Share

Perubahan Jesen

POV James

"Pa, tadi Jesen sama Tante Daisy ngobrol banyak banget loh. Tante Daisy baik banget sama Jesen, setiap Jesen cerita Tante Daisy malah tertawa. Tapi Jesen gak marah karena Tante Daisy waktu tertawa cantik." cerita Jesen sangat semangat.

"Pa, nanti Jesen boleh kan jalan-jalan lagi dengan Tante Daisy? Jesen bahagia banget waktu jalan-jalan sambil nyari papa, padahal Jesen udah capek tapi Tante Daisy langsung nawarin buat gendong Jesen juga." tambah Jesen semakin semangat bercerita.

Aku sedikit menyimak cerita Jesen yang bilang dia digendong wanita itu. Jarang ada wanita yang mau menggendong Jesen yang sudah agak besar. Wanita-wanita yang dekat denganku sebelumnya pun bahkan tidak ada yang bisa membuat Jesen berbicara. Jesen juga pernah dibuat menangis oleh wanita yang dekat denganku terakhir kali.

Sepanjang perjalanan pulang setelah tadi dari Mall, Jesen hanya bercerita tentang Tante Daisy terus menerus tanpa henti. Itu sedikit membuatku iri, karena selama ini Jasen bahkan belum pernah bersikap seperti ini kepadaku, namun aku hanya diam menepis pikiran itu. Bagaimana bisa perempuan yang baru pertama kali ditemuinya diceritakannya berulang-ulang kali?

"Pa, kapan kita bisa bertemu lagi dengan Tante Daisy?" tanya Jesen berulang kali.

"Papa tidak tahu sayang, kita kan juga baru bertemu dengannya tadi."

"Kenapa papa tadi tidak meminta nomor telepon Tante Daisy, agar Jesen bisa minta bertemu lagi?"

"Coba nanti papa usahakan ya." rayuku yang berhasil membuat Jesen kembali berceloteh dan melupakan permintaannya.

***

Tante Daisy yang disebut Jesen dari tadi, adalah orang yang membantu Jesen di mall. Tadi siang Aku sempat kehilangan pandanganku terhadap Jesen, hanya sebentar ketika di mall itu. Aku hanya sebentar mengangkat panggilan penting dari Andre, sekretarisku di kantor. Namun ketika aku menengok ke belakang, Jesen yang sebelumnya berdiri disana sudah tidak terlihat dan hilang entah kemana. Aku mengitari mall berkali-kali hingga frustasi namun tetap tidak menemukan Jesen dimana pun.

Hingga ada panggilan dari pengeras suara bagian informasi bahwa ditemukan seorang anak laki-laki dan sedang menunggu di restoran fast food di dekat sana. Akupun berlari untuk mendatanginya, banyak mata yang tertuju padaku karena pakaianku yang formal namun berlarian di mall. Aku tidak memperdulikannya, dan tetap berlari hingga sampai di depan restoran cepat saji yang di sebutkan tadi.

Dari jauh aku dikejutkan dengan kondisi yang belum pernah aku alami sebelumnya. Anakku Jesen, yang setiap bersamaku selalu diam dan tidak banyak bicara. Anak yang tidak pernah menceritakan apapun kepadaku dan sangat tertutup. Disana dia terlihat sangat bahagia dan ceria di temani oleh seorang wanita, wajahnya kini terlihat lebih hidup.

Aku melangkah mendekati mereka, mereka berdua sangat sibuk dengan obrolan mereka. Dan ketika aku hampir sampai di meja tempat mereka duduk, aku melihat banyak sekali tempat makan dan bungkus makanan cepat saji yang sudah habis isinya. Padahal selama ini aku selalu hati-hati untuk makanan Jesen, tetapi hari ini dia makan makanan tidak sehat itu banyak sekali.

"Papaaa...!" teriak Jesen sambil memelukku.

"Jesen, kamu kemana saja? Papa sudah mencarimu kemana-mana." tanyaku khawatir.

"Maafin Jesen Pa, tadi Jesen cuma pergi sebentar untuk melihat mobil-mobilan, tapi setelah selesai Jesen gak lihat Papa dimana-mana." jawabnya sambil menundukkan kepalanya.

Aku pun mengelus kepala Jesen sedikit tenang, kemudian aku teringat dengan bungkus-bungkus dan bekas makanan yang aku lihat tadi. Aku pun kembali marah karena Jesen, yang tidak menuruti peraturan yang sudah aku buat.

"Jesen, kenapa kamu makan makanan seperti ini? Kamu tahu kan makanan seperti ini tidak sehat?" tanyaku berusaha menahan marah.

"Jesen tadi lapar Pa, Jesen cari Papa lama gak ketemu-ketemu jadi Jesen ikut makan sama Tante Daisy." Jesen menjawabnya dengan suara yang pelan.

"Maafkan saya tuan, tadi saya yang mengajak Jesen untuk makan di tempat ini. Saya berpikir untuk makan di restoran yang paling dekat dengan meja informasi, agar anda bisa dengan mudah menemukannya." wanita yang bercanda dan mengobrol bersama Jesen tadi memotong pembicaraanku dengan Jesen. Aku terpana melihat wajah cantiknya, waktu seperti berhenti saat itu. Baru beberapa saat kemudian aku berjalan mendekat ke arah meja dan menjulurkan tangan kepada wanita itu.

