Home / Romansa / Wanita Penggoda sang CEO / Chapter 4. Kilas Balik (Permasalahan)

Share

Chapter 4. Kilas Balik (Permasalahan)

Author: mbak miss
last update Last Updated: 2022-11-26 13:13:06

''Hallo ... Ada apa menghubungiku di jam kerja?" tanya Andrina dengan berbisik ketika mengangkat telpon dari adiknya.

Dia terpaksa menghentikan pekerjaan, matanya awas melongok kanan-kiri untuk memastikan tidak ada yang melihat aktivitasnya.

''Halo, Kak. Bapak kambuh, obatnya juga habis. Bagaimana ini, Kak?''

Suara panik adiknya menyapa indra pendengarannya untuk pertama kali.

''Kamu tenang dulu. Buatkan air hangat untuk bapak! Nanti, sepulang kerja kakak akan beliin obatnya,'' kata Andrina berusaha menenangkan adiknya.

Meskipun, dia tak tahu akan mendapat uang darimana. Dia akan mengusahakannya, dengan meminta gajinya bulan ini terlebih dahulu, misalnya.

''Oke, nanti aku buatkan buat bapak.''

''Kak,'' panggil Andhika lagi.

''Ya, apa?''

''Emmm ... gimana ya?'' Andhika meragu untuk menyampaikan.

''Apa, Dhika?'' tanya Andrina dengan tidak sabar, ''cepetan kerjaan kakak belum selesai.''

''Uang bulanan sekolahku nunggak tiga bulan. Sebentar lagi, aku juga ujian semester. Aku diberi waktu tiga hari untuk melunasi semuanya. Kalau tidak, aku enggak boleh ikut ujian.''

Andrina menghela nafas panjang. ''Kakak usahakan tiga hari lagi kamu bisa melunasi semuanya.''

''Beneran, Kak.'' Terdengar nada antusias dari seberang sana.

''Iya,'' jawab Andrina lemah.

''Oh, ya, Kak.''

''Apalagi, Dhika...,'' sahut Andrina dengan gemas sekaligus geram.

''Pak Harjo si Rentenir tua itu tadi kemari. Dia menagih uang cicilan berserta bunganya. Kalau kakak tidak segera membayar, nanti rumah ini akan disita,'' tutur Dhika dengan hati-hati.

Andrina memejamkan mata, kepalanya berdenyut seketika. Kenapa masalah datang bertubi-tubi seperti ini. Belum selesai masalah satu, datang masalah lain. Ingin rasanya, dia berteriak sekeras-kerasnya agar bebannya bisa hilang.

Dua bulan lalu, dia terpaksa meminjam uang kepada Rentenir itu untuk membiayai pengobatan ayahnya di rumah sakit. Ayah Andrina menderita penyakit Tuberculosis yang lumayan parah. Dan waktu itu sedang kambuh hingga mengharuskannya di rawat inap.

''Nanti kakak pikirkan.'' Andrina memutus sambungan teleponnya sepihak. Dia tidak ingin lagi mendengar sesuatu yang membuat kepalanya bertambah pening.

''Andrina!''

Andrina tersentak mendengar suara lantang atasannya.

''Ya, Bu.''

''Pekerjaan kamu belum selesai sudah bermain ponsel. Mau saya beri SP 1, kamu?'' tegur wanita tambun itu dengan berkacak pinggang.

''Tidak, Bu. Maaf. Saya akan segera menyelesaikan pekerjaan saya.''

Andrina segera meraih kembali peralatan kebersihan, kemudian melanjutkan kembali pekerjaannya.

Andrina bekerja sebagai Petugas kebersihan di sebuah Bank Konvensional. Dia hanya tamatan Sekolah Menengah Atas, sangat sulit baginya untuk mencari pekerjaan yang layak dengan gaji yang lumayan.

''Cepat kamu selesaikan! Saya tidak mau saat nasabah datang tempat ini belum bersih,'' titah tegas sang atasan.

''Iya, Bu, iya....''

Sungguh, telinganya terasa panas mendengar omelan wanita cerewet ini.

----------------

"Kak Na, mana obat buat bapak?"

Belum sempat Andrina mendudukkan tubuh untuk melepas penat tapi adiknya sudah menodong dirinya dengan pertanyaan yang membuat kepalanya pening.

Wanita itu hanya menghela nafas.

"Bapak mana?"

Mengabaikan pertanyaan sang adik, dia justru balik bertanya.

