Zach berdecih remeh. "Aku bukan menyelamatkanmu, tapi menyelamatkan adikku dari gadis sampah sepertimu. Mana mungkin seorang kakak tega melihat adiknya menjamah perempuan sejelek dan sekurus dirimu?" ejeknya.
"Bajingan ...." Evelyn melotot geram. Entah sudah berapa kali ia dihina dan dipermainkan oleh Zach—padahal pertemuan mereka belum sampai satu minggu.Sejenak pria berperawakan tinggi itu memperhatikan wajah Evelyn. Ia melihat ada setitik darah yang keluar dari dagu gadis manis tersebut. Refleks Zach mengangkat tangan dan mengusap luka kecil itu pelan-pelan. Darahnya tampak kering dan membeku. "Apa yang sudah Oliver lakukan padamu?" Kali ini ia memandang serius wajah Evelyn.Sontak Evelyn menyingkirkan tangan Zach dari dagunya, lalu berkata, "Jangan pedulikan aku."Zach mengerling sembari terkekeh gusar. Ia bertolak pinggang, mengembuskan napas panjang karena tidak menyangka akan menerima reaksi seburuk itu dari Evelyn. "Padahal aku berniat mengobati lukamu dan sedikit berbaik hati dengan meringankan penderitaan yang kau rasakan. Tapi melihat sikapmu yang dingin dan angkuh seperti ini, aku justru ingin membiarkanmu membusuk di ruang tahanan tanpa makanan dan minuman."Evelyn menyunggingkan senyuman miring. "Kalau begitu buatlah aku membusuk sekarang juga. Mungkin cara itu bisa menuntunku lebih cepat bertemu dengan malaikat maut." Alih-alih mengharap ampunan, ia malah menantang Zach dengan berani.Zach mengerutkan dahi. Bunyi gemeretak dari gesekan giginya terdengar samar-samar. Jelas ia sedang marah dan kesal menghadapi Evelyn. Namun, itu sama sekali bukan ancaman yang bisa membuat Evelyn tunduk dan menyerah.Manik mata Zach bergulir melirik Daissy. "Bawa dia ke harem, tapi jangan biarkan satu orang pun memilihnya sebagai teman tidur.""Laksanakan, Tuan!" Daissy mengangguk hormat, bahkan nyaris membungkuk.Daissy mengajak Evelyn menuju kamar para wanita simpanan yang hanya dimanfaatkan tubuhnya saja—termasuk oleh para pria yang sudah memiliki istri, bahkan istri mereka juga mengetahuinya. Di keluarga Muller, ini bukan menjadi hal yang tabu, melainkan sudah menjadi kebiasaan."Alex, panggilkan dokter secepatnya untuk Evelyn. Berikan perawatan yang layak untuk gadis itu," ucap Zach kepada salah satu anak buahnya.***Evelyn baru saja diperiksa oleh pakar kesehatan yang memang dipekerjakan untuk merawat selir-selir ataupun para pelayan yang membutuhkan penanganan khusus.Tapi setelah diperiksa, Evelyn dinyatakan baik-baik saja dan tidak ada luka serius selain hanya bagian dagu yang mengeluarkan secuil darah. Dagu Evelyn dibalut dengan plester usai diberi sedikit alkohol. Berlebihan sekali, bukan? Padahal Evelyn yakin sekali bahwa lukanya akan sembuh besok dan tidak meninggalkan bekas walau hanya satu millimeter saja.Setelah dokter pergi meninggalkan harem, Evelyn diminta untuk berbaring di atas matras baru yang disiapkan khusus untuknya."Tidurlah! Kau perlu istirahat untuk mengembalikan energi yang telah terkuras," titah Daissy seraya memijat pelan telapak kaki Evelyn."Aku baik-baik saja, Daissy. Kenapa aku diperlakukan seperti orang yang mau mati besok?" hardik Evelyn. Ia bersikukuh ingin beranjak dari matras, tetapi Daissy menahan tubuhnya agar tetap berbaring."Tuan Zach meminta agar aku dan Dr. James memberikan perawatan yang layak untukmu. Jadi, jangan sia-siakan kesempatan ini. Kau seharusnya senang karena Tuan Zach tidak menyuruh seseorang untuk menggantung dirimu di atas perapian.""Kau selalu bicara seolah aku adalah gadis yang paling beruntung karena tidak mati di tangan laki-laki biadab itu." Evelyn berdecih remeh.Hey! Padahal yang barusan bicara adalah Evelyn, tapi kenapa malah Daissy dan para wanita simpanan itu yang bergidik ngeri?Bahkan tidak ada Zach di sini. Sekalipun ada, Evelyn bersumpah tidak akan menarik kembali kata-katanya. Bila perlu, ia akan