Home / Romansa / Wanita Rahasia CEO / BAB 5 I Perhatian

Share

BAB 5 I Perhatian

Author: Blezzia
last update Last Updated: 2021-01-27 20:41:51

Senin pagi Via merasa kembali tidak enak badan. Dia memutuskan untuk cuti satu hari saja. Sean menatapnya khawatir, terlihat enggan ke kantor ketika mendapati Via berbaring tak berdaya. Pria itu juga membujuk Via pergi ke dokter, tetapi dia menolak karena rumah sakit memberinya trauma.

Sean yang tahu bahwa Via takut rumah sakit akhirnya

memilih untuk tidak memaksa, meski ekspresinya tampak keberatan.

“Ya Daren,” kata Sean sembari sesekali melirik ke arah Via yang mendengarkan dari atas kasur. “Aku tidak bisa ke kantor hari ini,” lanjutnya, memberi tahu Daren melalui panggilan telepon. “Hmm … hmm … yup, Oh, Ok, baiklah,” gumam Sean lalu berjalan keluar menuju ruang kerja.

Melihat punggung Sean yang menghilang di balik pintu, membuat Via menghembuskan napas panjang. Tadinya dia pikir Sean tidak peduli dan pergi kerja meninggalkan Via sendiri, tetapi ternyata dia salah. Hatinya berbunga begitu Sean menghubungi manajer operasional bahwa dia cuti hari ini.

Beberapa saat kemudian Sean kembali ke kamar, tidak terlihat ponsel di tangan yang digantikan semangkuk bubur. Dia tersenyum pada Via lalu mendekat ke ranjang.

“Hari ini aku akan mengurusmu. Sudah kuminta Daren untuk menggantikanku di Luna Star sementara,” jelas Sean walau Via tidak bertanya. Akhir-akhir ini Sean sering melakukan hal-hal yang di luar kebiasaan.

“Kau mau makan sendiri atau aku yang suapi?”

Melihat Sean hendak menyendok bubur, Via pun bangkit dan meminta mangkuk bubur tersebut.

“Aku suap ya,” bujuk Sean tiba-tiba.

Sesaat Via termangu, wajahnya pun merona. Mendapat tatapan Sean yang memohon Via juga tidak mau menolak. Satu suapan masuk ke dalam mulutnya, mengukirkan senyum di wajah Sean yang rupawan. Hingga suapan terakhir, Sean tetap seperti enggan meninggalkan.

“Kau mau melakukan apa hari ini?” tanya Via begitu Sean menaruh mangkuk kosong ke atas meja.

“Aku akan mengerjakan sesuatu di ruang tengah, kau istirahat saja. Nanti akan aku bangunkan begitu makan siang tiba,” ucapnya sembari mendaratkan kecupan di dahi Via yang berkerut. “Jangan cemberut, jika kau tidak sedang sakit, aku pasti tidak akan mau beranjak dari kasur.”

Setelah mendapat cubitan cinta yang Via beri, Sean pun keluar kamar sembari tertawa. Apa lagi wajah Via memerah bukan karena demam, melainkan godaan Sean barusan.

Beberapa jam kemudian, Via terbangun kembali, dan melirik jam di atas meja menunjukan pukul sebelas. Dia tidak sanggup untuk melanjutkan tidur kembali, sehingga memutuskan untuk bersih-bersih diri dan mencari Sean setelahnya.

Pria itu tampak sibuk di meja makan dengan tumpukan kertas di tangan serta laptop yang menyala di atas meja. Kepalanya terangkat begitu melihat kehadiran Via saat memasuki ruangan.

“Hey,” sapa Sean melihat wajah Via segar kembali sehabis istirahat yang cukup.

“Hey,” balas Via mendekat dan mendaratkan ciuman di pipi pria itu. “Kau sibuk sekali.”

Sean menggelengkan kepala, “Tidak juga. Hanya beberapa laporan yang masih bisa diperiksa lain kali. pekerjaanku baru saja selesai.” Dia berdiri sembari merapikan meja.

Via memeriksa kulkas dan hendak menyiapkan makan siang saat dia merasakan tangan Sean melingkari tubuhnya dari belakang.

“Tidak perlu memasak, aku akan memesankan sesuatu,” bisik Sean sembari meninggalkan kecupan demi kecupan di sepanjang leher hingga bahu.

Tubuh Via bergetar, menerima bibir Sean yang panas.

“Tapi aku ingin melakukan sesuatu. Diam saja membuatku bosan,” ucap Via di tengah cumbuan itu.