"Istirahat di kamarnya," jawab Dhika singkat.

Pemuda itu masih fokus dengan buku-buku yang ada di meja belajarnya.

"Kamu lanjut belajar saja. Kakak mau nengok bapak dulu," kata Andrina dengan berlalu menuju kamar ayahnya.

"Bapak tidur?" tanya Andrina pelan dengan melongokkan kepala.

Seorang pria paruh baya tersenyum lembut pada putrinya.

"Belum," jawabnya dengan nada lemah sambil menahan batuk.

"Bapak udah baikan belum?"

"Sudah," jawabnya masih dengan nada yang sama.

Pria paruh baya itu berusaha terlihat baik-baik saja untuk menghilangkan kekhawatiran putrinya.

Uhuk-uhuk-uhuk.....

Sandi terbatuk tanpa henti dengan tangan menutupi mulut. Tak lama setelahnya tampak noda darah menempel di telapak tangannya.

"Bapak, maafkan Na," kata Andrina dengan mata berkaca-kaca.

Dia membantu membersihkan darah yang ada di tangan sang ayah menggunakan tisu basah yang ada di dekatnya.

Andrina benar-benar seperti anak tak berguna karena tak bisa membelikan obat untuk orang tuanya.

"Tidak apa-apa. Sebentar lagi bapak akan baikan. Tadi sudah minum air hangat di buatkan adikmu," ucap Sandi untuk menenangkan putrinya.

Sandi berusaha sekuat tenaga menahan air mata agar tidak terjatuh. Hatinya benar-benar hancur saat melihat Andrina berjuang mati-matian untuk kesembuhannya.

Setengah tahun yang lalu, lebih tepatnya beberapa bulan setelah kematian sang istri. Sandy di diagnosis terkena Tuberculosis yang menyerang organ paru-parunya. Awalnya, ia hanya mengidap TBC laten karena memang tidak menunjukkan gejala apapun. Namun seiring berjalan waktu, berubah menjadi TBC Aktif karena ia tidak teratur menjalani pengobatan sesuai anjuran dokter.

Semenjak saat itu, ia diharuskan meminum obat secara rutin selama sembilan bulan. Pengobatan Sandi terhambat karena seringkali Andrina tidak mempunyai uang untuk menebusnya. Dan hal itu pula yang menyebabkan kondisi pria baya itu semakin parah.

''Bapak mungkin bisa membohongi Dhika, tapi tidak dengan Na," ujar Andrina dengan menatap nanar tubuh kurus sang ayah.

''Bapak tidak apa-apa, Na. Sungguh!"

''Beli obatnya besok saja setelah kamu punya uang. Bapak masih bisa menahan, batuk dan sesaknya bisa di redam dengan minum air hangat."

Andrina segera menghapus air mata yang sempat menetes, kemudian bangkit dari duduknya.

"Bapak istirahat saja. Aku usahakan malam ini bapak bisa minum obat."

''Na, kalau tidak punya uang tidak usah dipaksa. Bapak masih bisa menahan." Sandi mengulangi perkataannya.

''Ada kok, Pak. Tadi aku diperbolehkan bon gaji sama atasan," dustanya sambil berlalu dari kamar sang ayah.

Padahal tidak seperti itu kenyatannya. Dia sempat izin meminta gajinya di awal, namun langsung ditolak tegas oleh atasannya meskipun Andrina sudah mengutarakan alasannya.

''Dhika, kakak mau cari obat buat bapak. Kalau mau tidur, jangan lupa kunci pintu. Kakak bawa kunci cadangan." Dia berpesan kepada sang adik sebelum meninggalkan rumah.

''Iya...."

----------------

"Mau kemana, Drina?"

Andrina terkejut ketika melihat pria yang sangat dia hindari menghadang langkahnya.

"P-pak Harjo."

''Iya ini aku. Mau sampai kapan kau terus-menerus menghindariku? Ingat, Drina! Jika kau tak segera membayar cicilan, hutangmu akan semakin menumpuk."

''Aku beri tau total hutangmu saat ini."

''Berapa, Pak?" tanyanya dengan menahan nafas karena pria itu berucap tepat di depan wajahnya.

''Dua puluh lima juta," bisik pria tua itu.

Andrina tak dapat menutupi rasa terkejutnya.

Dia menelan ludah kelat. " Kenapa jadi sebanyak itu?" bisiknya dalam hati.