menoyor kepala sang mafia arogan tersebut dengan sangat keras."Jangan tatap aku seperti itu. Ayolah! Aku bukan pisang," ejek Evelyn, seolah semua orang di ruangan ini adalah monyet kelaparan yang memandangnya seperti makanan favorit.PLETAK!Tanpa pikir panjang Daissy melejitkan satu jitakan mulus pada dahi Evelyn, sehingga gadis itu meringis dibuatnya. "Jaga ucapanmu!" Ia menasihati.Evelyn memutar bola mata dengan malas. "Di mana toilet? Aku ingin buang air kecil." Kali ini ia mengubah posisi menjadi duduk dengan kedua kaki diluruskan ke depan."Ada di sebelah kanan," balas Daissy sambil menunjuk satu arah di ujung ruangan. "Itu toilet khusus para selir, tapi kau boleh memakainya.""Tidak, terima kasih. Aku mau toilet lain yang ada di luar harem," pinta Evelyn. Sebetulnya ia memiliki rencana untuk kabur dari tempat ini, meskipun perjuangannya pasti akan sangat melelahkan dan sulit karena diawasi oleh para penjaga mansion."Masuk ke toilet di ujung sana, atau tidak sama sekali!" Daissy bicara dengan nada tegas sambil melotot gusar. Ia pun bangkit dari kursi berbahan kayu jati yang didudukinya, lalu mengatakan, "Tetap di harem dan jangan berusaha kabur! Pintu akan aku kunci dari luar. Jika kau berpikir bisa kabur dari sini, maka buang jauh-jauh mimpimu itu sebelum kau menelan kecewa sendirian. Dan asal kau tahu, ini bukan pertama kalinya aku berhadapan dengan gadis sepertimu yang melakukan segala cara untuk bisa bebas dari mansion."Kalimat yang meluncur dari pita suara Daissy membuat Evelyn mengepalkan kedua tangan. Memandang kepergian Daissy dengan napas memburu karena kesal. "Sial!" Ia mengumpat pelan.***Evelyn baru saja mencuci tangan di bawah air yang mengalir dari keran. Kemudian, menatap cermin selebar dinding yang memantulkan bayangan dirinya, meletakkan kedua tangan pada sisi wastafel."Lihatlah! Betapa rendah dan hinanya aku sekarang." Gadis itu bergumam seorang diri, memperhatikan penampilannya yang dipaksa memakai gaun seksi seperti kekurangan bahan.Dalam kesendirian, wajah lembut Lady Stewart dan Victor Smith muncul begitu saja di dalam isi kepalanya. Menyadarkan betapa saat ini Evelyn sangat merindukan kedua orangtuanya."Ibu ... jemput aku." Ia bergumam, melirih. Bayangan wanita yang telah melahirkan dirinya ke dunia—yang sejak tiga tahun lalu meninggal dunia akibat tumor ganas yang menggerogoti tubuh kurusnya—mendadak berkelebat di pikiran Evelyn. Membuatnya semakin terluka dan merasa kesepian. "Ibu, kumohon bawa aku pergi sekarang juga. Lebih baik aku mati bersamamu daripada harus terjebak di tempat mengerikan ini."Terkurung di mansion mewah dan megah nyatanya tidak membuat Evelyn bahagia dan bangga. Ia justru terkekang. Tertekan. Mati rasanya jauh lebih baik dibandingkan harus terpenjara di tempat yang dihuni oleh para iblis yang bersembunyi di balik tubuh manusia."Ayah, putrimu sangat takut berada di sini. Aku tersiksa, sepi dan sendiri."Setitik cairan bening lolos dari pelupuk mata Evelyn tanpa diperintah. Hatinya mencelos. Ia tidak tahu bahwa rasanya akan sesakit ini jika jauh dari orang-orang tersayang.Padahal Evelyn akan melangsungkan pernikahan dengan tunangannya minggu depan. Akan tetapi, ia malah terjerembab di tempat ini tanpa tahu bagaimana cara untuk keluar. Terlebih lagi, ponselnya disita oleh anak buah Zach, sehingga ia tidak bisa menghubungi tunangannya atau siapa pun yang bisa ia mintai pertolongan."Kukira kau perempuan tangguh yang tak terkalahkan. Rupanya kau hanya berpura-pura kuat. Faktanya, kesepian bisa melemahkanmu."Seorang wanita sedang berjalan ke arahnya ketika Evelyn menoleh. Satu hal yang dapat dipastikan, Evelyn yakin sekali bahwa wanita itu adalah salah satu selir yang terjebak di harem. Wajahnya tak asing."Namaku Claudia." Wanita itu mengulurkan tangan, mengajak berkenalan. "Sepertinya kita bisa menjadi teman yang