Share

Chapter 5. Kilas Balik (Penawaran Menggiurkan)

''Aku harus bagaimana, Tuhan. Aku sedang butuh uang banyak, kebutuhanku mendesak. Tapi bagaimana caraku mendapatkannya? Tolong beri aku petunjuk," gumamnya dengan frustasi

Andrina memutuskan berhenti di sebuah taman untuk merenung sendirian, memikirkan barbagai macam masalah dan cara menyelesaikan secepat mungkin. Saat ini pikirannya benar-benar buntu. Dia tidak memegang uang sama sekali, di dalam dompetnya hanya tersisa uang berwarna hijau untuk uang saku adiknya besok.

Dia juga tidak tahu harus meminjam uang kepada siapa karena kebanyakan teman-temannya juga seperti dirinya. Hanya sebagai pegawai biasa yang mempunyai segudang kebutuhan. Untuk kembali meminjam uang kepada rentenir bukanlah solusi yang tepat. Dia tidak ingin hutangnya semakin menumpuk.

''Aku bisa membantumu, Wanita Muda."

Andrina mengalihkan perhatian ketika mendengar suara wanita yang berasal dari arah sampingnya.

''Anda siapa?'' tanya andrina dengan memindai penampilan wanita itu dari atas sampai bawah.

Semua yang dia pakai terlihat elegan dan mewah, sangat menunjukkan jika wanita itu bukanlah dari kalangan rakyat biasa.

''Aku bisa membantumu keluar dari masalahmu ...."

''Aku bersedia memberimu uang yang kau butuhkan, saat ini juga. Dengan syarat kau harus menerima misi dariku," ucap wanita baya itu.

''Misi apa, Nyonya?"

''Menggoda putraku," jawabnya singkat dengan gaya angkuhnya.

Andrina menganga tak percaya mendengar ucapan yang keluar dari mulut wanita paruh baya itu. Bagaimana mungkin seorang ibu meminta seorang wanita yang tidak dikenal untuk menggoda putranya sendiri.

''Apa Anda serius, Nyonya?'' Dia bertanya untuk memastikan.

''Apa wajahku ini terlihat jika aku sedang bercanda?" Wanita itu balik bertanya.

Andrina terbungkam, sepertinya dia salah bicara.

''Bagaimana? Apa kau bersedia?''

Andrina bimbang antara iya dan tidak. Ingin menolak namun semua masalah kembali berkelebat di dalam ingatannya, sedangkan tawaran wanita itu sangat menggiurkan. Di tambah, Mutia memamerkan segepok uang di hadapannya.

''Baik saya bersedia. Asal nyonya menepati ucapan, Nyonya."

Dia tidak sadar, jika keputusannya akan membawa dirinya terjerumus ke dalam sebuah lubang yang sangat dalam hingga mungkin ia tidak akan pernah bisa keluar dari lubang tersebut.

Mutia menyeringai senang mendengarnya.

''Berapa yang kau butuhkan? katakan!''

''Ti-tiga puluh ju-juta," jawabnya gugup.

''Aku akan memberimu secara cuma-cuma. Uang ini akan resmi menjadi milikmu seutuhnya. Anggap saja itu sebagai uang muka. Asal...." Mutia menggantung ucapannya.

''Asal apa, Nyonya?"

''Kau harus menuruti semua perintahku."

Andrina terdiam, memikirkan ulang tawaran itu.

''Aku tidak memaksamu. Semua keputusan aku serahkan sepenuhnya kepadamu. Tapi satu hal yang harus kamu ingat. Setelah kau menerima misi ini, kau tidak akan pernah bisa mundur. Jika kau menolak, otomatis uang ini juga batal menjadi milikmu." Wanita baya itu kembali berucap ketika melihat keraguan pada gadis itu.

Dia berusaha mempengaruhi pikirannya agar Andrina mau menerima misinya.

''Baik, aku terima," ucapnya mantap.

Tuntutan masalah tidak bisa membuat wanita itu berfikir jernih. Yang ada dalam pikirannya hanya mendapatkan uang banyak segera.

''Bagus, aku suka sikap tegasmu." Wanita baya itu tampak tersenyum puas.

''Ini untukmu. Besok pukul enam pagi temui asisitenku di tempat ini. Dia akan menunjukkan apa saja yang harus kau kerjakan." Mutia menyerahkan amplop tebak yang sedari tadi berada dalam kuasanya.

''Tapi, saya harus bekerja, Nyonya," sela Andrina cepat.

''Dimana kau bekerja?"

''Bank Konvensional yang ada di Pusat Kota" Andrina menyebut tempat kerjanya.

''Freddy, urus semuanya!"

Seolah paham maksud atasannya, pria bernama Freddy itu langnsug mengangguk.