Sean pun menghela napas dan melepas pelukan. “Baiklah, aku akan membantu. Apa yang kau butuhkan?” tanyanya ikut memerhatikan isi kulkas di hadapan mereka.

Setelah memutuskan bahan-bahan yang akan digunakan, keduanya bekerja bersisian dengan suasana khidmat dan hening menyelimuti, hanya terdengar suara pisau di atas telenan, dan gemerisik air serta minyak pada wajan.

Setelah makanan siap dihidang, keduanya makan di ruang TV sembari menikmati film roman picisan yang Via plih. Sembari mengunyah, sesekali Sean mengomentari adegan demi adegan yang baginya tidak masuk akal.

“Lihat saja, mereka pasti putus,” katanya melihat pertengkaran pasangan di layar plasma.

Via tertawa saat prediksi Sean terbukti. “Kau lebih cocok jadi komentator.”

“Filmnya mudah ditebak, dan alurnya terlalu mainstream,” jawab Sean melihat ending yang tidak memuaskan. Sean merapatkan tubuh dengan Via begitu mereka menghabiskan makan siang, sedang tangannya mengelus lengan dan bahu gadis itu walau matanya fokus ke depan menyaksikan pertunjukan.

“Kau mau menonton film yang lain?” tawar Sean yang disetujui Via.

“Kau benar, filmnya tidak seru.”

Setelah berpindah channel, Via pun bersandar ke sofa dan merebahkan kepala pada bahu Sean yang bidang. Jemari lentiknya memainkan baju kaos pria itu dengan gerakan malas. Kali ini keduanya menonton film tentang seorang wanita desa yang meraih mimpi di kota besar. Setelah film berjalan setengah, Sean seakan tidak bisa diam untuk tidak bertanya.

“Kau pernah bilang ingin memiliki toko roti,” bisik Sean ketika Via mulai mengantuk hingga kelopak matanya setengah terpejam.

“Ya, dan kau sudah tahu ini sejak awal kita bertemu.” Via ingin tertawa mengingat kirman roti yang sangat banyak ke apartemen di awal-awal mereka menjalin hubungan.

“Apa kau masih menolak tawaranku?”

“Aku masih tidak ingin kau membantuku terus, toko roti ini adalah impianku dan aku ingin membangunnya dari keringatku sendiri, Sean.”

Beberapa kali Sean menawarkan maka sebanyak itu pula Via menolak. Baginya kehdiran Sean saja sudah cukup. Belum lama ini Via juga merasa terganggu dengan pemberitaan di media tentang wanita yang dikabarkan bertunangan dengannya, tetapi Via memilih diam daripada bertanya.

“Tidurlah, aku akan mebersihkan ini,” kata Sean mengakhiri pembicaraan.

Malamnya, Via terjaga dan mendapati Sean tidak ada di sebelah. Suara gumaman pria itu terdengar samar-samar dari arah ruang tengah. Setelah mencuci wajah, Via bermaksud untuk menyusul Sean, dan juga dia merasa lapar.

Begitu melintasi kamar, tanpa sengaja Via mendengar Sean mengatakan sesuatu yang membuat langkahnya terhenti.

“Aku akan pulang beberapa hari lagi Eve, kita bisa bertemu di sana.”

Walau Sean tidak terdengar berbisik, tetapi Via merasa hatinya berdenyut bagai dicubit. Mendengar nama wanita lain yang menjadi pasangan Sean di setiap gossip ternyata membuat hati Via tidak kuat.

“Ya, akan kusampaikan pada Ibu. Kau pulang juga?”

Entah mengapa mendengar interaksi keduanya, semakin meyakinkan Via bahwa Sean dan Evelyn memiliki hubungan yang begitu dekat.

“Hmm … hmm … aku juga rindu padamu. Kabari aku bila kau sudah sampai.”

Hati Via bergetar mendengar nada Sean yang mengatakan rindu pada wanita lain. Selama ini pria itu tidak sekali pun mengucapkan kata-kata yang menunjukan perasaan seperti rindu, atau panggilan kecil; misalnya sayang, baby, atau sejenis. Hati Via terasa berdarah mendengar nada suara Sean yang rendah saat mengucapkan kata tersebut pada wanita di seberang.

Tahu diri akan posisinya, Via pun menguatkan diri, memasang senyum pura-pura berharap Sean tidak menyadari, serta mempersiapkan diri keluar kamar begitu Sean menyudahi panggilan telepon. Sengaja Via berjalan dengan menghentakan kaki, sedikit bersuara untuk memberi tahu keberadaannya.