baik," imbuhnya.Meskipun sedikit ragu dan tidak minat, tapi pada akhirnya Evelyn mau berjabat tangan dengan Claudia dan tak lupa menyebutkan namanya. "Evelyn."Caludia menyandarkan tubuhnya pada sisi wastafel. Kemudian, melipat kedua tangan di bawah dada. "Jadi, seberapa panas permainan yang kau lakukan di atas ranjang, sampai-sampai Tuan Zach tidak membiarkan pria lain menyentuhmu?" Jujur, ia sangat penasaran sekuat apa daya tarik Evelyn, sehingga Zach tega memukul Oliver hanya karena adik kandungnya itu ingin menjadikan Evelyn sebagai selir."Sialan! Aku bukan jalang," bantah Evelyn. Jika orang lain berpikir bahwa dirinya telah melewati malam yang panas dengan Zach, jelas it
Kabar tentang menghilangnya Victor dan Evelyn benar-benar membuat gempar. Beritanya heboh, semua orang sibuk membahas dan berdiskusi di mana-mana. Terutama Lucas, laki-laki berusia dua puluh delapan tahun yang sudah menyusun rencana untuk menikahi Evelyn dua hari lagi.Isi kepala Lucas nyaris meledak memikirkan di mana Evelyn dan calon ayah mertuanya berada sekarang. Beruntung dia tidak sampai sakit jiwa. Terlebih lagi keluarga besarnya terus menuntut jawaban mengenai bagaimana keputusan Lucas dalam menghadapi hari H.Apakah Lucas harus membatalkan acara yang seharusnya menjadi hari paling membahagiakan tersebut?Sedangkan, undangan telah tersebar di mana-mana. Gedung pernikahan, suvenir, beberapa bintang tamu yang merupakan penyanyi kelas internasional, gaun dan jas, mahar dan masih banyak lagi. Bisa dibilang segalanya telah dipersiapkan dengan tingkat kematangan mencapai sembilan puluh lima persen. Sisanya hanya tinggal menggelar pesta di hari yang ditentukan.Itu semua jelas mengur
Evelyn tidak bisa melawan ketika Zach menyeret paksa dirinya menuju ruang tahanan. Tanpa ampun, laki-laki tak berperikemanusiaan itu mendorong tubuhnya hingga terambau ke lantai semen."Coba saja melarikan diri sekali lagi, aku pasti akan menjadikanmu menu makan malam untuk hewan peliharaanku," ancam Zach yang terkesan tidak main-main.Evelyn mendongak, menatap wajah tegas pria itu dengan perasaan yang sangat kacau. "Mau sampai kapan kau mengurungku? Aku mohon, bebaskan aku ...." Kali ini ia mengalah. Mungkin dengan menurunkan ego dan memohon, pintu hati Zach yang keras dan beku bisa diruntuhkan dengan lebih mudah. Itu pun jika Zach memang benar-benar masih manusia."Tidak ada adegan bertekuk lutut?" tantang Zach seraya memandang rendah sosok Evelyn.Evelyn terbungkam. Selain licik dan manipulatif, rupanya Zachary Muller juga merupakan sosok yang gila hormat. Kalimat permohonan Evelyn dengan segala kerendahan dirinya, ternyata masih belum cukup menggugah hati Zach."Aku hanya ingin mel
Hari semakin gelap. Pada waktu di mana orang lain mungkin sedang terlelap bersama mimpi indahnya, Evelyn terisak diam-diam. Meringkuk seorang diri di atas lantai semen ruang tahanan. Tak ada bantal, selimut, apalagi kasur. Ia telah terjerembap di penjara kecil ini.Dunia sangat jahat dan tidak adil bagi seorang gadis tak bersalah yang hanya ingin bertemu sang ayah dan menikah dengan kekasihnya.Evelyn merasa lapar dan haus. Sejak tubuhnya dilempar ke tempat pengap dan gelap ini tadi siang, tak ada secuil pun makanan yang masuk ke perutnya. Bahkan setetes air pun tidak. Tadi pagi ia juga tidak ikut sarapan bersama para selir karena belum merasa lapar. Jika saja tahu akhirnya akan begini, pasti ia sudah mencuri beberapa makanan di dapur selir.Bukankah orang-orang itu sangat tidak berperikemanusiaan, sehingga tega membiarkannya terkurung seperti anak ayam? Bahkan nasib anak ayam jauh lebih baik karena masih diberi makan dan minum oleh orang yang memeliharanya. Tidak seperti Zach yang kej
