudah tak mau mengurus langsung perusahaan, dan kini malah membawa gadis kampung ke hadapannya dan diakui sebagai kekasihnya.
"Papa tidak menyangka jika selera kamu demikian buruk, Leo. Apa yang kamu harapkan dari perempuan kampungan ini, hah?" bentak sang papa.
"Dia yang menerima Leo apa adanya. Dia menerima Leo bukan karena Leo adalah putra kalian berdua, yang pewaris Amanah Group, tetapi dia menerima Leo dengan tulus." Kali ini akting Leo benar-benar sempurna dan Riri hanya perlu memasang wajah tenang untuk meyakinkan kedua orang tua laki-laki itu.
Riri memaksakan diri untuk membiarkan Leo melakukan segala hal demi meyakinkan kedua orangtuanya bahwa dirinya benar-benar kekasih pria itu. Sepanjang yang Leo lakukan tidak berlebihan dan merusak harga dirinya, okelah.
Tanpa berkata sepatah kata pun Nilam dan kedua orang tuanya segera pergi. Arnando berusaha mencegahnya, tapi ketiga orang itu segera berlalu. Leo menghela nafas dan tersenyum lega. Ini benar-benar keberuntungan. Dia tidak menyangka Nilam dan orang tuanya datang ke rumahnya, jadi sekalian saja dia membuat shock terapi untuk ketiga orang itu.
Sembari terus merengkuh bahu Riri, Leo mengajak untuk melangkah menuju kamarnya. Namun langkah keduanya seketika dihadang oleh Arnando.
"Kalian mau ke mana?"
Leo menoleh seraya berdecak sebal.
"Aku mau ke kamar. Aku perlu bicara banyak dengan Riri. Papa seperti tidak pernah muda saja!" Matanya berkedap-kedip, yang membuat Arnando seketika mendelik.
"Papa mau bicara dengan wanita ini. Kamu boleh masuk kamar sekarang, Leo!" pinta Arnando. Lelaki itu mengibaskan tangan seolah mengusir. Namun, tatapannya tak lepas dari sosok Riri. Arnando menatap Riri seolah ia adalah pemburu yang akan menangkap binatang buruannya.
Leo berdehem sekali, kemudian segera melangkah setelah melepaskan tangannya dari bahu Riri. Dia berpikir, Riri pasti akan bisa mengatasi kedua orang tuanya. Dia sudah banyak bercerita tentang karakter kedua orang tua itu dan seharusnya Riri tidak kaget lagi dengan penolakan mereka. Bukankah Leo sudah membayar mahal Riri? Dan tugas Riri untuk menghadapi kedua orang tuanya dan meyakinkan bahwa ia layak menjadi menantu di keluarga ini.
***"Berapa kamu dibayar oleh anakku, sehingga bersedia menjadi kekasih dan calon istrinya?" Sinta mendengus. Tentu saja dia tidak percaya begitu saja dengan ucapan putranya. Jangankan wanita kampung ini, wanita-wanita berkelas yang selama ini ia sodorkan kepada Leo saja ditolaknya mentah-mentah.Dia percaya, selera anaknya tidak seburuk ini.
Sinta mendorong tubuh Riri sehingga gadis itu akhirnya terduduk ke sebuah bangku panjang. Ya, setelah Leo berlalu dan masuk ke kamarnya, Sinta memang menyeret gadis itu ke taman belakang.
"Bayaran?" ulang Riri berpura-pura terkejut.
Di dalam hati dia mengutuk keras lelaki itu. Leo benar-benar keterlaluan. Leo malah masuk kamar, sementara ia harus menghadapi kedua orang tua pria itu sendirian. Tanpa sadar gadis itu meremas tangannya, meskipun keadaan itu tidak merubah ekspresi di wajahnya. Riri berusaha untuk tetap tenang.
"Jangan pura-pura bego, gadis kampung! Kami tidak bisa kalian kelabui. Pasti kamu hanya wanita bayarannya Leo, agar kami tidak lagi bisa mendesaknya untuk menerima perjodohan yang kami tawarkan?" Lagi-lagi ia menatap jijik dengan penampilan gadis itu.
Namun Riri hanya mengulas senyum tipis. Pantas saja Leo memintanya sebagai kekasih dan calon istri pura-pura. Ternyata orang tuanya benar-benar angkuh dan memaksakan kehendak sendiri.
