Share

Wanita Masa Depan CEO Muda
Wanita Masa Depan CEO Muda
Penulis: Telang Ungu

HANCUR

Pintu apartemen Kak Leon—tunanganku—terbuka setelah aku menekan password-nya. Aku memperhatikan seisi ruangan yang sepi.

Tunggu! Aku mendengar sayup-sayup suara dari arah kamar. Aku lalu berjalan pelan menghampiri pintu kamar itu. Sebelum pintu kubuka, aku mendengar suara yang membuat jantungku berdebar kencang.

"Anin ... Anin ...." Kak Leon mendesahkan namaku.

Ada apa dengannya?

"Leon ... Sayang ...."

Deg!

Itu ... itu suara seorang wanita dari dalam kamar. Jantungku berdegup kencang. Kak Leon bersama siapa?

Suara-suara itu kini membuat tubuhku gemetar, jantung ini bertalu kian kencang, lututku lemas. Ya, Tuhan, apa Kak Leon telah ...?

Namun, sebisa mungkin aku mencoba untuk tidak panik dan bergerak perlahan-lahan. Anin kamu bisa, batinku menenangkan. Kutarik napas panjang sebelum membuka pintu kamar itu dengan kasar.

Braakk!

Pintu beradu dengan dinding kamar.

Mata ini melebar ketika di hadapan terlihat seorang wanita berambut pirang, berpakaian setengah telanjang berada berada di atas tubuh Kak Leon. Dia kontan menolah dan malah tersenyum mengejek ke arahku.

"Anin ... Anin ...." Kak Leon masih mendesahkan namaku dengan putus asa. Sepertinya dia tidak menyadari kehadiranku. Mengapa dia terlihat aneh begitu? Alisku bertaut kencang.

"Siapa kamu, hah?!" tanyaku sambil menatap wanita itu dengan sengit.

Dengan tidak tahu malunya, wanita itu berdiri dengan keadaan setengah telanjang. Lalu merapikan baju yang dikenakannya sambil tersenyum sinis ke arahku. "Aku adalah wanitanya Leon," ucapnya dengan percaya diri.

"Bohong!" teriakku. Emosiku saat ini terasa sampai ke ubun-ubun. Hatiku sangat panas!

"Hahaha ...! Terserah kamu mau percaya atau tidak," ejeknya.

Tiba-tiba Kak Leon menatap ke arahku sambil mengerjapkan kedua matanya. Dia lalu memijit pelipisnya sendiri. Setelahnya, ia menatapku dengan mimik terkejut. "Anin!" serunya.

Aku menatap nanar ke arah pria yang ternyata telah berkhianat dan berbuat tidak pantas itu.

"Anin! Sayang!" ulangnya memanggil namaku.

Aku segera memalingkan wajah. Aku benci dengan kamu, Kak! Mengapa kamu tega melakukan ini kepadaku?Lalu perlahan aku menatapnya dengan mata yang sudah dipenuhi oleh kaca-kaca.

"Ternyata begini kelakuanmu di belakangku, Kak?" tanyaku lirih, tanpa bisa kucegah air mata pun mulai menetes di pipi. Lalu aku berbalik dan langsung melangkah keluar dari kamar itu.

"Oh ... Shit!"

Terdengar olehku Kak Leon mengumpat. Sepertinya ia langsung mengejarku walau dalam keadaan bertelanjang dada, bersyukur dia masih mengenakan celana panjangnya.

"Anin!" Kak Leon menarik tanganku. "Sayang! Ini gak seperti yang kamu lihat!" ucapnya berusaha meyakinkanku.

PLAK!

"Dasar Brengsek!" Aku menampar wajah Kak Leon.

Sejenak Kak Leon menatapku terkejut. Sepertinya ia baru saja tersadar akan sesuatu.

"Kamu jahat, Kak, Jahat!" Aku menatapnya penuh dengan rasa kecewa.

Wajahnya terlihat memerah, entah karena malu, marah, atau karena masih bergairah.

"Tadinya kupikir aku ingin memberimu kejutan, tapi ternyata ... justru kamu yang membuatku terkejut," lirihku.

"Sayang! Dengerin aku, ini salah paham!" Kak Leon masih berusaha meyakinkanku lagi, dia ingin menggenggam tanganku. Tapi segera aku tepis.

"Jangan sentuh aku, Brengsek!" umpatku sengit.

"Anin, aku dijebak!" teriaknya.

