Share

Pulang

Author: Maheera
last update Last Updated: 2024-02-23 18:11:09

"Kau tahu apa yang lebih tajam dari pedang dan berbisa dari ular? Lidah

Dia bisa menghancurkan hati dan meluluhlantakkan rasa yang terpatri."

===============

Mobil yang ditumpangi Lintang berbelok ke sebuah gang kecil dengan jalan berbatu. Daerah tersebut cukup ramai penduduk meski berada di daerah pinggir kota. Di sebuah bangunan bercat putih, sang supir menghentikan mobilnya.

"Buk, sudah sampai."

Lamunan Lintang buyar saat teguran sang sopir menyapa membran telinganya, halus. Perjalanan dua jam terasa sangat singkat, mungkin karena pikiran wanita itu tidak berada di tempatnya. Dia sibuk melanglang buana, menyibak awan yang menutupi kenangan indah kala pernikahannya masih baik-baik saja.

Lintang keluar dari mobil setelah membayar tarif yang disebutkan sang sopir. Wanita itu menatap ragu ke arah rumah bercat putih tulang yang berada tepat di hadapan. Ada bimbang yang menggelayuti hati. Dia resah memikirkan reaksi Buk Rima ketika mendengar kegagalan rumah tangganya. Di mata wanita yang mulai menua itu, Arsen adalah pria terbaik. Tak jarang beliau lebih membela pria tersebut dibanding dirinya.

Namun, sudah kepalang tanggung, semua telah terjadi. Seperti anak panah yang dilepaskan dari busurnya, tak bisa ditarik kembali. Lintang menganjur napas panjang dan dalam. Sejenak menenangkan debaran jantung yang bertalu-talu, membuat wanita itu harus menekan dada, membujuknya agar tenang sebentar.

Sang putri yang tertidur di dalam gendongan, mulai bergerak gelisah, mungkin cuaca yang terik membuat tubuh bayi itu gerah. Lintang perlahan menyeret kopernya, mengambil langkah pertama dengan kaki gemetar. Dia seolah melayang, tubuh wanita itu terasa ringan. Semakin dekat, gemuruh di dada semakin kentara.

"Lho, Lintang?"

Wanita itu menoleh. Sedikit linglung ketika seseorang menyapanya, wanita dengan gamis dan kerudung berwarna hitam tersebut menyongsong Lintang yang berdiri kaku di depan pintu rumah.

"Sendiri aja?" tanya wanita itu ramah.

"Eh, iya, Buk. Suami saya lagi keluar kota," jawab Lintang gugup, membiarkan wanita tersebut mengambil alih kopernya.

"Lupa sama, saya?" terka wanita itu sambil tersenyum simpul.

Lintang mengerutkan dahinya, mencoba mengingat siapa wanita yang ada di hadapan, tetapi nihil. Otaknya gagal memproses informasi dengan cepat.

"Saya, Mbak Murni, masa lupa," jelas wanita tersebut.

Lintang terperangah sesaat berganti takjub. Dia melihat lebih seksama wajah wanita di hadapan. "Mbak Murni? Ini beneran Mbak Murni?" Dia bertanya lagi.

Murni adalah adalah asisten rumah tangga, saat kedua orang tua kandungnya masih hidup. Hubungan mereka sangat dekat. Sayang, dua minggu sebelum kejadian naas itu, Murni ijin pulang mengurus orang tua yang sedang sakit di kampung.

"Iya, ayo masuk. Kasihan dedeknya udah kepanasan," ajak Murni sambil mengelus pipi gempil Gayatri.

Lintang mengekori langkah Murni ke dalam rumah. Panti ini terdiri dari dua bangunan. Di bagian depan terdapat rumah utama yang dijadikan tempat tinggal Buk Rima dan Lintang. Di bagian samping sebelah kiri, terdapat bangunan yang lebih besar, berisi banyak kamar untuk anak-anak penghuni panti. Suasana panti tempat dia dibesarkan itu masih sama, selalu ramai dengan tawa ceria khas anak-anak, meski mereka tahu jika keberadaan mereka di sana karena tidak diinginkan lagi. Akan tetapi, anak-anak tersebut berusaha menerima takdir yang digariskan Tuhan pada mereka. Hal itu menampar keras hati Lintang. Sampai detik ini dia masih tidak bisa menerima suratan tangannya. Merasa Allah tidak pernah adil padanya. Tanpa dia sadari, jika Sang Maha Kuasa sangat menyayanginya dengan membuka kebusukan Arsen dan Anita.

"Ayo, ini kamar Lintang, kan?" Murni meletakkan koper wanita tersebut di sebelah ranjang yang dialasi seprai berwarna biru langit dengan motif bunga lili.