Dari sisi ini ia mulai bisa memahami alasan Leo yang sampai harus memintanya sebagai kekasih dan calon istri pura-puranya.
Riri menegakkan wajah, memaksakan untuk mengusir rasa takut yang berulang kali hinggap dibenaknya. Dia menatap kedua orang itu bergantian.
"Jelas saja saya merasa terkejut, karena saya tidak pernah merasa dibayar. Saya mengenal Mas Leo saat ia bekerja sebagai pengawal pribadi Nyonya Zakia. Kami dekat secara alami. Tak pernah terbetik dalam benak saya waktu itu, jika sebenarnya Mas Leo adalah pewaris Amanah Group. Jadi kalau Om dan Tante menganggap saya sebagai gadis kampung yang ingin menaikkan derajat dengan menjadi istri seorang pewaris Amanah Group, maka anggapan itu jelas salah!"
"Siapapun akan bermimpi berada di posisi itu," ejek Sinta.
"Bagaimana perasaanmu setelah mengetahui siapa sebenarnya putra kami?" sambung Arnando.
"Saya merasa biasa saja. Mau dia seorang pengawal pribadi atau sebagai pewaris perusahaan keluarga, saya tidak peduli. Saya menyayangi Mas Leo apa adanya dan mencintainya tanpa syarat. Untuk mendapatkan cinta saya, Mas Leo tidak perlu menggunakan harta ataupun kedudukannya, karena saya mencintai semua yang ada pada dirinya." Riri berdiri seraya melepaskan tangan Sinta yang masih melekat di bahunya. Gadis itu bermaksud akan meninggalkan taman dan menyusul Leo yang mungkin sedang berada di kamarnya.
Aktingnya hari ini sudah cukup. Seharusnya kalimat-kalimat yang barusan keluar dari mulutnya bisa membuat Arnando dan Sinta berpikir tentang kualitasnya, meskipun mereka menganggap dirinya kampungan.
Sementara di sisi lain, Riri juga pesimis akan berhasil membujuk orang tua pria itu untuk menerimanya, mengingat keduanya yang begitu angkuh dan lagi, sangat mendewakan harta dan kedudukan.
Namun apa pedulinya?
Riri tidak punya sedikitpun kepentingan dengan pernikahan ini. Rencana pernikahan dengan Leo hanya sekedar untuk balas budi dan sebuah perjanjian yang mereka buat.
"Tunggu!" teriak Arnando.
Riri menoleh tanpa bermaksud memutar tubuhnya.
"Selamanya kamu tidak akan bisa menjadi menantu di keluarga ini. Kamu akan tetap ditolak, meskipun nantinya Leo menikahimu. Mungkin kami tidak bisa mencegah pernikahanmu dengan Leo, tapi ingat baik-baik, gadis kampung. Aku akan membuatmu tidak betah menjadi istri Leo, karena wanita yang menjadi pendamping putraku haruslah berasal dari kalangan orang kaya juga. Jodohnya haruslah wanita yang sepadan. Tidak seperti kamu...."
Arnando melangkah mendekat dengan tangan terkepal.
Bab 4Riri yang membaca situasi sudah tak mengenakkan segera menghindar. Dia berlari kecil menjauhi tempat itu, sehingga luput dari amukan Arnando. Meski tidak hafal dengan lika-liku rumah ini, tetapi tanpa sadar Riri berjalan melewati pintu samping yang terhubung dengan kamar pribadi Leo."Kenapa kamu meninggalkanku sendirian? Memangnya kamu pikir menghadapi orang tuamu itu mudah?" protes Riri. Dia yang dengan segera bisa menemukan kamar Leo, membuka pintunya yang memang sudah tidak terkunci. Riri melangkah masuk dengan wajah masam.Leo yang tengah berbaring segera bangkit, spontan menepuk-nepuk kasur di sisinya. "Duduk dulu, Ri. Aku tahu itu bukan hal yang mudah, tapi kamu baik-baik saja, bukan? Kamu nggak diapa-apain sama mereka, kan?"Gadis itu menggeleng. "Tapi aku harus berdebat habis-habisan dengan mereka. Itu pun aku tidak yakin bisa membuat mereka berpikir dan memberikan restu pada rencana pernikahan kita," ungkapnya."Dengan restu atau tidak, pernikahan kita tetap akan berl
