Suasana menjadi sangat tidak enak setelah semuanya menjadi jelas, Laksa memandang Dirga yang masih meringis kesakitan dengan tidak enak hati, seharusnya dia yang dipukul, dia yang menodai Luna dulu tapi dengan tega malah menghinanya lalu beberapa hari ini meninggalkan Luna untuk menemui mantan kekasihnya.
Perbuatanya memang sangat kejam pada Luna yang memang hanya korban dari keserakahan yang ada di sekelilingnya.Perlahan Laksa mendekati nenek Luna yang sudah lebih tenang sekarang, perlahan dia berjongkok di depan sang nenek.“Saya minta maaf karena sudah menyakiti Luna, saya bersedia kalau nenek mau memukul saya, tapi saya harap nenek tidak memisahkan saya dengan Luna,” kata Laksa.“Kenapa tidak mau, kamu sendiri yang mempermainkan cucuku, kamu pikir menikah itu kayak oarang main rumah-rumahan bisa bubar begitu saja.”“Sekali lagi saya minta maaf.”“Bu sudah, malu di lihat orang, ini hanya salah paham, buktinya nak Laksa sudah di sini,” kata Pak ErwinLuna memandang ayahnya dengan tampang memelas membuat sang ayah mengerutkan kening. “Kak Laksa tidak bisa menjemput, dia sedang menyusun laporan untuk membuka kebenaran kasus itu, biasanya dia pulang malam... apa boleh Luna menginap, Yah?”“Tidak jika tanpa suamimu, kasihan dia kalau sedang sibuk dan kamu malam memilih menginap di sini.” Luna meringis, dia sudah menduga akan hal itu. “Ayah akan mengantarmu pulang ke rumah suamimu setelah makan malam.” Akhirnya dengan pasrah Luna mengangguk, dia tak mungkin melawan ayahnya. Mereka sampai di rumah keluarga Sanjaya saat waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, waktu yang cukup malam memang, tapi karena tahu Laksa akhir-akhir ini pulang selalu telat, sang ayah berusaha untuk maklum kalau putrinya ini pasti bosan di rumah saja. “Bukankah kamu bisa belajar menari lagi jika kamu bosan, lagi pula sebentar lagi jika putramu sudah bisa di bawa pulang, kamu pasti akan sangat sibuk
“Ayah bangga padamu,” kata sang ayah sambil mengacak rambut panjang Luna. Hari ini memang sang ayah ikut menemani Luna menjenguk Dio di rumah sakit, sedangkan Laksa seperti biasa mengantar Luna sejenak sebelum pergi bekerja. “Bangga kenapa, Yah?” tanya Luna tak mengerti karena dia merasa tidak melakukan sesuatu yang membanggakan sang ayah. “Kamu sudah jadi ibu dan istri yang baik.” “Benarkah?” tanya Luna dengan berbinar, meski dia masih merasa banyak kekurangan tapi dipuji oleh laki-laki yang bertahun-tahun menjadi malaikat pelindungnya tentu saja membuat hatinya yang semula mendung berubah cerah. “Kapan ayah pernah bohong.” “Kalau dibanding bunda nilai Luna berapa?” Luna menoleh pada sang ayah yang tampak berpikir dengan serius, seolah sedang menghadapi masalah yang akan mengacaukan seluruh dunia. Jiah sejak kapan ayahnya selebai ini. “Enam puluh lima.” Luna langsung mengerucutkan bibirnya mendengar jawaban sang ayah. “Kok cuma segitu,” protesnya tak terima. Sang
Satu per satu anggota keluarga itu mulai datang ke meja makan, waktu makan malam memang sudah tiba, sebenarnya keluarga ini juga bukan keluarga yang taat sekali aturan harus makan malam jam berapa, tapi mereka akan makan jika semua dirasa sudah siap, untuk apa lagi mereka menunda bukan. Seperti biasa sebagai menantu yang baik Luna membantu semua orang untuk mengambil makanan mereka, hal kecil yang dengan senang hati Luna lakukan. “Kemungkinan Laksa juga akan terkena masalah untuk keteledorannya kali ini, tapi mungkin akan dikenakan teguran atau denda, bagaimanapun dia pimpinan di sana dan sudah seharusnya bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukan anak buahnya.” Sang kakek berkata pelan usai menyelesaikan makan malamnya dan dia sekarang sedang menyesap teh hangat yang telah dihidangkan, entah pada siapa dia bicara. “Apa tidak ada jalan untuk membantunya lagi, opa?” tanya Luna yang sudah gelisah. “Maaf, Nak, itu jalan yang terba
Hingga malam menjelang, tak ada tanda-tanda Laksa akan pulang ke rumah, setelah menghubungi mamanya siang tadi, Laksa bahkan tidak terlihat online sama sekali sejak tadi, pesan yang dia kirim juga masih menampakkan ceklist abu-abu. Seketika rasa cemas menyergap Luna, dia memang tahu kalau suaminya memang sedang sangat sibuk, tapi Luna tadi juga sudah sempat bertemu dengan sang kakek dan menanyakan kemajuan kasus yang sedang membelit Laksa, dan dia bilang pihak mereka sudah mendapatkan bukti seseorang yang menjadi dalang kecurangan ini.Apa orang yang dimaksud sang kakek itu terlalu licin sampai butuh waktu lama untuk menangkapnya? Atau adakah penyebab lain?Dengan membulatkan tekadnya. Luna menghubungi suaminya, sekali dua kali tidak ada jawaban, untunglah pada panggilan ketiga panggilan tersambung. “Kakak akan pulang jam berapa? Kenapa sampai sekarang belum pulang juga?” tanya Luna setelah dia mengucapkan salam. “Maafkan aku, say
