Share

Bab 2

Security wanita itu akhirnya melepas tangan Hanna. Namun, tetap saja wanita dengan seragam itu terus mengawasi Hanna, agar tidak kembali berbuat nekad.

Hanna menyibak rambutnya dengan elegan, lalu merapikan beberapa bagian pakaiannya yang kusut akibat pergulatan mereka tadi. Melihat heels miliknya tergeletak tak jauh dari posisinya sekarang, refleks Hanna melangkah mengambilnya.

Suara ringisan kesakitan terdengar lirih dari bibir Siska, penampilan wanita muda itu begitu buruk. Kakinya bahkan gemetar untuk berdiri. Rasa terkejut karena pergulatan tadi masih membekas padanya. Kelihatannya butuh waktu bagi Siska untuk mengembalikan kepercayaan dirinya.

"Dasar wanita gila!" maki Siska yang terdengar sampai ke telinga Hanna.

"Apa katamu, j4lang! Kau bilang aku wanita gila?! Masih ingin kuhajar kau?" balas Hanna kembali emosi.

"Tenang, bu!" Suara security wanita terdengar lagi. Ia berusaha menenangkannya.

"Wanita murahan. Bisanya cuma jualan lobang saja, entah sudah berapa orang yang sudah mencicipi lobangmu itu," tuding Hanna membalas makian Siska.

"Cih, benar-benar J4lang murahan! Pel4cur!" lanjut Hanna mendesis sambil membuang ludah.

Siska tak mau kalah. Meski masih berdiri gemetar, ia melempar pandangan menghujam pada Hanna.

Tak ayal, hal itu membuat wanita bertubuh ramping itu kembali melepas heels nya dan melemparnya kembali pada Siska.

Untung saja, lemparan itu meleset, jika tidak, bukan tidak mungkin ujung lancip sepatu itu akan menggores kulit wajahnya.

"Ah, meleset. Kau beruntung!" keluh Hanna seketika karena lemparannya tak mengenai sasaran.

"Sudah, bu!" Kembali, terdengar suara security wanita berusaha menenangkan emosi Hanna.

Hanna mendengkus kesal. Jika tidak ingat security yang masih menempel di sampingnya, bukan tidak mungkin, akan ada ronde kedua pergulatan mereka. Wanita itu kesal karena masih ingin memberi selingkuhan suaminya itu pelajaran.

Sebuah kilau terpancar dari kalung yang dipakai Siska membuat Hanna mendelik. Perhatiannya kini teralihkan. Dengan cepat dan tanpa sempat dicegah, tangannya menarik paksa kalung tersebut dari leher Siska, membuat wanita dengan bokong sensu4l itu kembali menjerit.

"Kau ... Itu kalungku, kembalikan kalungku, wanita gila!" Spontan Siska memaki.

"Kau pikir aku sebodoh itu, hah! Ini kalung kau beli dari hasil menjual lubangmu itu semalam, kan. Ini uang suamiku, ya kan! Enak saja kau. Dasar j4lang, l0nt3! Pel4cur!

"Itu milikku," jerit Siska berusaha mendekat ingin meraih kembali perhiasannya. Namun, usahanya sia- sia, karena seorang security segera menahannya.

"Bubar ... bubar!" Teriak seorang security pria karena melihat beberapa orang pengunjung yang hendak kembali berkerumun.

"Sekali lagi saya minta untuk tidak membuat keributan di sini, jika tidak kita akan menyelesaikannya di ruang keamanan saja," seorang pria dengan pakaian serba hitam dengan handy talky ditangannya berbicara.

"Tak perlu, karena urusanku sudah selesai," jawab Hanna cepat.

Hanna kembali memakai sepatunya yang dibawakan seorang security padanya. Kali ini ia benar-benar ingin berniat pergi. Tak lama, tangannya meraih tas miliknya yang masih tergeletak di lantai lalu menyimpan kalung hasil rampasan tangannya tadi kedalamnya.

Kembali Hanna melepas pandangan tajam pada Siska. Sambil terus merapikan kembali penampilannya.

"Kali ini kau selamat, awas jika aku sampai melihatmu lagi, habis kau!" Ancam Hanna.

"Aku akan melaporkanmu ke polisi!" Balas Siska.

"Kau pikir aku takut?! Lakukan saja. Tapi harus kau ingat aku bisa bertindak lebih nekat dari ini jika sampai berani membawa masalah ini ke jalur hukum," Geram Hanna sambil mengacungkan jari telunjuknya.

Hanna membalikkan badannya kemudian melenggang santai menjauhi arena pergulatan mereka tadi. Senyum sinis menghiasi wajahnya. Dengan kepala yang kini penuh dengan rencana dan skenario selanjutnya.

"Melapor ke polisi katanya, sok berani! Lagipula, siapa yang nanti akan rugi jika benar-benar ingin memperkarakannya? Dasar j4lang murahan!"

"Selanjutnya adalah giliranmu, mas!" Sungut Hanna sambil melangkah ke arah eskalator yang akan membawanya ke lantai bawah.

Siska terdiam, wanita itu berdiri mematung menatap kepergian Hanna dengan lutut yang masih gemetar. Melihat pakaiannya yang tampak tak layak pakai, seorang security wanita menawarkan pilihan.

"Ibu bisa pakai jaket saya, jika mau. Karena pakaian ibu ...."

Security wanita itu tak meneruskan ucapannya karena merasa tak nyaman mengatakannya. Siapapun yang melihatnya akan langsung terfokus pada bel4han d4d4 Siska terlihat jelas, juga beberapa sobekan kecil di beberapa bagian, akibat perkelahian tadi.

"Tak perlu, aku akan beli baju disana saja untuk menggantinya." Tolak Siska sambil menunjuk sebuah toko pakaian yang berada tak jauh dari hadapannya.

"Baiklah."

Para petugas keamanan itu akhirnya membubarkan diri dan kembali ke pos jaga mereka masing-masing. Sedang Siska, berjalan tertatih-tatih menahan sakit dan rasa malu menuju ke sebuah toko pakaian. Dengan satu tangannya menutupi bagian atas belahan d4d4-nya yang terekpos jelas.

Sambil berjalan, Siska mengeluarkan ponselnya. Meskipun rasa sakit dan perih terasa di sekujur tubuhnya namun, Jemarinya masih lincah menari di layar ponselnya. Taklama teleponnya tersambung. Suara seseorang terdengar di ujung sambungan.

"Mas Aldo, tolong jemput aku di mall sekarang. Istrimu menyerangku," rintih Siska memelas. "A-aku bahkan tidak sanggup berjalan," 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Morgan Liu
seruu skli.. mau melihat kelanjutannya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status