“Hey,” sapa Sean melihat Via keluar kamar dengan wajah masih mengantuk.

“Hey, aku lapar,” jawab Via dengan senyum kecil sedikit dipaksa, berharap senyumnya terlihat natural di mata Sean.

“Aku memesankan makanan kesukaanmu. Ayo kutemani,” katanya dengan pandangan lembut yang tidak biasa.

Sesaat tadi Via merasa seolah mata Sean memancarkan cinta, tetapi dia menepis karena setelah mendengar cara pria itu berbicara dengan Evelyn, membuat Via tidak bisa mempercayai matanya sendiri.

Sean menuntun Via hingga ke ruang makan, keduanya menikmati makan malam dalam hening. Via yang penuh akan pikiran sendiri, sedang Sean entah memikirkan apa di sebelah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Helmy Rafisqy Pambudi
syng sebagai sahabat ya Sean..tp via nangkepnya lain Lo...
goodnovel comment avatar
Thina Sasi
kadang yg kita harapkan tidak sesui dg kenyataan
goodnovel comment avatar
Ummu Ahsan
.................... ketika kamu merasa sudah memiliki sosok seperti Sean ternyata Takdir berkata lain
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Wanita Rahasia CEO   SELESAI - Mrs. Hilda Johanson

    Hilda menyerahkan aksesoris bros yang dirinya pinjam dari Slaine saat acara lingerie mereka kemarin. Pipinya merona kemerahan saat mengingat yang terjadi di meja makan bersama Danny waktu itu. Karena benda mungil inilah Danny mendapatinya dalam posisi menungging di bawah meja. Untungnya Slaine tidak menyadari perubahan ekspresi wajahnya tersebut. Bayangan kejadian lalu masih melekat erat dalam ingatan, terutama saat pria itu melakukan sesuatu yang taboo di sana, membuat Hilda semakin kesulitan menyembunyikan rona di pipi. Wajahnya terasa panas, hingga tanpa sadar tangannya mengipasi diri. “Apa kau kepanasan?” tanya Slaine dengan dahi bertaut heran. Gadis itu menatap sekitar, pada langit cerah yang terasa sejuk di jam sepagi ini. Keduanya sengaja memilih mengungsi ke taman setelah kedatangan rombongan pria-pria Red Cage. Dan tentu saja Slaine melakukan itu setelah melihat si pria menyebalkan ─ Knight Miller ─ ada di antara mereka. “Ah … ya, sedikit,” jawab Hilda berbohong. “Apa kau

  • Wanita Rahasia CEO   Hilda & Danny 50 I Rencana

    Tepat pukul delapan pagi itu, berita pertunangan Hilda dan Danny terdengar hingga ke seluruh Denver. Hal itu tentu saja mengundang banyak rasa penasaran dari sekitar, termasuk para petinggi di organisasi Red Cage yang saat itu berkumpul di meja makan kediaman Danny sendiri.Si tuan rumah yang baru saja keluar dari kamar pribadinya hanya bisa menatap tajam pada beberapa kepala yang telah memenuhi sekitar meja makan.“Ah … lihatlah, aku sudah bilang dia akan melamarnya kurang dari tiga bulan,” ucap Jaxon Bradwood yang tengah mengeluarkan setumpuk uang dari saku celana dan diikuti oleh yang lain.Sementara itu, Gavin yang berwajah masam hanya bisa menggerutu sembari melemparkan tatapan kesal pada Danny yang rambutnya mencuat kesegala arah.Semua orang dapat melihat apa yang terjadi dengan rambut-rambut itu sebelumnya.“Aku tidak mengerti, mengapa kau selalu keluar menjadi pemenang setiap kali kita taruhan. Apa kau cenayang?” dengus Connor yang baru saja kehilangan nol koma nol nol nol no

  • Wanita Rahasia CEO   Hilda & Danny 49 I Jawaban

    “A-apa yang kau lakukan?” bisik Hilda terbata. Tangan feminim yang berada di depan bibirnya tampak bergetar, menutupi keterkejutan. “…Danny?”“Mmm … aku tahu sekarang bukan waktu yang tepat untuk melakukan ini. Tetapi, aku tidak tahu bagaimana harus melakukannya dengan cara yang benar,” jelas Danny dengan jantung sedikit berdebar hingga dia dapat merasakan organ penting itu hendak lepas dari sarang.Berkali-kali dia menarik napas sembari menunggu dengan keringat dingin mengalir di punggung.Gugup. Itu adalah kata yang tepat saat ini. Dan selama hidupnya, dia tidak mengenal perasaan tersebut.Dengan tatapan masih tidak percaya, Hilda mengedipkan mata berkali-kali. Dia bahkan menatap wajah Danny dan kotak itu secara bergantian.“Kita bisa membuat kesepakatan jika kau menerima lamaranku,” tambah Danny yang tampak kesulitan mengutarakan tawaran.Dia menarik napas panjang sekali lagi, mengusir sesuatu yang mulai menggelayuti, sebelum akhirnya memantapkan diri dan mulai melanjutkan.“Aku ak