"Siap, Nyonya."

Andrina merasa penasaran apa yang akan dilakukan pria itu. Ingin bertanya, namun suara Mutia berhasil meredam niatnya.

''Kau dengar, dia akan mengurus semuanya. Jadi, tidak ada alasan lagi bagimu untuk menolak."

''Baiklah, Nyonya."

----------------

Keesokan paginya, Andrina benar-benar menepati janjinya. Ternyata, asisten wanita itu telah membuat surat pengunduran diri untuknya. Dia dibawa ke sebuah tempat, dimana dia akan diajari berbagai macam hal mengenai ilmu bisnis dan ilmu non-bisnis. Beruntung, dia termasuk wanita yang cerdas dan semua yang diajarkan pernah ia pelajari semasa sekolah dulu. Jadi, bukan hal sulit baginya.

''Bagaimana, Freddy?" Mutia menanyakan mengenai perkembangan Andrina.

''Sangat memuaskan, Nyonya. Dia gadis yang cerdas. Saya hanya memberi penjelasan singkat, dia langsung memahaminya."

Mutia tersenyum puas ternyata pilihannya tidaklah salah dan pada waktu yang tepat.

Semalam, dia tidak sengaja melihat gadis itu tengah di hadang tiga orang pria yang tengah menagih hutang padanya. Saat itu juga, dia mempunyai pemikiran jika dia wanita yang tepat yang dia cari untuk menjalankan rencana menyadarkan putranya.

Dia rela membuntuti kemana pun langkah gadis itu untuk memastikan jika dia benar-benar tengah tertimpa masalah berat.

''Pilihanku tidak salah, Freddy. Kita mulai besok pagi. Sekarang, panggil dia kemari," titah Mutia.

''Baik, Nyonya."

Tanpa menunggu lama, gadis itu sudah ada di hadapan Mutia.

''Ini semua untukmu." Mutia menyodorkan beberapa papper bag ke hadapan gadis itu.

''Ini apa, Nyonya?"

''Bukalah!"

Andrina mulai membuka satu persatu tas kertas yang ada di depannya. Dia tidak percaya ketika melihat semua isinya.

''Ini tidak salah, Nyonya? Kenapa semuanya pakaian seperti ini?"

''Itu pakaian yang harus kau pakai selama kau menjalankan misi," jawab Mutia dengan nada dingin.

''Tapi ini seperti--"

''Wanita malam." Mutia menyela ucapan gadis itu.

Andrina mengangguk pelan.

''Memang itu tujuanku. Menjadikanmu wanita seperti itu di hadapan putraku agar dia benar-benar tertarik dengan tubuh indahmu."

Andrina terkesiap mendengarnya. Mutia tidak mengatakan hal ini sejak semalam. Jika seperti ini, ingin rasanya dia membatalkan semuanya. Kenapa dia tidak berpikiran sampai kesana.

"Kalau kau mundur kau harus mengembalikan uang yang kuberikan kepadamu, saat ini juga. Aku tau kau masih punya tanggungan hutang pada rentenir tua itu. Dan sisanya kau pergunakan untuk menebus obat ayahmu dan biaya sekolah adikmu."

''Bagaimana Anda bisa tau semuanya? Apa Anda mengintai saya? Apa Anda mengikuti semua gerak-gerik saya?" cecar Andrina dengan nada pelan penuh penekanan.

Mutia tertawa sumbang melihat kepolosan gadis yang ada di hadapannya. "Sangat mudah bagiku untuk mengetahui semua tentangmu hanya dalam satu malam."

''Pikirkan baik-baik, sekarang kau sudah tidak memiliki pekerjaan. Kebutuhanmu masih sangat banyak. Dari mana kau akan mendapatkan uang jika tidak bekerja, sedangkan mencari pekerjaan tidaklah mudah, betul bukan?"

''Renungkan semuanya baik-baik. Mumpung belum terlanjur, kau bisa mundur. Tapi kau juga harus mengembalikan uang dariku dalam waktu dekat. Aku anggap kau telah ingkar akan janjimu, otomatis perjanjian mengenai uang itu juga batal."

Mutia terus mempengaruhi pikiran gadis itu, bagaimana pun juga Andrina harus benar-benar masuk dalam perangkapnya dengan sukarela.

''Baiklah, saya maju," jawab Andrina pasrah.

''Katakan sekali lagi, aku tidak mendengar suaramu, Andrina."

''Saya akan melanjutkan misi ini," tegasnya dengan suara lantang.

Mutia tersenyum puas, taktiknya berhasil. Gadis itu benar-benar masuk dalam perangkapnya.

''Setelah ini kau tidak akan bisa mundur lagi, Paham!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status