Share

Hadiah Sebelum Mati

Rebeka berusaha melenyapkan dirinya sendiri dengan terus menarik ujung syal, agar lilitan di lehernya makin erat. Sepersekian detik, dirinya memang sudah mengalami penurunan oksigen walau belum kehilangan kesadarannya. Di sela aksinya, Rebeka terus berdoa memanggil malaikat maut agar segera menghampirinya. Aksi Rebeka tersentak karena sebuah tamparan keras mendarat di pipi mulus Rebeka.

Tamparan yang menghasilkan bunyi sangat nyaring seperti anak pramuka yang melakukan tepuk tunggal. Tidak diragukan lagi, tamparan itu berhasil memberikan bekas merah di pipi Rebeka. Rasa panas dan perih menjalar di bagian kulit yang baru saja mendapat hadiah tersebut. Rebeka meringis, karena baru kali ini dia mendapatkan tamparan yang sangat dahsyat seperti itu. 

Tangan Rebeka sontak melepas ujung syal dan kini jemarinya berpindah menelisik kulit wajahnya yang terasa panas bercampur perih. Rebeka tidak menyangka dia akan mendapatkan sakit lahir batin pada saat hari yang seharusnya dia sangat bahagia. Lengkap sudah rasa sakit yang dia terima saat ini. 

"Mau mati?" tanya wanita di hadapan Rebeka.

Tidak lain, dia adalah Alina. Seorang kakak yang tidak pernah menyakiti fisik adiknya. Dia selama ini sangat melindungi dan menyayangi Rebeka selaku adik satu-satunya yang dia punya. Namun, hari ini dia menampar Rebeka dengan tenaga penuh emosi. Hasil tamparannya mencetak warna merah di pipi adiknya yang berkulit putih.

"Kamu mau mati? Ayo jawab!" bentak Alina dengan suara melengking.

Rebeka diam dengan seribu bahasa. Dia tidak berniat menjawab pertanyaan dari Alina. Sebetulnya, tanpa Alina bertanya dan tanpa ada jawaban dari Rebeka, sudah pasti Alina tahu apa yang akan dilakukan oleh Rebeka. Tidak mungkin orang yang melilit lehernya dengan kain dan mengeratkan simpulnya seperti itu bukan bertujuan untuk bunuh diri. Tidak ada tujuan lain selain mati dan pergi dari dunia yang penuh misteri.

"Jawab!" Satu tamparan keras kembali mendarat di pipi Rebeka. Kali ini air mata Rebeka kembali tumpah dari pelupuknya.

Rebeka memegang pipinya yang baru saja kembali dihadiahi tamparan keras untuk kedua kalinya oleh Alina. Tidak berniat membalas, tetapi luka di hati Rebeka semakin menganga lebar. Perih di hati Rebeka jauh lebih terasa menandingi sakit di pipinya yang diberi hadiah oleh Alina.

"Kakak menampar aku?" Rebeka bertanya seolah meyakinkan apa yang baru saja dia terima dari Alina.

Alina hanya diam, tetapi satu tamparan keras kembali dia berikan di pipi Rebeka yang bagian sebelahnya. Kedua sisi pipi Rebeka memerah bak udang rebus setengah matang. Tindakan yang tidak pernah dia lakukan pada Rebeka sebelumnya, telah dia lakukan akibat dorongan emosi menguasai Alina.

"Kak," lirih Rebeka yang tidak kuasa menahan rasa panas di kedua pipinya.

"Minta tambah?" pertanyaan yang tidak seharusnya diberikan pada Rebeka, malah dilontarkan oleh Alina yang kian berapi dalam kalapnya emosi.

"Nih!" Alina menghantam paha Rebeka yang langsung membuat adiknya ambruk karena kehilangan keseimbangan.

Segera Alina melangkah mendekati Rebeka yang masih terhenyak pada posisinya. Sekarang di mata Rebeka, Alina bukan lagi dirinya. Alina sudah menjadi buas serta ganas. Rebeka bergidik ngeri ketika Alina sudah berdiri tepat di depannya. Tidak ada aba-aba apapun, Alina langsung mencengkram erat lengan Rebeka dan menariknya dengan tenaga yang berkali-kali lipat dikerahkan. Sehingga Rebeka kembali kehilangan keseimbangan tubuhnya. Rebeka terhuyung, hingga hampir saja dia telungkup di atas lantai.

