Selama ini pria penyuka makanan pedas itu selalu sarapan pagi, sebelum berangkat kerja untuk menghindari salatri. Salatri adalah sakit atau pingsan karena terlalu lapar. Namun, hari ini Arik benar-benar tidak ada waktu untuk sarapan. Waktunya telah habis digunakan untuk menyetrika dan mencari kaus kaki, yang selama ini selalu disiapkan Hayana.Selama lima tahun membersamai Arik, Hayana tak pernah absen memberikan sarapan untuk suaminya. Wanita itu tahu betul bahwa lelaki itu tidak bisa menahan lapar terlalu lama. Pria yang hobi memancing itu pernah pingsan karena salatri. Kelakuan suaminya membuat wanita itu menutup mata tentang Arik. Luka di hati telah membuat pemilik nama lengkap Hayana Maulida, itu tak peduli lagi dengan suaminya. Dia benci penghianat.'Istirahat masih lama, perutku sudah tak bisa diajak kompromi. Coba saja ada Hayana di rumah, hal seperti ini tak mungkin terjadi. Ngapain sih perempuan itu main minggat segala?"Arik itu dungu atau telat mikir? Entahlah. Pria yan
Wanita yang Kau SakitiHayana hanya melihat siapa yang menelponnya tanpa berniat menjawab panggilan tersebut. Wanita itu sudah bersiap untuk merebahkan tubuhnya di atas kasur. Namun, ponselnya kembali memekik. Membuat istri Arik itu menarik napas dalam-dalam. Jengah dengan sikap suaminya yang suka memaksa. Dia tahu Arik tak akan berhenti menghubunginya sebelum dijawab panggilan tersebut."Ada apa, Mas?" ketus Hayana tanpa basa-basi terlebih dahulu, bahkan tanpa salam pembuka. Ngantuk pun sudah mulai menyerangnya."Assalamualaikum, De. Kamu di mana sekarang?" tanya Arik di seberang sana dengan suara lembut."Waalaikummussallam. Di tempat yang aman. Tidak perlu khawatir!" tegas Hayana, yang sebenarnya ingin segera mengakhiri sambungan telepon tersebut. "Aku ingin ketemu kamu. Di mana kita bisa bertemu?""Untuk apa? Sayangnya saat ini aku belum ingin ketemu kamu!" sergah Haya."Aku mau minta maaf. Tolong maafkan aku! Aku memang brengsek.""Baguslah kalau sadar! Untuk saat ini aku belum
"Assalamualaikum, Bu. Apa kabar, Bu?" Arik ternyata menghubungi orang tua Hayana. Pria itu tahu kelemahan istrinya, yaitu ucapan orang tuanya. Pria itu tak punya adab menelpon mertuanya ketika sudah larut malam. "Waalaikummussallam, Nak Arik. Alhamdulillah, kami di sini dalam keadaan sehat. Kalian gimana?" "Kami sehat, Bu. Namun …." Arik sengaja menggantungkan ucapannya untuk mendramatisir keadaan."Namun, kenapa?" desak Bu Tuti — ibunya Hayana."E … Arik bingung mau ngomongnya, Bu."Pria itu senang membuat mertuanya penasaran. Sengaja memang."Ada apa, too, Nak? Jangan membuat kami penasaran," ucap Bu Tuti dengan nada khawatir."Ada apa, Bu?" tanya Toni — abanya Hayana yang kedua. Bu Tuti menggelengkan kepala, sebagai tanda tidak paham."Ibu janji! Harus tenang dan tidak boleh marah-marah, ya!" pinta Arik dengan suara lembut dari seberang."Iya. Ibu janji. Sekarang katakan terus terang!" Bu Tuti sudah mulai khawatir terjadi apa-apa dengan putrinya. Namun, wanita itu berusaha bersu
Hayana kaget ketika membuka pintu. Ada seorang cowok berdiri dengan membawa bingkisan."Dengan Kak Hayana?" tanya pemuda gagah tersebut."Iya saya sendiri. Ada yang bisa dibantu?" "Saya dimintai tolong oleh seseorang untuk mengantarkan ini." Pemuda yang memakai masker tersebut menyerahkan bungkusan yang dihias seperti kado."Dari siapa?" Hayana ragu ketika mau menerima barang tersebut."Saya kurang tahu, hanya disuruh. Saya permisi." Pria muda itu melangkahkan kakinya meninggalkan Haya yang masih kebingungan. Wanita itu hanya bisa menatap punggung cowok tadi dengan banyak pertanyaan."Siapa pengirimnya, ya? Apa dari kakakku? Masa sih dari Sumatera ke pulau Jawa sampai dalam satu hari? Nggak mungkin banget, kan." Haya memindai bingkisan tersebut."Mas Arik? Rasanya tidak mungkin! Waktu masih menjadi perempuan satu-satunya saja, dia tidak pernah peduli dengan tanggal lahirku, apalagi sekarang sudah ada wanita lain di hatinya. Mustahil pria itu memberi kado!" gumamnya sambil menyimpan b