''Itu belum masuk hitungan bunga bulan ini," ucap pria itu dengan santainya.

''Apa, Pak? Bapak mau memeras saya apa gimana? Saya hanya berhutang lima juta, kenapa jadi membengkak sebesar ini?" Andrina menyanggah tidak terima.

''Apa kau lupa kesepakatan awal, bunganya sebesar lima persen per bulan, sedangkan kamu belum mencicilnya sama sekali. Jadi, salah siapa?" Pria paruh baya itu tersenyum mengejek kearahnya.

''Beri saya tenggat waktu," ujar Andrina dengan nada pelan.

"Kuberi waktu selama seminggu dan kamu harus membayar setengahnya. Jika masih molor, terpaksa aku ambil rumahmu."

''Baik, akan saya usahakan."

Andrina terpaksa menyetujui, meski dia juga tidak tahu dari mana akan mendapat uang sebanyak itu.

''Aku tunggu kedatanganmu."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Wanita Penggoda sang CEO   Chapter 27. Di mana Gavin?

    Setelah mendatangi apartemen yang kini menjadi hak milik Andrina, Erick melajukan mobilnya menuju ke kediaman mewah Mutia. Bukan hal sulit baginya untuk masuk ke sana. Karena sebelum hubungan terlarangnya bersama Gavin terbongkar, dia sering bertandang ke kediaman mewah itu."Gavin! Gavin! Keluar kamu!" Suara bass Erick menggema di ruang utama.Pria itu terus berteriak memanggil nama Gavin, berharap pria itu segera menunjukkan batang hidungnya."Gavin, keluar! Aku tau kamu di dalam!""Keluarlah! Aku ingin bicara.""Gavin!"Teriakan itu berhasil mengusik ketenangan Mutia yang tengah bersantai di gazebo samping rumah. Wanita paruh baya itu berdecak kesal sembari meletakkan kasar majalah yang sejak tadi menjadi temannya."Anak ini kalau dibiarkan akan semakin menjadi."Mutia segera beranjak untuk menghampiri sumber keributan yang ada di rumahnya."Heh, apa kamu gak pernah diajari sopan santun!" hardik Mutia, "masuk rumah orang bukannya salam malah teriak-teriak macam orang gila, ini ruma

  • Wanita Penggoda sang CEO   Chapter 25. Seperti Simpanan Pria Kaya

    "Tuan ... Tolong dengarkan saya dulu!" Andrina terus mengekor kemanapun Gavin melangkah. Dia berusaha menjelaskan kejadian yang sebenarnya mengenai peristiwa malam itu."Jangan seperti ini! Saya minta waktu Anda semenit saja.""Saya mohon, Tuan."Akan tetapi, Gavin seakan menulikan telinga. Pria itu justru sibuk berkemas memasukkan semua pakaiannya ke dalam koper daripada menanggapi ucapan wanita itu."Tuan, tolong jangan pergi! Dengarkan saya dulu.""Tuan, malam itu—"Andrina meneguk ludah kasar saat mendapat tatapan tajam dari Gavin. Nyalinya mendadak ciut saat merasakan aura mencekam di hadapannya. Namun, wanita itu tak ingin menyerah begitu saja tekadnya sudah kuat untuk memberitahu kejadian yang sebenarnya."Malam itu ... saya—""Diam, Andrina! Atau ‘ku robek mulutmu," gertak Gavin.Dia benar-benar tidak ingin diingatkan dengan peristiwa malam sialan itu. Akibat kejadian itu, dia telah mengkhianati Eric

  • Wanita Penggoda sang CEO   Chapter 25. Remuk Redam

    "Tuan, sadar! Tolong, jangan seperti ini! Ini tidak benar." Andrina berteriak berusaha menjauhkan tangan Gavin yang membelit erat tubuhnya.Gadis itu berusaha menjauhkan wajahnya dari serangan bibir atasannya. Gavin seperti orang kesetanan yang ingin melahap habis dirinya."Tuan Gavin, sadar! Tolong lepaskan saya!" "Tubuhmu wangi, Andrina. Aku suka," ucapnya lirih mirip seperti suara desahan."Anda kenapa? Kenapa jadi seperti ini? Aku mohon, lepaskan aku! Hiks ... Hiks...."Wanita itu meronta-ronta berusaha untuk melepaskan diri dari kungkungan atasannya. Air mata mulai mengenang di kedua matanya.Namun, semakin dia berusaha keras memberontak semakin membuat naluri Gavin tertantang. Pria itu justru membenturkan tubuh mungil sang sekretaris ke sebuah dinding, lalu menyerangnya dengan brutal, bahkan tidak mengindahkan permohonan Andrina yang meminta dilepaskan."Tuan, hentikan!" seru Andrina yang mulai kewalahan menghadapi serangan atasannya.Air mata lolos begitu saja ketika Gavin mula