Lintang mengamati kamar yang ditempati saat masih lajang. Tidak ada yang berubah. Lemari, ranjang, meja kecil yang berada di dekat jendela, bahkan poster film Star Trek masih terpajang di belakang pintu. Lintang ingat, terakhir berkunjung setahun yang lalu, saat lebaran Idul fitri bersama Arsen. Mengingat itu dadanya kembali terasa sesak, matanya memanas, seolah tidak percaya jika biduk rumah tangganya telah kandas di tengah jalan

Meletakkan Gayatri perlahan di atas ranjang, bayi delapan bulan itu terlihat sangat nyenyak, lalu berpaling ke arah Murni yang memperhatikan gerak-gerik Lintang dalam diam. Sebagai wanita yang paham asam-garam kehidupan, Murni bisa menebak jika wanita di hadapan sedang mengalami kisruh rumah tangga. Sejak kedatangan Lintang tadi, dia bisa menangkap awan mendung yang disembunyikan wanita tersebut dari matanya.

"Lintang istirahat dulu, ya. Nanti kalau udah enakan baru kita bicara. Ibu udah kangen cerita-cerita sama kamu," ujar Murni sambil mengelus lengan Lintang lembut.

Lintang hanya menganguk tanpa suara. Perhatian yang diberikan Murni cukup melegakan hati, entah apa nanti reaksi Buk Rima. Lintang hanya pasrah jika wanita tersebut menyalahkannya.

*

Buk Rima menatap iba ke arah Lintang yang menunduk. Jelas terlihat kesedihan di mata yang mulai menua itu. Dia tidak mengira pernikahan Lintang dan Arsen berakhir begitu saja. Apalagi saat wanita yang telah dia besarkan itu menceritakan penyebab perceraian keduanya. Buk Rima tidak percaya Arsen mampu melakukan hal sekeji itu, tetapi Lintang juga tidak mungkin berbohong.

Buk Rima sangat mengenal Lintang. Wanita itu berani memutuskan tali pernikahan dengan Arsen, artinya kesalahan pria itu tidak bisa ditolerir. Dia bukan wanita cengeng yang gampang menyerah pada keadaan, malah sangat keras kepala. Jika dia telah memutuskan sesuatu, maka akan sulit merubah keputusan tersebut.

"Apa Papa Arsen sudah tau masalah ini?" tanya Buk Rima dengan tatapan menyelidik. Dia menghela napas berat saat melihat Lintang menggeleng tanpa suara.

"Lintang, kau tau jika Papa mertuamu adalah donatur utama di panti ini. Ibuk hanya takut jika perceraian kalian berimbas pada panti," jelasnya menatap Lintang sendu.

Lintang mengangkat kepalanya. Matanya bersiborok dengan manik mata Buk Rima. Ada cemas di sorot teduh itu. Dia paham, wanita lima puluh tahunan itu cemas memikirkan keuangan panti. Apalagi di kondisi serba sulit sekarang ini, hanya Papa Arsenlah yang menopang keuangan panti asuhan. Banyak anak-anak terlantar bermukim di sini, tempat mereka menanam harapan sampai nanti menemukan keluarga baru. Sangat egois rasanya jika mengorbankan mereka hanya karena masalah pribadinya.

"Nanti aku akan coba bicara sama Papa, Buk. Aku rasa beliau pasti mengerti karena kalau dipaksa, ngga bakal bagus akhirnya. Aku ngga sanggup hidup sama pria pengkhianat," jelas Lintang dengan suara bergetar.

Buk Rima menatap prihatin putri angkatnya tersebut. Dia tersenyum, berusaha menguatkan hati Lintang, meski tahu tidak mudah bagi seorang wanita melupakan luka yang telah digores dengan sengaja. Akan tetapi, Lintang wanita kuat dan dia yakin Lintang bisa melalui dengan kuat dan sabar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Mael Julius
kok kembali kepada anti..katanya Dipa emilik percetakan terbesar..trus rumah tempat si pelakor itu rumah orang tuanya..jg masalah donatur,knapa tidak dia yg jd donatur klu dia pemilik percetakan terbesar...
goodnovel comment avatar
Ipeh Saripeh
la katanya lintang punya usaha percetakan dari kuliah...kenapa gak diurus
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Wanita yang Kau Sakiti   Setelah Bertahun Berlalu

    Pekarangan rumah yang ditumbuhi pepohonan pinus terlihat rindang. Suara gemericik air yang jatuh ke dalam kolam membuat pendengaran menjadi tenang. Di bawah canopy berwarna biru, di bagian kiri disusun banyak tanaman hias beraneka ragam. Mulai dari mawar, anggrek, kaktus, dan sebangsa daun keladi, lengkap dengan jenis dan warna masing-masing. Seorang wanita yang rambut hitamnya sudah disela uban, terlihat mengamati anak-anak kecil berlarian di pekarangan yang sangat sejuk tadi. Dia beberapa kali ikut tertawa melihat tingkah lucu mereka. Wanita itu adalah Lintang. Setelah bertahun-tahun mengalami cobaan, kemudian menikah dengan Satya, tidak serta-merta membuat hidup Lintang dihujani kebahagiaan. Begitu banyak masalah yang menghadang. Akan tetapi, keduanya bisa melewati kerikil-kerikil tajam dengan berbekal kepercayaan dan cinta yang besar. Saling percaya dan menghormati menjadi kunci keharmonisan rumah tangga mereka. Lintang lagi-lagi tersenyum kecil melihat keriuhan yang tercipta da