Yah, seburuk itulah pemikiran Luna pada Raya, bukan karena dia dendam pada wanita itu. Bukan, tapi lebih kepada pelajaran yang bisa dia petik dari hasil kelakuan Raya selama ini, tidak semua orang memiliki sifat yang baik dan tulus. “Mama tahu selama ini kamu sangat tidak percaya diri, kamu merasa insecure dan tidak pantas mendampingi Laksa.” Sang mama menarik napas sebentar, berusaha menyusun kata-kata agar tidak menyinggung perasaan menantunya ini. “Kamu punya banyak kelebihan yang bahkan tidak dimiliki mantan kekasih Laksa, mama tidak bicara tentang harta, karena seperti yang kamu tahu keluarga ini sama sekali tidak butuh harta lagi, kamu istri Laksa sah di mata hukum agama dan negara, jadi mama mohon buang jauh-jauh rasa tak percaya dirimu dan pertahankan Laksa sampai titik darah penghabisan,” kata sang mama dengan wajah penuh semangat dan tangan mengepal persis seperti para motivator yang sering Luna lihat di televisi. Suara dering po
Luna memandang cangkir teh yang ada di depannya dengan pikiran mengelana, dia sudah tahu kalau Raya orang yang nekad dan jangan lupakan latar belakang keluarganya yang meskipun tak sekaya keluarga Laksa, tapi tetap saja memiliki pengaruh yang sangat penting di pemerintahan. Jabatan ayahnya sebagai pejabat tinggi di kantor pajak membuatnya bisa mempermainkan orang lain, dan Luna yakin kalau masalah yang menimpa Laksa sekarang ada campur tangan keluarga Raya, meski dia tak tahu bagaimana tepatnya. "Apa mama pikir masalah hotel kali ini juga ulah Raya?" "Mama tidak bisa mengatakan iya, tapi juga tidak bisa mengatakan tidak, kita masih belum memiliki bukti, tapi hal itu tidak mustahil." Luna mengangguk mengerti, dia tahu menghadapi orang-orang seperti mereka harus hati-hati, salah-salah mereka sendiri yang hancur. "Apa Laksa sudah menemukan titik terang?" Luna menggeleng, bukan mengatakan belum, tapi dia memang tidak tahu. "Kak Laksa tidak mengatakan apapun, Ma, tadi malam dia terli
“Bagaimana rasanya? waktu muda mama pernah belajar dari seorang teman cara meracik teh yang tepat tapi katanya mama waktu itu gagal, karena tak memenuhi ekspektasinya, tapi beberapa bulan yang lalu mama bertemu dengannya dan dia memuji teh racikan mama, meski sebenarnya itu hanya tentang selera saja, bukan begitu, Nak?” Luna yang memang sama sekali buta dengan dunia pertehan tentu saja hanya bisa mengangguk sok mengerti, setahunya membuat teh hanya tinggal memasukkan teh dalam air panas hingga warnanya berubah keemasan, bukan teknik rumit seperti yang ada di depan mereka.“Jadi apalagi ulah wanita itu tadi?” tanya sang mama tenang sambil menyesap teh dalam cangkir yang dia bawa. “Wanita?” tanya Luna yang gagal paham. “Raya.”“Mama tahu kami baru saja bertemu dengan Raya?” “Mama tidak tahu hanya menebak dari ekspresi wajahmu dan sedikit fakta kalau Raya juga pernah di rawat di sana.” “Dia masih di rawat di sana,” L
“Bisa temani mama minum teh sebentar di taman belakang, Nak?” tanya sang mama saat melihat Luna yang baru saja datang dari rumah sakit dalam kondisi lelah fisik dan juga hatinya, tapi dia tak mungkin menolak permintaan mama mertuanya yang sudah begitu baik padanya, apalagi sekarang hari masih belum terlalu siang, tidak enak rasanya dia yang statusnya menantu di rumah ini tidak bisa mengabulkan pemintaan kecil itu. “Sebentar, Ma, Luna ganti baju dulu,” kata Luna.“Mama tunggu di sana.” Luna hanya mengangguk dan berjalan pelan menuju kamarnya. Luna sedikit meringis saat ingat setelah mereka pergi meninggalkan Raya, Laksa sama sekali tak bicara apapun padanya, wajahnya tetap saja dingin, bahkan saat Luna sudah duduk di mobil yang dikendarai oleh sopir keluarga, laki-laki itu hanya bilang, akan pergi bekerja, itu saja sudah dengan wajah datar. Tak ada kecupan di kening yang biasa Laksa lakukan tiap pagi, bahkan Luna juga tak sempat untuk mencium t
Laksa bertemu Raya lebih dari lima tahun yang lalu, saat itu wanita itu menjadi brand ambasador sebuah kosmetik yang kebetulan milik kawan baiknya, tak jarang pemotretan yang mereka lakukan juga mengambil tempat di hotelnya. Gadis yang sangat cantik, dan mandiri juga smart membuat Laksa langsung jatuh cinta pada pandangan pertama dan ternyata gayung pun bersambut, Raya juga memiliki perasaan yang sama, meski hubungan mereka tak selalu mulus, karena keluarganya yang sepertinya kurang suka dengan Raya, tapi menurut Laksa itu bukan masalah. Laksa mencintai Raya demikian juga Raya mencintainya, dan itu sudah lebih dari cukup, dia bahkan tak mempedulikan Dirga yang sering memperingatkannya untuk menjauhi Raya. Semua terasa indah waktu itu. Tapi kini, penilaiannya terhadap Raya berubah seratus delapan puluh derajat, sikap mandiri dan smart yang dulu dia kagumi hilang entah ke mana, berganti dengan gadis keras kepala dan lici