Share

6

Akhirnya aku dapat menghirup udara bebas kembali, setelah menjalani satu setengah tahun hukuman penjara. Ya, aku memang bisa bebas lebih cepat karena mendapat remisi atau potongan hukuman.

Alesha, dialah yang paling ingin aku temui saat ini. Maka tujuan pertamaku setelah bebas ini adalah rumah orang tua Alika dimana Alesha berada.

"Kamu sudah bebas?" tanya Bapak yang kaget melihatku setelah ia membukakan pintu untuk melihat siapa tamu yang datang.

"Ya, Pak, aku sudah bebas!" jawabku dengan nada sopan. "Aku mendapat remisi hingga bisa bebas lebih cepat," lanjutku.

Ia menatapku dengan tajam. Mungkin ia masih marah dan kecewa padaku karena telah menjadi penyebab anaknya bunuh diri juga melakukan kekerasan pada cucunya.

"Aku ... ingin bertemu Alesha, Pak!" ucapku to the point. Tak dapat lagi kutahan rindu ini.

"Kamu masih berani bertemu dengannya, hah? Apa kamu tak malu?" sindirnya dengan keras sembari menatapku nyalang

"Aku sangat merindukan Alesha, Pak! Izinkan aku bertemu dengannya sebentar saja!" mohonku dengan sungguh-sungguh.

"Tidak, aku tak akan membiarkan kamu bertemu dengannya lagi seumur hidupnya, Galang! Sejak hari itu, kamu bukan lagi ayahnya Alesha!" ucapnya penuh murka, nampaknya ia begitu marah padaku.

Tidakkah cukup baginya hukuman yang telah kuterima? Satu setengah tahun mendekam dalam penjara, menahan rindu menahan pahitnya penyesalan. Tidakkah bisa ia berikan saja sedikit waktu padaku untuk bertemu Alesha? Aku tak mengharap lebih. Hanya ingin melihatnya walau sebentar saja. Memasatikan ia tumbuh dengan baik kini.

"Pergi kamu dari sini! Jangan pernah injakkan kakimu ke rumah ini lagi!" Ia lalu mendorongku dengan keras, sehingga tersungkur jatuh ke tanah.

Bapak seketika membanting pintu, menutupnya dengan keras begitu saja. Tak sudi melihatku lagi. Membuatku semakin merasa terpuruk tak berarti.

Ya ... sebenarnya aku mengerti apa yang ia rasakan sehingga begitu murka padaku. Sakit hatinya pasti tak terobati. Ia harus kehilangan anak yang telah ia sayangi dengan tragisnya.

Aku tak bisa menyalahkan dirinya yang tak mau mempertemukan dengan Alesha. Aku memang pantas mendapatkannya. Karena jika aku jadi dia, aku pun akan melakukan yang sama.

Aku perlahan bangkit berdiri dan beranjak meninggalkan rumah ini. Mungkin memang harus kurelakan semua, tak bisa lagi bertemu dengan anakku.

Tapi setidaknya aku bisa merasa tenang, karena tahu anakku saat ini berada di tempat yang tepat bersama keluarga yang menyayangi dan akan melindunginya.

Saat telah beberapa waktu kulangkahkan kaki pergi menjauh darirumah mertuaku itu, sayup-sayup kudengar seseorang memanggil namaku.

"Mas Galang..., Mas Galang...!" Kubalikan badan mencari tahu siapa. Ternyata Hilya tengah menghampiriku dengan sepeda motornya.

"Ikut denganku!" titahnya sekonyong-konyong.

"Ayo cepat, aku tak bisa keluar lama-lama!" lanjutnya lagi, karena aku masih saja tak bergeming.

Melihatnya yang begitu terburu-buru membuatku segera saja menaikkan tubuh ini keatas jok motor yang dikendarainya.

****

Ternyata Hilya membawaku kesebuah komplek pemakaman. Jantungku seketika berdebar kencang. Aku tahu, ia pasti akan membawaku ke tempat Alika disemayamkan.

Hilya berjalan mantap didepanku tanpa sedikit pun berbasa-basi. Kemudian ia pun berhenti di salah satu makam lalu duduk berjongkok di pinggiran makam tersebut

Perlahan aku maju mendekati Hilya, sambil menikmati debaran jantungku yang makin menjadi. Seperti dugaanku, disitulah Alika bersemayam.

Kutatap nanar nisan dihadapan. Tak pernah terbayangkan akan melihat namanya tertulis di sebuah batu bersama tumpukan tanah yang sedikit meggunung.

Alika Rahmadita Binti Agung Purnama

Lahir, 8 Mei 1993

Wafat, 17 Desember 2018

"Duduklah Mas, ada yang ingin aku sampaikan! Waktuku tak banyak," titah Hilya padaku

Segera aku pun mengikutinya untuk duduk berjongkok di pinggiran makam lainnya. Tepat disebrangnya.

"Apa yang mau kamu sampaikan memang?" tanyaku penasaran.

Hilya menatap mataku dalam. Ia lalu menarik nafas panjang. "Aku tahu bahwa kamu bukanlah pelaku KDRT sebenarnya pada Kakaku dan Alesha!" ungkapnya penuh keyakinan.

Apa maksud perkataan Hilya barusan? Bagaimana dia bisa mengetahui semuanya? Atau dia hanya asal menebak saja?

Hilya kemudian mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Sebuah buku yang kutebak adalah catatan harian seseorang.

"Saat penangkapanmu malam itu. Aku kembali ke kamar Alesha untuk mengambil semua perlengkapannya. Lalu, tanpa sengaja kutemukan ini dalam lemari bajunya."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status