"Terimakasih karena sudah membantu Jesen tadi." kataku tulus.

"Tidak masalah, saya juga senang bisa bertemu dengan Jesen. Jesen anak yang lucu jadi dia sangat menghibur saya hari ini." jawabnya sopan.

"Oh iya Tante, Kenalkan ini Papa James, Papa ini Tante Daisy." Jesen memperkenalkan kami.

"Salam kenal." katanya sambil terlihat menyunggingkan sedikit senyuman di sudut bibirnya yang kecil.

"Salam kenal juga." jawabku sambil menganggukan kepala.

"Saya akan ganti biaya makan tadi, bisakah sebutkan nomor rekening anda?" tambahku.

"Tidak usah, saya juga menikmatinya. Jadi tidak masalah, tidak perlu diganti."

"Kalau begitu apakah anda akan pulang juga? Saya bisa mengantarkan anda terlebih dahulu." tanyaku menawarkan lagi.

"Mohon maaf, bukannya saya menolak niatan baik anda, tetapi sopir saya sudah menunggu di tempat parkir." tolaknya dengan lembut.

"Baiklah, kalau begitu kami pamit pergi dulu."

"Iya, hati-hati di jalan."

Aku menggandeng tangan Jesen untuk pergi. Namun baru beberapa langkah, Jesen kemudian berlari kembali ke arah wanita tadi dan langsung memeluknya. Aku sangat kaget dengan perubahan Jesen ini, dia anak yang sangat tertutup dan tidak mudah dekat dengan orang lain. Denganku saja dia jarang berbicara ataupun sekedar bertanya.

"Makasih ya Tante Daisy, sudah baik sama Jesen."

"Iya Jesen, Tante juga senang bisa kenal sama Jesen yang lucu ini. Lain kali lebih hati-hati saat berjalan di tempat umum, agar tidak hilang lagi seperti tadi."

Setelah Jesen menjawabnya dengan anggukan kepala, dia kembali ke arahku dan menggandeng tanganku. Kami pun berjalan keluar, tapi dia masih membalikkan badan dan melambaikan tangannya kepada wanita yang di panggil Tante Daisy itu. Kami pun menuju tempat parkir dan mulai menjauh dari area mall.

Sesampainya dirumah, aku menyuruh Jesen untuk membersihkan diri kemudian membantunya mengerjakan tugas sekolah. Entah kenapa, dia kembali banyak diam dan menjawab seadanya.

Malamnya aku sudah menyiapkan makan malam, kemudian kami pun makan bersama dalam suasana hening. Bagaimana dia bisa secerewet tadi, tapi sekarang kembali seperti sebelumnya?Ketika Jesen selesai makan dia langsung masuk ke kamar, seperti biasa kami tidak pernah mengobrol apapun sebelumnya setelah makan.

Aku pun masuk ke kamar, kemudian menjatuhkan diriku di atas kasur sambil melihat langit-langit. Aku kembali teringat dengan wajah wanita itu, juga dengan senyuman yang sangat manis. Lamunanku tiba-tiba buyar karena deringan ponselku, aku melihat ada nama Adrian yang terpampang dilayar. Adrian adalah sahabatku dari SMA, sifat kami yang berbeda malah membuat kami berteman begitu lama.

"Halo, kenapa lo telepon malam-malam?" tanyaku dengan nada tidak suka.

"Biasalah bro, refreshing kita. Udah lama kita gak kumpul." ajaknya.

"Baiklah, gue juga lagi banyak pikiran."

"Sipp, gitu dong bro. Ditempat biasa ya, kumpul di lobi gue juga ajak anak-anak yang lain." jawabnya semangat.

"Oke, lima belas menit lagi aku sampai, tunggu aku di lobi!" jawabku sambil mematikan sambungan teleponnya.

Akupun segera berganti pakaian dan mengambil kunci mobil. Aku menjalankan mobilku ke arah bar hotel tempat biasa kita kumpul. Sesampainya di sana aku langsung masuk kedalam hotel dan mendapati Adrian dan teman-teman lain sudah menungguku. Kamipun masuk kedalam bar, semua sudah penuh sesak.

"Bro, ayo kita duduk disana dulu, Pumpung masih ada tempat kosong!" seru Adrian sambil berteriak karena music bar yang meredam semua suara.

"Aku langsung turun ke meja dansa ya bro." ijin Agil salah satu temanku yang datang bersama Adrian tadi.

Aku melangkahkan kaki mengekor dibelakang Adrian. Di dalam bar itu benar-benar penuh, sepanjang perjalanan menuju kursi yang ditunjuk Adrian tadi, aku sering menabrak orang lain yang sudah mabuk. Musik yang dari tadi menusuk telinga, membuatku sedikit lupa dengan kejadian tadi. Hingga meja yang ditunjuk Adrian sudah semakin dekat, dan Adrian mulai duduk disana. Aku berdiri mematung, ketika melihat sosok wanita yang membuatku sangat terkejut tidak percaya.

Wajah wanita yang tidak asing, yang sedari tadi terbayang-bayang di kepalaku. Wanita yang menolong anakku Jesen, dan membuat Jesen tertawa bahagia. Wanita yang senyumannya membuat hatiku tergelitik, sekarang dia berdiri tepat di hadapanku. Mata kami bertemu dan dia terlihat sedikit bingung dan malu.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status