Share

Bab 3

Sebuah mobil memasuki sebuah kompleks perumahan, bergerak perlahan melewati beberapa blok hingga akhirnya berhenti di depan sebuah rumah bercat kuning pucat.

Dengan wajah datar Hanna turun dan melangkah tenang masuk ke halaman lalu mengetuk pintu, tak lama, datang seorang wanita lain yang langsung menyambutnya dengan hangat.

"Aku sudah menunggumu dari tadi." Ucap Dina, sahabat sekaligus sepupu Hanna. Seseorang yang selalu setia menampung segala cerita hidupnya.

"Ada sedikit masalah di jalan," ucap Hanna beralasan.

"Kau benar-benar nekat, Hanna, aku bahkan tak bisa berpikir dengan baik sewaktu kau menelponku dan bercerita tentang pergulatanmu itu," ujar Dina menggeleng.

"Maksudmu aku harus diam saja melihat perbuatan mes-um mereka, begitu?" Ketus Hanna.

"Jangan salah paham. Aku tidak mengatakan seperti itu. Kau menghajar Siska habis-habisan, Tapi bagaimana jika ia melapor ke polisi. Bisa panjang ceritanya Hanna. Kau selalu saja bertindak semaunya." Dina mengeluh seolah memikirkan kelanjutan kisah pergulatan Hanna dengan wanita yang menjadi selingkuhan suaminya itu.

"Aku sudah terlalu kesal. Mas Aldo terus saja berpura-pura setia. Dia pikir aku tidak tahu kelakuannya diluar." Geram Hanna, lalu mengigit bibirnya.

"Aku sudah terlalu sabar selama ini, Dina ...." Lanjut Hanna berucap lirih.

"Lihat ini, video gulatmu mulai viral. Pertengkaranmu dengan Siska menguntungkan banyak orang, mereka menjadikannya konten di sosial media." Lapor Dina sambil memperlihatkan sebuah konten di Chanel Y-tube.

"Biar saja. Anggap saja itu rejeki buat mereka." Balas Hanna cuek.

"Kau tidak malu?"

"Pertanyaanmu konyol. Tentu saja aku malu."

"Lalu?"

"Aku hanya mengikuti naluriku saja. Dan instingku mengatakan jika aku harus menghajarnya, lagipula, aku tak mungkin menyia-nyiakan kesempatan untuk bisa mencakar wajahnya itu," Jawab Hanna enteng.

"Setidaknya, kau bisa membalas suamimu itu dengan elegan." Cicit Nia

Mendengar ucapan Nia membuat

Hanna memiringkan kepalanya.

"Elegan? Terlalu lama, lagipula tanganku sudah terlalu gatal untuk memberi pelajaran pada dua ulat bulu yang gatal itu."

"Lalu suamimu, apa dia sudah tahu bahwa kau menghajar selingkuhannya?

"Mungkin saja. Sudah tiga hari ini dia tidak pulang kerumah," Jawab Hanna getir.

"Kalian bertengkar sebelumnya?"

Hanna menggeleng.

"Tidak. Kami tidak bertengkar. Tapi, si j4lang itu menyulut amarahku lebih dulu."

"Lihatlah," Hanna memperlihatkan ponselnya yang berisi beberapa pesan yang dikirim Siska padanya.

"Astaga!" Dina berucap lalu menggeleng lemah ketika melihat foto-foto vulgar berikut caption yang menempel pada tiap tiap foto tersebut, seakan ingin menantang Hanna. Bahkan ada video berdurasi 19 detik yang memperlihatkan dua orang tanpa bus4na sedang berc!nt4 dengan penuh nafsu di sebuah kamar hotel.

"J4lang murahan itu yang mengirimkannya sendiri ke ponselku." Ucap Hanna sebelum Dina bertanya.

"Bagaimana jika kau yang menerima kiriman pesan seperti itu. Apakah emosimu tidak tersulut?" Hanna membalik pertanyaan Dina.

"Aku pasti marah. Mereka berdua bahkan tidak merasa malu mengambil foto t4npa bus4na seperti ini. Benar-benar menjijikkan."

Wajah Dina meringis. Wanita itu tak habis pikir, begitu pe-de nya kedua pasangan me5um itu mengambil foto dengan gaya tubuh saling menempel.

"Aku tak menyangka jika Siska bisa setega ini menusukmu dari belakang?"