Bab 5Riri terus memejamkan mata sampai aroma tubuh maskulin itu benar-benar lenyap dari indera penciumnya, baru setelah itu ia menutup pintu apartemen, kemudian menghempaskan tubuhnya di sofa.Riri memegang keningnya. Bekas bibir Leo masih begitu terasa, begitu lembut dan hangat. Harus diakui, terkadang sikap Leo begitu manis kepadanya, meski itu tak bisa menyembunyikan sifat aslinya yang dingin dan sedikit arogan "Ah, apa yang aku pikirkan? Kenapa aku malah memikirkan ciuman Mas Leo barusan? Tidak menutup kemungkinan jika itu hanya akting, kan? Bukankah kami hanya teman dan partner sebuah perjanjian? Tidak seharusnya aku terbawa perasaan padanya." Sebuah sisi di hatinya menegur.Namun tak urung, dadanya serasa dipukul. Pukulan bertalu-talu yang membuat gadis itu memegang dadanya."Ada apa denganku? Kenapa dadaku seperti ini?" Gadis itu kembali memejamkan mata seraya mengingat-ingat apa yang sudah mereka lewati hingga berada di titik ini.Berawal dari diberhentikannya dirinya dari
Bab 6"Jangan bilang kamu ingin menggodaku, Ri, desis Leo seraya melangkah mundur. Matanya menatap sekilas gadis di hadapannya, sesudah itu ia membuang muka.Leo lelaki normal. Munafik rasanya jika ia tidak tergoda dengan penampilan gadis itu. Seluruh tubuh Riri terekspos dan ia tahu betul, Riri masih perawan. Kenyataan itu memacu adrenalinnya. Sekali lagi Leo mundur selangkah, sembari mati-matian berusaha menahan diri. Jika menurutkan hati, ingin rasanya ia menerkam Riri saat itu juga. Tapi ia ingat, bukan cuma Riri yang tidak boleh terbawa perasaan, tetapi juga dirinya"Kenapa kamu menggunakan pakaian laknat ini?! Jangan melanggar perjanjian, Ri." Sepasang mata itu berkilat-kilat. Leo benar-benar kecewa. Rahangnya bahkan mengeras lantaran emosi."Mas, aku bisa jelaskan...." l.idah Riri serasa kelu saat melihat tangan Leo yang terangkat."Stop! Aku nggak butuh penjelasan apapun darimu. Kamu udah bikin aku kecewa. Buat apa kamu mengenakan pakaian seperti ini? Ini bukan pernikahan yan
Bab 7Sepasang mata gadis itu mengerjap dan tersentak kaget saat melihat wajah tampan yang berjarak sangat dekat dengan dirinya. Dada Riri seketika berdesir. Tubuhnya langsung terasa panas dingin. Tangan kokoh itu masih saja membelai-belai rambutnya.Ah.... Desahan itu lolos begitu saja dari mulut Riri seolah memberi sinyal kepada Leo untuk melakukan hal yang lebih.Pandangan Leo seketika mengabut. Tidak tahu kenapa, tiba-tiba saja raut wajah Riri berubah menjadi wajah seorang wanita yang namanya selama ini ia tulis rapi di dalam hatinya. Zakia!Ya, dialah Zakia. Sayang, dia sudah jadi istri orang. Seandainya suaminya bukan Arkan, barangkali Leo akan bertindak nekat merebut wanita itu dari dekapan suaminya. Entah ini dinamakan pengecut atau bukan, tapi Leo tak mau berurusan dengan Arkan. Dia tahu betul level Arkan berada dimana. Jangan sampai ia mati konyol karena bermasalah dengan bos besar Jaguar Mobil itu.Ya, Leo hanya bisa mencintai Zakia dalam diam.Leo semakin mendekatkan wa