'Hayana. Istriku harus kembali padaku, hanya dia yang bisa memberikan aku uang." Arik menjentikkan jarinya, sebagai tanda sedang ada ide. Di luar gerbang pabrik."Bang, ayo, cepat sebelum ketahuan aku disusul!" titah Arini pada suaminya."Gimana tadi?" tanya Sanjaya saat di perjalanan. "Dia bilang nggak punya uang. Abang tenang aja. Aku akan membuat pria itu memberikan uang sejumlah yang Abang butuhkan." Arini mempererat pelukannya pada pinggang suaminya."Terima kasih, ya, Sayang. Abang makin cinta." Sanjaya mengelus punggung tangan istri yang melingkar di pinggangnya.~~~~~~~~Hayana menikmati makanan yang di santapannya. Seafood terenak yang pernah ditemui. "Enak banget ini. Kenapa baru tahu ada seafood seenak ini?" tanya Hayana sambil mengelap tisu pada bibirnya."Benar-benar gila. Mantap seafoodnya."Kartika sampai mengacungkan kedua jempolnya ke arah Haya.Setelah puas menikmati seafood tersebut mereka pulang.~~~~~~~~~"Arik?" Hayana tak percaya ada suaminya di depan pintu k
"Haya. Maafkan ibu, Nak. Tadi telah termakan omongan Arik. Ibu tak menyangka kamu menyimpan masalah besar dalam rumah tanggamu. Kenapa kamu tidak pernah cerita sama kami tentang masalahmu, Nduk?""Bu, maafkan Haya, kalau masalah ini membuat beban pikiran kalian. Haya akan memberikan tahu kalian tapi nanti. Namun, ibu keburu tahu duluan. Ibu tidak perlu khawatir, ya. Haya bisa menyelesaikan semuanya.""Nduk, kamu jangan sok kuat. Cerita sama kami setiap ada masalah. Kamu anak perempuan kami satu-satunya. Hiks … hiks! Ibu tak terima kamu dibuat sakit dan kecewa seperti itu." Bu Tuti terdengar menangis. Sedih anak kesayangannya yang ada di luar pulau disakiti oleh menantunya."Bu, jangan menangis. Lihat Haya tidak apa-apa." Haya tersenyum ke arah layar. Membuktikan pada ibunya bahwa dia kuat. Bibirnya memang tersenyum tapi hatinya remuk redam, karena orang tuanya harus menyaksikan pertengkarannya. "Kamu sok kuat! Ibu tahu hatimu menangis." "Minta doanya saja, semoga Haya bisa melewati
"Bu. Gimana kabar Hayana?" tanya Pak Adul pada istrinya."Pak. Ibu telah bersalah pada putri kita karena sempat termakan omongan Arik. Anak kita itu sedang ada masalah besar, Pak. Dia awalnya tidak ingin cerita sama kita dulu. Ibu jadi sedih memikirkan nasib Haya. Hiks hiks hiks. Ibu kemarin tidak tanya Haya dulu apa yang telah terjadi? Tapi langsung memarahinya." Bu Tuti menangis kembali ketika mengingat masalah putrinya.Ibu mana yang tidak bersedih ketika mendengar anaknya sedang ada masalah besar. Awalnya Bu Tuti berusaha tidak memikirkan. Namun, tetap saja kepikiran."Lain kali jangan mudah percaya cerita dari satu pihak. Harus cari tahu dari pihak lainnya. Tabayyun atau apa istilahnya. Memangnya apa yang telah terjadi, Bu?" Pak Adul Memang belum tahu apa yang sebenarnya terjadi. Istrinya belum cerita sama sekali."Rumah tangganya di ambang kehancuran, Pak. Arik selingkuh, setiap harinya hanya dijatah lima belas ribu, mertuanya selalu ikut campur. Makanya Haya kabur dari rumah su
Arman adalah teman dekat Arik dan Hayana. Lelaki yang pernah gagal menikah itu memang sudah lama mengetahui perselingkuhan temannya. Dia memang sering gonta-ganti pacar tapi setelah gagal menikah karena ulahnya sendiri kini dia tak ingin lagi pacaran. Di usia tiga puluh tahun ini dia masih membujang. Di mata Arman Haya adalah wanita yang baik dan tak pantas disakiti. Dia berusaha untuk menyadarkan suaminya. Namun, gagal. Memang benar menasihati orang yang sedang jatuh cinta itu susah. Termasuk Arman yang mencoba menasihati Arik. Sebenarnya Arman juga mengetahui Arini itu istri orang. ~~~~~~~~`~~~"Kamu itu bisa menjahit nggak, sih? Sudah dikasih tahu bukan seperti ini hasilnya yang diinginkan buyer? Bongkar lagi!" bentak Arik pada anak buahnya yang salah dalam proses menjahit.Arik baru saja mendapatkan komplain dari QC inline."Ba — baik, Pak. Akan saya perbaiki lagi." Suara Bu Marfuah bergetar. "Ibu itu sudah tua. Memang sudah saatnya istirahat di rumah saja. Ngasuh cucu bukan m