"Aku tidak memilih keduanya," jawab Aldrick seraya membalas tatapan Zach dengan sorot mata yang tak kalah mematikan. "Tapi aku juga tidak akan membiarkan diriku menjadi abu-abu, apalagi sampai menyakiti orang lain," sindirnya.Kalimat terakhir yang diucapkan oleh Aldrick membuat Zach terkekeh sumbang, sebelum akhirnya kembali memandang serius ke arah pria berusia tiga puluh tujuh tahun tersebut. "Kau terlalu naif jika menganggap dirimu tak pernah menyakiti orang lain," ucapnya sambil menunjukkan ekspresi seperti menyimpan luka yang menganga lebar di ulu hatinya. Bahkan tak pernah terobati hingga sekarang."Kau mungkin tidak sadar pernah membuat seorang anak kecil kehilangan harapan dan merasa sangat kesepian di tengah ramainya lingkungan," ucap Zach penuh arti. Kenangan pahit yang ia lalui saat masih berusia delapan tahun telah menyisakan cerita gelap dan pilu yang tak terukur kedalamannya."Tentang perayaan ulang tahunku yang kesepuluh?" Aldrick membawa memorinya untuk kembali menging
Evelyn menarik kedua tangannya menjauh dari rahang yang ditumbuhi bulu-bulu halus tersebut. Entah kenapa ia menjadi salah tingkah, apalagi setelah menyelami bola mata Zach yang dalam dan tajam. Akan tetapi, ia mencoba untuk tetap bersikap netral."Pergilah! Aku tidak ingin melihatmu," ucap Evelyn mengusir secara terang-terangan. Ia sudah mengubah posisi menjadi berdiri.Zach mengerling gusar, lalu ikut berdiri dan semakin mendekat ke arah Evelyn, membuat jantung gadis itu berdegup dua kali lebih cepat karena merasa was-was dan curiga."Akui saja kalau kau memang menginginkanku." Zach kembali merapatkan tubuh Evelyn ke sisi tembok, mengunci pergerakan gadis itu dengan kedua tangannya. "Sekeras apa pun usahamu menyangkal, aku tetap bisa mencium aroma kebohongan yang kau sembunyikan."Postur tubuh Evelyn yang hanya sebatas dadanya membuat Zach harus menundukkan kepala saat menatap wajah mungil gadis itu."Hey! Apa yang kau lakukan?" Evelyn tidak berdaya ketika tangan kekar pria itu menaha
Terdengar teriakan seorang wanita dari kejauhan, membuat Evelyn dan Claudia sangat terkejut. Mereka menoleh, lalu mendapati sosok Daissy yang melangkah semakin dekat."Gawat! Apa yang harus kita lakukan?" tanya Evelyn panik.Claudia belum sempat menggubris kalimat tanya yang Evelyn ajukan. Karena, saat ini Daissy sudah berdiri tepat di hadapannya."Pantas saja aku cari di mana-mana tidak ada, ternyata kau sedang berbagi makanan dengan Evelyn!" omel Daissy sambil melotot, lalu tanpa belas kasihan ia menjambak kuat-kuat rambut Claudia. "Rasakan akibatnya sekarang!"Claudia meringis menahan sakit, sedangkan Evelyn tidak bisa melakukan apa-apa karena terhalang oleh jeruji."Kau membuatku berada dalam bahaya," ucap Daissy dengan nada marah. Sebab, kalau Zach tahu ada seorang selir yang memberi makanan dan minuman kepada Evelyn, orang pertama yang akan disalahkan tentu adalah dirinya."Ampun! Aku tidak akan mengulanginya lagi," ujar Claudia sambil terisak pelan. Ia berusaha melepaskan tangan
Zach mendengar kabar tentang seorang gadis yang baru saja bunuh diri di ruang tahanan. Ia tahu itu adalah Evelyn, maka buru-buru dirinya melangkah ke tempat kerjadian perkara.Para penjaga, pelayan, bahkan beberapa selir sudah berkumpul di depan jeruji besi, tetapi tak ada satu pun dari mereka yang berani masuk ke dalam untuk melihat Evelyn lebih dekat. Mereka takut dituduh sebagai pelaku pembunuhan atas apa yang terjadi pada gadis itu. Jadi, daripada harus terlibat masalah, mereka lebih memilih menunggu kedatangan Zach.Dengan wajah panik yang tak dapat disembunyikan, laki-laki dengan postur tubuh tinggi tegap itu segera masuk ke dalam ruang tahanan setelah menyuruh seorang penjaga membuka pintu yang digembok."Kenapa kalian diam saja?!" Zach tidak dapat menahan amarah melihat orang-orang itu hanya bergeming seperti orang bodoh. "Apa kalian sengaja ingin melihatnya mati?!" bentaknya.Kemarahan Zach membuat semua orang ketar-ketir, merasa ketakutan. Kali ini, di balik tubuh yang gemeta