Bab 8"Memanfaatkan keadaan? Apa maksud Mas?" Riri mengerutkan keningnya sembari beringsut menjauh. Meskipun penampilan Leo berantakan, tetapi itu tak mengurangi kadar ketampanannya, bahkan ketampanannya malah bertambah berkali-kali lipat. Aroma tubuh lelaki itu pun sangat memabukkan. Riri tak bisa berdekatan dengan lelaki itu terlalu lama dan memutuskan melangkah menuju sofa. Namun lelaki itu segera mengejar. Pria itu berjalan tanpa peduli dirinya sendiri yang dalam keadaan polos, tak mengenakan sehelai benang pun.Riri segera menutup mata. Tak sampai hati ia melihat pemandangan itu, meski rasa ingin tahunya terhadap lekuk tubuh lelaki itu begitu besar. Dia tak ingin mata perawannya terus ternodai dengan memandang pahatan indah ciptaan Tuhan, walaupun sebenarnya ia boleh melihatnya kapanpun ia inginkan."Jangan berpura-pura, Ri! Aku tahu kamu melakukan sesuatu tadi malam. Jika tidak, bagaimana mungkin diriku sampai tidak berbusana seperti ini. Pasti kamu kan, yang sudah...." Lelaki
Bab 9"Tapi gadis ini jelas tidak seimbang denganmu. Dia hanya tahu memasak dan mencuci pakaian. Hanya itu, kan, yang bisa ia kerjakan?!" tukas Sinta seolah tak peduli dengan air mata yang terus berhamburan dari sudut mata Riri."Menurut Mama, apakah pekerjaan seperti itu adalah pekerjaan yang hina?!" sahut Leo. Dadanya turun naik. Menghadapi sang ibunda memang selalu menguras emosinya."Apa salahnya seorang istri memasak dan mencuci pakaian suaminya? Aku tidak pernah meminta Riri untuk melakukan hal itu, tapi dia sendiri yang ingin mengerjakannya. Bahkan aku pernah menawarkan untuk mencarikan asisten rumah tangga, tetapi Riri hanya mengizinkan asisten rumah tangga yang dibayar per jam untuk membantu pekerjaannya. Apakah itu salah?" Leo mendongak, memandang Sinta dengan tajam. Pandangannya begitu mengintimidasi. Lalu bibirnya mulai mengukir senyuman, lebih tepatnya menyeringai."Aku lebih baik memiliki istri yang hanya bisa memasak dan mencuci pakaian, daripada punya istri yang kerjan
Bab 10"Kamu tanya apa tadi?!" ulang Leo dengan sorot mata yang begitu tajam."Apakah kamu mencintai Nyonya Zakia, Mas?" tanya Riri dengan berani. Dia harus memastikan dugaannya. Boleh jadi jawaban Leo pahit, tetapi dia harus mendengar pengakuan itu langsung dari mulut Leo."Kamu terlalu banyak ingin tahu, Ri." Seketika wajah lelaki itu merah padam. Suaranya mendesis."Bagaimana mungkin aku tidak memiliki rasa ingin tahu, jika suamiku menyebut nama wanita lain saat akan menyatukan...." Omongan Riri seketika terhenti saat sebuah tangan membekap mulutnya."Itu bukan urusanmu, Ri. Dan itu adalah privasiku. Kamu nggak berhak untuk mengetahuinya. Kamu itu cuma istri pura-pura! Sadar dong dengan posisimu?" Leo melepaskan tangannya dari mulut Riri."Tetapi pernikahan kita sah dan bagiku nggak ada pernikahan pura-pura. Mungkin bagi kamu ini adalah pernikahan pura-pura dan menganggapku hanya sekedar istri pura-pura. Tapi bagiku nggak, Mas. Aku melakukan ini karena aku sayang sama Ibu. Aku ingi
Bab 11"Mas Leo...."Tak ada lagi jarak di antara mereka. Riri bisa menghirup aroma maskulin dari tubuh Leo yang ternyata belakangan ini menjadi candunya. Pelukan Leo terasa nyaman dan hangat.Cup.Kecupan itu mendarat di keningnya, membuat gadis itu memejamkan mata sejenak."Maaf," bisik Leo.Sepasang mata gadis itu kembali basah."Berhenti menangis, Ri. Tadi aku sedang emosi. Jujur aku tidak bermaksud berlaku kasar sama kamu, tapi tolong kamu ikuti aturanku ya....""Aku nggak suka kamu selalu ingin tahu masalah pribadiku." Leo menelan ludahnya. Dia seolah kehabisan kata-kata untuk meredakan tangis gadis itu."Tapi aku nggak bisa, Mas. Aku menganggap ini adalah pernikahan beneran dan aku ingin berbakti sama kamu...." Riri menyela sembari terisak."Aku nggak bisa menjanjikan apapun, Ri. Kamu sudah tahu kan, perjanjian kita gimana? Aku nggak mencintaimu," sahut Leo.Aku tidak mencintaimu!Kata-kata Leo barusan kembali merobek hatinya. Oh, sesakit inikah mencintai tanpa balasan?"Mas ng