Share

BAB 4

Tahlilan di Rumah Mertua

Mala mendengar bisik-bisik di belakang saat dia beranjak ke dapur setelah Kinanti terlelap. Meski dia berusaha memejamkan mata, tetap saja tidur siang di kala rumahnya tengah dipadati orang untuk membantunya terasa amat tak elok. Langkahnya terhenti saat Bu Nurul, tetangga rumahnya yang turut serta membantu itu membuka suara. 

"Kemarin saya lihat juga, Bu Ning. Rasanya nggak wajar juga. Mosok di rumah menantunya saja sibuk-sibuk menyiapkan tahlilan buat sang anak, malah dia sendiri mengadakan acara serupa di rumahnya. Bukannya lebih baik ngadain bareng-bareng di sini. Biar keliatan guyub gitu. Tingkah mertua kaya gitu nggak cuma di sinetron saja, di kehidupan nyata juga ada," ucapnya dengan begitu meyakinkan. Nada suara Bu Nurul terdengar almenahan geram saat menceritakan tingkah absurd ibu mertua Mala. 

"Yang bikin aneh bin ajaib lagi, ada seorang wanita yang dari kemarin itu di rumahnya. Tiap sore anakku laporan dia selalu ngeliat dia ke makamnya Mas Bayu. Kan aneh, siapa dia kok mesti tiap hari kesana?" lanjutnya. Dada Mala naik turun mendengar pernyataan Bu Nurul. Dia bertanya-tanya siapa wanita yang dimaksud oleh wanita itu. 

"Anakmu sudah lulus sekolah, Bu Nurul?" tanya Bude Rumi memecah keheningan. 

"Belum. Kenapa emang?" tanya Bu Nurul pada wanita yang cukup dihormati oleh warga sekitar. 

"Lah itu anakmu tiap sore ngeliat seorang wanita tiap sore ke makam Bayu, memangnya di Tofik sudah lulus SMA? Kok udah kerja jadi penunggu makam?" Pertanyaan Bude Rumi disambut gelak tawa ibu-ibu. Mereka menertawakan Bu Rumi yang melontarkan kalimat sindiran pada Bu Nurul yang terkenal suka berlebihan dalam bercerita.

"Jangan bercerita sesuatu yang belum diketahui aslinya bagaimana. Kasihan juga nanti Mala kepikiran. Kalaupun ada apa-apa, bukan ranah kita untuk ikut campur. Setelah tahu lebih baik kita diam. Tak ada keuntungannya membuka cerita semacam itu. Ingat, kita semua akan mati. Tinggal tunggu giliran. Jangan menambah beban dosa untuk diri kita.

 Dan yang lebih penting lagi, jangan sampai kita menambah beban berat Mala. Kasihan, sebagai tetangga kita harus selalu memastikan dia baik-baik saja. Pastikan juga anak yatim kita ini jangan sampai terlunta-lunta. Tak perlu membantu dengan materi, ikut menjaga anak itu saat ibunya nanti harus mencari nafkah saja sudah lebih dari cukup," ucap Bude Rumi panjang lebar. 

Jika dia sudah mulai bercerita, tak ada yang berani membantah. Meski gaya bahasanya terkesan ceplas-ceplos, Bude Rumi terkenal sangat peduli dengan seluruh tetangganya. Dia tak segan membantu dengan tetangga dan materi jika ada kesulitan. Itu yang membuatnya amat disegani di lingkungan rumahnya. 

"Lanjutkan pekerjaan kita, acara habis isya dimulai. Pastikan sebelum itu sudah selesai," perintah Bude Rumi yang diaminkan oleh ibu-ibu yang lain. Tak ada lagi yang bersuara. Terlebih Bu Nurul, dia terdiam dan mulai merasa bersalah telah menyulut sedikit keributan yang membuatnya harus ditegur Bude Rumi.

 Tak ada rasa marah karena teguran wanita itu. Kekeluargaan yang amat erat membuat Mala yang pendatang dari kabupaten lain merasa kerasan tinggal di lingkungan itu. Meski keluarga suaminya terang-terangan terlihat tak menyukainya, toh keberadaan tetangga yang baik itu bisa membuat Mala bertahan tinggal di sana. 

***

Mala meraih ponsel yang ada di nakas. Dia tengah bersiap-siap mengikuti acara tahlilan yang diadakan di rumahnya. Kinanti sudah didandani dengan begitu cantik. Pakaian yang dikenakan putrinya senada dengan yang dikenakannya. Seragam keluarga yang dikenakan saat lebaran tahun kemarin. Sayangnya Bayu suaminya tak akan pernah lagi memakai pakaian tersebut. Mala menarik napasnya yang cukup berat, senyumnya mengembang dilayangkan pada sang putri. 

Mala meraih tangan mungil Kinanti dan menuntunnya ke depan. Semua orang menatap mereka yang nampak cantik. Terlebih Kinanti, ibu-ibu berebut menggendong anak itu. Sayangnya Kinanti lebih memilih bersama ibunya. 

Tak lama, suara salam dari arah depan terdengar. Bude Ratna dan Pakde Bambang masuk setelah dipersilahkan. Pakde Bambang langsung meraih Kinanti yang masih terlihat malu-malu menerima ajakan eyangnya. Sementara Bude Ratna, dia mencium pipi Mala dan memeluknya erat. Wanita itu menepuk punggung keponakannya seraya memberi kesabaran pada Mala yang kembali meneteskan air mata. 

"Ibu mertuamu tak kemari? Atau telat?" Suara bariton milik Pakde Bambang membuat napas Mala tercekat. Dia menoleh ke arah ibu-ibu yang berada tak jauh darinya. Tak lama setelah itu dia tertunduk lesu. Entah penjelasan apa yang harus disampaikan pada keluarga suaminya itu. Bisa dibilang mereka adalah satu-satunya keluarga yang menerima Mala sebagai anggota keluarganya. 

"Mala?" panggil Bude Ratna. Lagi-lagi Mala terdiam. 

"Bu Rahayu membuat acara serupa di rumah untuk almarhum Mas Bayu. Bahkan dia memilih orang-orang yang tahlilan di rumahnya. Selebihnya baru kemari," jelas Bu Nurul yang seketika mendapat tatapan tajam dari Bude Rumi. Wanita itu kembali tak bisa menahan bicaranya. Setelah mendapat reaksi dari Bude Rumi, Bu Nurul menepuk mulutnya pelan. 

"Maksudnya? Rahayu membuat tahlilan di rumah sendiri? Sedangkan di sini saja acara serupa digelar? Mengapa tidak sekalian digabung? Benar-benar tak waras adikmu itu, Pak!" ucap Bude Ratna cukup keras. Pakde Bambang mengeraskan rahangnya. Dia tak menyangka akan mendapat kenyataan memalukan itu di rumah keponakannya. 

Pakde Bambang beranjak keluar sambil menekan ponselnya. Dia langsung melakukan panggilan pada sang adik. Laki-laki itu menginginkan penjelasan mengapa hal yang justru membuat citra perpecahan itu terjadi antara mertua dan menantu. 

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status