  • Wanita Rahasia CEO   Hilda & Danny 48 I Kejutan

    Cukup puas Danny memandangi wajah lembut dari wanita yang berbaring di sampingnya. Kini, perhatian Danny pun beralih pada jam di atas nakas. Berkali-kali dia menarik napas dan menghelanya perlahan, hingga akhirnya Danny pun memutuskan untuk menarik selimut yang membungkus tubuh terlelap Hilda.Sebelum beranjak dari kasur, dia sengaja mengecup permukaan dahi wanita itu untuk sekian detik lamanya. Akan tetapi, perhatiannya terfokus pada ceceran baju mereka di atas lantai. Dan saat itulah dia memandangi celana yang tadi dipakai.Sembari menarik napas panjang, Danny bangkit dari ranjang dan berlutut di depan celana tersebut.Sekelebat emosi tampak berkejaran di balik matanya yang jernih. Namun, tubuhnya menegang begitu dia mendengar panggilan feminim dari balik punggung.“Apa yang kau lakukan di sana?”Suara Hilda terdengar serak dan sedikit berat. Mata gadis itu tampak sayu, seakan baru saja terpuaskan dengan kegiatan mereka sebelumnya. Hal itu mengundang senyuman kecil di sudut bibir Da

  • Wanita Rahasia CEO   Hilda & Danny 47 I Petaka Lingerie

    “Apa yang kau lakukan di tempat ini, hmm?” bisik Danny, tepat di telinga Hilda yang memerah.“Ka-kapan kau datang? Bukankah kau seharusnya kembali tengah malam nanti?”Wanita itu tampak berusaha menutupi tubuhnya yang hanya dibalut oleh kain tipis. Dan jemari lentik gadis itu seketika menarik perhatian Danny, hingga tanpa sadar lengan kekar pria itu mencoba menghentikan apa yang hendak Hilda lakukan.Dengan dengusan pelan, Danny seakan sengaja mengabaikan pertanyaan gadis itu.“Coba lihat ini.” Dari tatapannya yang teduh, jelas sekali bahwa dia tengah mengagumi pemandangan di hadapan. “Apa yang sebenarnya kau lakukan, Perle? Apa kau sengaja hendak menggoda semua orang selama aku tidak ada?”Siluet tubuh gadis itu seakan menggoda Danny untuk tidak menerkamnya saat itu juga.Akan tetapi, Hilda yang mendengar intonasi pria itu yang sedikit berbeda dari biasanya pun mencoba untuk menutupi tubuhnya kembali.“A-aku ingin kembali ke kamar,” ucap gadis itu gugup sembari berusaha melepaskan di

  • Wanita Rahasia CEO   Hilda & Danny 46 I Petaka Sebuah Lingerie

    Suara deru mesin mobil yang melewati gerbang membuat Xavier sedikit terheran. Pria itu bahkan menunggu di depan pintu dengan posisi istirahat di tempat, sedangkan kedua kaki terbuka sedikit lebar dan tangan berada di balik tubuh.“Sir,” sapanya begitu Danny turun dari mobil.Melihat ekpresi atasannya yang masam, Xavier memilih untuk bungkam sesaat. Namun, lirikan mata yang dia lemparkan pada Nakuru sudah cukup untuk memberikan signal bahwa dia sangat penasaran dengan kedatangan mereka yang tiba-tiba.“Katakan pada yang lain, aku tidak ingin diganggu. Batasi akses untuk menemuiku,” ucap Danny sembari melewati bawahannya tersebut.Dia bahkan tidak lagi melihat sekitar, dan terus melangkah lurus melewati pintua. Akan tetapi langkahnya seketika terhenti begitu dia mendengar suara tawa beberapa wanita dari lantai dua.Dengan alis bertaut dan kening berkerut bingung, Danny pun tampak menahan diri untuk tidak berbalik badan. Seketika saja dia mengurut pelipis dan menarik napas cukup panjang,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status