 "Bangun!" Alina menarik kasar lengan Rebeka agar segera mengikuti perintahnya.

Baru saja Rebeka memposisikan kakinya untuk berdiri, Alina kembali menghantam paha Rebeka, hingga Rebeka terjerambat ke lantai. Pinggul Alina yang berbenturan dengan lantai, menghasilkan bunyi yang menyiratkan berapa level rasa sakit yang diterima Rebeka saat dia terjatuh.

"Kak … benar ini Kak Alina? Kakak aku yang selalu menyayangi aku? Kakak yang tidak pernah menyakiti adiknya?" Rebeka berusaha bangun dari posisinya bersama pertanyaan-pertanyaan yang dia utarakan pada Alina.

"Kenapa?" Alina balik bertanya dengan sarkas.

"Kamu tidak seperti dirimu sendiri, Kak. Ini bukanlah Alina … Kakakku." Pecah sudah tangisan Rebeka. Sakit yang dia rasa akibat perubahan Alina melebihi dari rasa sakit ditinggalkan oleh Zidan.

Alina menatap Rebeka dengan sorot yang tidak bisa diartikan Rebeka. Tatapan tajam, seakan langsung menembus ulu hati dan jantung Rebeka. Sebisa mungkin Rebeka meredam tangisnya. Syal yang tadi dia gunakan untuk melakukan percobaan bunuh diri masih menggantung di leher Rebeka.

Tatapan Alina juga bisa dirasakan oleh Rebeka yang tertuju pada syal di lehernya. Reflek tangan Rebeka bergerak memegangi syal di lehernya. Apa karena syal yang dia gunakan untuk bunuh diri ini adalah syal pemberian Alina, makanya dia marah besar kepada Rebeka. Monolog pun berkecamuk dalam pikiran Rebeka.

"Kamu mau mati? Kenapa pakai itu untuk bunuh diri? Kenapa tidak pergi ke jalan tol atau ke rel kereta saja sekalian?" tanya Rebeka sinis, tetapi tersirat emosi yang membara dari nada bicaranya.

Pertanyaan Alina malah dibenarkan oleh batin Rebeka. Kenapa dia sebodoh itu hanya untuk melenyapkan dirinya sendiri. Dia merutuki dirinya, dan menyesal kenapa baru sekarang ide muncul setelah dikasih tahu oleh Alina.

"Benar juga. Kenapa aku harus repot-repot memakai syal sebagai alat melancarkan aksi bunuh diriku. Seandainya ide bunuh diri itu muncul dari tadi dan tidak menunggu Kak Alina memberi tahunya, mungkin aku sudah tiada. Aku tinggal pergi ke tengah rel ketika kereta lewat," batin Rebeka.

"Aku harus pergi sekarang juga," lirih Rebeka yang sudah merasa dapat ide berlian untuk segera menemui ajalnya.

Rebeka segera membuang syal yang sudah berada di tangannya. Tanpa berkata apa-apa, dia langsung mengayun langkah cepat untuk menjalankan aksinya untuk percobaan bunuh diri biar terbebas dari permasalahan dunia yang sedang dia hadapi. Namun, langkah Rebeka langsung dihadang oleh Alina.

"Kamu ternyata beneran mau bunuh diri!" Alina membabi buta menghajar Rebeka secara brutal. 

"Rasakan ini sebelum kamu mati!" teriak Alina di sela pukulannya yang tak berhenti pada Rebeka.

Alina terus memukuli Rebeka yang meringis kesakitan. Sesekali kakinya juga ikut andil menendang bagian mana saja yang jadi sasarannya. Namun, tidak satu pun Rebeka membalas untuk memukul atau menendang Alina.

"Kakak, ampun! Sakit, Kak!" teriak Rebeka yang sudah tidak bisa menahan rasa sakit yang dia terima dari bogeman Alina.

"Sebenarnya ini bentuk sebuah kebencian yang terpendam Kakak padaku, atau memang hanya sebatas sebuah kekecewaan semata?" Rebeka melemparkan pertanyaan yang berasal dari protes hatinya pada Alina. 

Bukannya menjawab pertanyaan sekaligus protes dari Rebeka—adiknya, Alina malah menjambak rambut Rebeka dan menariknya kasar, hingga Rebeka terhuyung ke arah dia yang seperti sedang kesetanan. 

"Gimana rasanya? Apa ini Sakit?" tanya Alina tanpa melepaskan tangannya dari cekalan di rambut Rebeka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status