"Begitulah. Asal kau tahu, sebelum menghajarnya, aku telah membayar orang untuk mengintai si j4lang tak tahu malu itu lebih dulu, Entah ada dendam apa wanita j4lang itu padaku. Hingga sampai tega menusukku seperti ini." Sahut Hanna yang tak mau menyebut nama seseorang yang pernah berteman dengannya dulu, lalu mengendikkan bahu.

"Kau tidak curiga sebelumnya dengan Mas Aldo?" Kembali Dina bertanya.

Kembali Hanna menggeleng." Aku terlalu percaya padanya, dengan mulut manis dan muslihatnya. Itulah kebodohanku."

Sejenak keheningan tercipta diantara mereka. Dina yang masih memegang ponsel Hanna hanya bisa menggeleng dan menjadi pendengar yang baik, sedang Hanna menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi sembari memejamkan mata.

Siska adalah temannya semasa sekolah dulu, mereka dulu cukup dekat, bahkan Hanna sering berbagi dan meminjamkan apapun miliknya kepada Siska, karena rasa kasihan padanya.

Hanna lah orang yang mau berteman dengan Siska ketika hampir semua teman-teman sekolah mereka yang lain menjauhinyap, Hanna pula yang membawa ibu temannya itu ke rumah sakit ketika Siska mengeluh tidak memiliki uang untuk membawa ibunya sekadar untuk berobat ke puskesmas. Bahkan Hanna rela meminjamkan uang tabungannya untuk menebus ijazah sekolah Siska yang tak bisa ia ambil karena tak mampu.

Dan ... jika mengingat semua kebaikan yang Hanna lakukan, rasanya tak mungkin Siska bisa melakukan hal serendah itu pada seseorang yang pernah berjasa membantunya. Membuat Dina tak habis pikir dengan isi kepala Siska sekarang.

Tak adakah sedikit rasa terima kasih wanita itu pada seorang teman yang begitu banyak berjasa padanya?

"Aku yakin Siska sudah mengadu pada suamimu." Cetus Dina kemudian.

"Aku tak peduli."

"Apa rencanamu selanjutnya, Hanna?"

"Tentu saja memastikan pel4cur itu tidak akan melapor ke polisi. Kelihatannya j4lang murahan itu lupa siapa aku." Jawab Hanna dengan seringai tipis di wajahnya.

Dina yang berada duduk di sampingnya memandang Hanna tak berkedip. Ia sangat mengenal Hanna luar dalam berikut tabiatnya yang keras, dan jika wanita itu sudah memutuskan sesuatu, maka sangat sulit untuk mengubah keputusannya.

Melihat Hanna yang masih sibuk dengan skenario pembalasan yang ada dalam kepalanya. Membuat Dina berdehem untuk mendapat perhatiannya kembali.

"Ehem ... Bagaimana jika suamimu memarahimu karena sudah mempermalukan selingkuhannya!?" Tanya Dina cemas.

"Aku akan menghadapinya."

"Kau yakin?"

"Tentu saja!" Jawab Hanna penuh keyakinan.

"Seandainya saja ia lebih memilih pelak0r itu?" Tanya Dina ragu, takut akan menyinggung perasaan Hanna.

Mendengar perkataan Dina, spontan Hanna terkekeh.

"Kau pikir aku takut berpisah dari lelaki bej4t dan menjijikkan seperti itu?"

"Aku hanya mengkhawatirkanmu. Aku hanya tak mau mereka mendapat kebahagiaan setelah membuatmu sengsara."

"Itu tak akan terjadi. Percaya padaku. Ah, rasanya aku harus berdandan untuk menyambut kedatangan ulat bulu yang satunya, dan memberikan service terbaik padanya, aku yakin lelaki itu akan pulang malam ini," Ucap Hanna memiringkan kepalanya.

"Jangan katakan jika kau akan berbuat sesuatu yang nekat lagi."

Mendengar kalimat itu Hanna mendelik.

"Harusnya kau mengatakannya pada lelaki tukang selingkuh itu karena telah membangunkan sisi iblis dalam diriku." Geram Hanna dengan kilatan amarah di matanya.

"Sebentar lagi kau akan melihat sebuah pertunjukan yang menarik. Dalam mimpi sekalipun aku tidak akan melepaskan kedua pengkhianat yang tidak punya rasa malu itu."

Ucapan Hanna seketika membuat Dina menghela nafas panjang, karena artinya, Hanna menabuh genderang perang dan pertarungan ini baru saja dimulai.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status