  • Wanita Penggoda sang CEO   Chapter 24. Melaksanakan Rencana

    "Ingat! Selalu didekatku, jangan jauh-jauh!" bisik Gavin ketika mereka hendak memasuki lobby hotel bintang lima.Andrina mengangguk tanda paham."Usir setiap wanita yang mendekatiku! Terserah bagaimanapun caranya, aku tidak peduli.""Baik, Tuan."Keduanya terus berjalan hingga memasuki sebuah ruangan luas tempat acara diadakan. Suasana ballroom sangat meriah, alunan musik mengalun merdu menyapa pendengaran sepasang bos dan sekretaris itu. Si empu acara tampak menyapa satu per satu tamunya didampingi pasangannya, termasuk menyapa Gavin dan Andrina. Senyum ramah tak pernah pudar dari keduanya."Selamat datang, Gavin! Lama aku tidak melihatmu. Kau sudah sebesar dan setampan ini," seru Tuan Rendra seraya menepuk pelan kedua lengan pria itu.Gavin tersenyum tipis menanggapi. "Bagaimana kabar Mutia? Aku juga lama tak jumpa dengan mommy-mu." Giliran istri Tuan Rendra yang bertanya.Semua itu hanya basa-basi belaka. Sesungguhnya, wanita itu juga sudah mengetahui rencana istri almarhum sahaba

  • Wanita Penggoda sang CEO   Chapter 23. Rencana Tidak Berlaku

    "Apa kau pikir aku jatuh hati padamu?"Wanita itu semakin merapatkan tubuhnya pada pintu ketika melihat Gavin bergerak pelan mendekatinya. Sungguh hatinya merasa ketar-ketir saat ini."Katakan, Andrina!" bisik Gavin yang sudah menghimpit tubuhnya, bahkan gadis itu harus menahan nafas karena sapuan hangat nafas pria itu menerpa kulit wajahnya."Ma-maaf atas kelancangan saya, Tu-tuan. Bisakah Anda menyingkir?" Kedua tangan wanita itu menahan dada bidang yang hendak menempel pada tubuhnya."Tatap aku dan jawab pertanyaanku!"Seakan dihipnotis, Andrina menuruti perintah atasannya. Tatapannya terpaku pada manik coklat yang sejak tadi menatap lekat ke arahnya. Percayalah! Ritme jantungnya semakin tidak terkontrol."Apa kau pikir kau pikir, aku jatuh hati padamu?" Gavin mengulang pertanyaannya."Jawab saja! Aku butuh jawabanmu."Andrina mengangguk pelan. Dia refleks menutup mata saat melihat Gavin semakin memangkas jarak. Ingin rasanya, dia terlepas dari posisi ini, tetapi kenapa kakinya ter

  • Wanita Penggoda sang CEO   Chapter 22. Rencana Terselubung

    "Datanglah ke acara ini!" Mutia menyodorkan sebuah undangan ke hadapan putranya.Gavin tampak melirik sekilas, tidak niatan sedikitpun untuk meraih apalagi menyentuh undangan itu."Kenapa bukan mommy saja? Biasanya mommy yang antusias mendatangi acara-acara seperti itu.""Mommy ada acara di waktu yang sama Gavin! bisa, tidak? Sekali ini saja ... Turuti mommy. Kalau mommy tidak ada halangan, mom tidak akan repot-repot menemuinmu," sahut Mutia dengan menahan kekesalannya."Ya kalau mom ada halangan, mom tidak usah hadir, gitu aja kok repot," sahut Gavin seraya menunjuk dagu undangan di depannya."Jika si pemilik acara bukan sahabat baik daddy-mu, mommy tidak akan sebingung ini. Dia termasuk orang yang berjasa untuk perusahaan ini.""Jika tidak ada dia, mungkin perusahaan ini sudah gulung tikar puluhan tahun lalu. Sebab daddy-mu lebih sibuk mengurus wanita itu daripada bisnisnya," sambungnya."Jangan pernah menyebut dua keparat itu di depanku, meskipun mereka sudah mati rasa benciku tida

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status