"Aku hanya mencintai kamu, Sayang!" ucapnya putus asa.

"Apa begini caramu mencintaiku? Dengan mencumbu wanita lain di belakangku!" Aku menatapnya nyalang.

Ia menatapku dengan sorot yang ... entah.

"Bodohnya aku, mempercayaimu sebagai laki-laki baik yang mencintaiku." Aku menangis dipenuhi rasa kecewa yang begitu dalam.

"Demi Tuhan Anin, aku sangat mencintaimu!" Leon meraih dan menggenggam erat tanganku.

"Aku mohon percayalah padaku," lirihnya, matanya terlihat ikut berkaca-kaca.

"Kamu Bohong!" Aku mulai berteriak.

"Mereka menjebakku, Anin!" Kak Leon berteriak.

"Cukup, Kak! Kamu menjijikan!" Aku menutup telingaku.

"Baiklah, sepertinya sudah saatnya kita harus mengakhiri ini semua," ucapku lagi berusaha tenang. Kuatur napas ini sebisa mungkin untuk meredakan gelegak di dalam dada. Aku tak ingin terlihat lemah dihadapannya, walaupun hatiku benar-benar hancur.

Aku melepas cincin bermata berlian yang melingkar di jari manisku. Dengan perasaan yang berantakan, kuletakkan cincin itu di atas meja di dekat sana. Lalu aku berbalik menatap wajah Kak Leon. Aku ingat 2 tahun yang lalu, aku yang memilih cincin itu bersamanya sebagai cincin pertunangan kami.

"No, Anin! Jangan lakukan itu! Aku gak mau putus!" teriaknya.

"Terserah, Aku gak peduli!" ucapku, lalu aku melangkah cepat, pergi meninggalkan ruangan apartemen tersebut.

"Shit!" teriak Kak Leon. Namun, aku tak mau lagi peduli.

Dengan derai air mata aku melangkah cepat menuju lift. Saat hendak masuk ke dalam ruang kecil itu, aku berpapasan dengan seorang pria berwajah Timur Tengah.

Pria itu menatapku dengan sorot heran, lalu dia melangkahkan kakinya keluar lift. Dan aku pun menuruni lift tersebut dengan tangisan pilu.

***

"Kasian, kau menyakiti wanita malang itu, Leon Sayang," ucap wanita yang baru saja keluar dari kamar Leon Dia tersenyum penuh cemooh ke arah Leon.

"Apa yang kamu lakukan disini, Angel?" Leon menatap sengit.

"Apa mau aku ingatkan lagi, Sayang?" Angel mendekati Leon dan mengusap dada bidangnya.

"Pergilah!" usir Leon sambil menatap tajam wanita itu lalu memegang kedua tangan Angel dengan kasar.

"Tenang saja, aku akan pergi. Ternyata kau sangat lihai, Sayang!" Angel tersenyum genit menatap Leon.

"Pergi sekarang! Atau kubunuh kau!" Leon mendorong tubuh wanita itu kedinding dan mencekik leher wanita itu.

"Jangan mencoba untuk datang ke tempatku lagi! Atau kau akan kubuat menyesal telah mengenalku!" Leon mengancam dengan penuh intimidasi.

"Le–lepaskan ... a–aku, Leon." ucap Angel tertahan karena Leon mencekiknya dengan sangat kuat.

"Siapa pun orang yang berani menjebakku, aku tidak akan mengampuninya! Ingat itu!" Leon menatap tajam dan melepas cekikannya dengan kasar.

Akhirnya Angel keluar menuju lift dengan tegesa-gesa. Dia menghubungi seseorang, untuk menjemputnya.

Sementara itu Leon duduk termenung di atas sofa, dia masih terlalu terkejut dengan apa yang terjadi. Kepalanya masih sangat pening akibat alkohol yang dia minum di dalam klub tadi.Tanpa dia sadari, ada yang memasukkan obat perangsang di dalam minumannya. Semalam dia pergi bersama teman-temannya ke klub, untuk melepas penat.

"Brengsek, siapa yang menjebakku?" Leon berpikir keras.

Leon melihat cincin pertunangan milik Anin yang tergeletak di atas meja, dan di sampingnya terdapat sebuah kotak berwarna hitam. Lalu ia membuka kotak itu, terlihat sepasang jam tangan yang begitu serasi. Seketika hati Leon menghangat, dia membaca tulisan di kartu ucapannya.

"Selamat menua sayang, menualah bersamaku."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status