  • Wanita yang Kau Sakiti   Halal Bagiku

    "Siapa yang bisa menentang jalan takdir. Bila Dia telah berkehendak, langit dan bumi pun tak akan sanggup menghalangi."==============Lintang meraba dadanya yang kini berdentum-dentum, ada haru yang menyelimuti hatinya. Menatap pantulan diri di dalam cermin, ada seraut wajah yang kini sedang tersenyum bahagia dengan riasan wajah sederhana. Wajah yang dulu kuyu dan menyimpan banyak luka di matanya, kini bersinar bak mentari pagi. Setelah bertahun berlalu, bahagia itu datang menghampiri. Tidak dengan memaksa, tetapi hanya merayu Yang Maha Kuasa dengan doa dan pengabdian tinggi."Ayo, Lintang semua sudah menunggu."Bunda Dewi menghampiri Lintang. Dia membingkai wajah wanita itu dengan kedua telapak tangannya. Senyum tulus dia ukir di wajahnya yang telah menua."Bunda berdoa semoga kebahagiaan ini tak pernah lekang dari hidupmu."Lintang mengangguk pelan, memeluk wanita yang telah berjasa membimbing menjemput hijrahnya. Setetes air mata jatuh tergelincir di pipinya. Tak ada kata yang bis

  • Wanita yang Kau Sakiti   Setahun Perjuangan

    Kamu BagikuBertemu denganmu tak pernah kukira. Memilikimu adalah ingin, jatuh cinta padamu di luar nalar, dan menyandingmu bukan kemampuanku.Engkau laksana cahaya yang kutitipkan pada mentari pagi, hangat, dan menyulut semangat dalam diri. Engkau juga seperti senjakala, membias indah di cakrawala. Cahayamu indah menggugah rahsa, lesapkan gundah di dalam sukma.Hadirmu memberi terang sekaligus tenang. Engkau adalah puncak segala keindahan. Cinta ini begitu megah dan tertanam kokoh di dalam dada. Begitu besar inginku milikimu. Tak jemu merayu Sang Pemilik Cinta di sepertiga malam, agar sedia menyandingkan nama kita di lauh mahfuz. Bermimpi merenda cinta penuh makna, saling menggenggam hingga usia menua.Janjiku padamu duhai sang pemilik rahsa. Andai Tuhan takdirkan kita menempuh perjalanan bersama, kujaga setia sampai nadi, lalu memupuk cinta membiarkannya menyemak belukar. Hati ini akan selalu berdebar karenamu, hingga jantungku berhenti berdetak.Setiap helaan napasku akan selalu me

  • Wanita yang Kau Sakiti   Dua Tahun yang Panjang

    Lintang tertawa melihat Gayatri sibuk menangkap kupu-kupu dengan jaring kecil yang terbuat dari potongan jala yang dijepit dengan bambu tipis dan dibuat menyerupai bentuk kerucut. Tawa batita itu berderai-derai ketika kupu-kupu tersebut beterbangan ketika dihampiri. Udara di seputaran komplek olah raga terasa sangat sejuk. Apalagi di kala sore hari. Banyaknya pepohonan besar yang tumbuh berjajar membuat udara terasa sangat rindang. Lintang memperhatikan sekeliling, banyak orang berlalu lalang. Entah hanya untuk menghabiskan sore atau memang sekadar berolah raga. Ada juga yang memang sengaja datang untuk berburu aneka macam kuliner kekinian yang dijual berjejer sepanjang jalan.Pun Lintang. Sejak memutuskan untuk menjauh dari Satya dan masa lalunya yang menyakitkan, wanita itu memilih kota Padang sebagai tempatnya menenangkan diri. Sebuah kota yang terletak di pesisir pantai, dengan jumlah penduduk yang tidak terlalu padat. Sengaja Lintang memilih kota tersebut, selain penduduknya yan

  • Wanita yang Kau Sakiti   Karma Itu Nyata

    Tangan Anita mengerat memegang pulpen yang diberikan Handoko. Matanya nanar membaca surat perjanjian di atas meja. Hari ini dia diperbolehkan pulang. Sayangnya, tanpa membawa apa pun. Tidak buah hati yang tidak pernah disusui atau lelaki yang dia cintai. Semua kembali ke awal. Dia masuk seorang diri, kini keluar pun sebagai fakir."Tunggu apalagi? Makin lama kau menahan, semakin lama pula putramu mendapat penanganan."Suara Handoko menggedor pertahanan Anita yang memang sudah rapuh. Ketegaran yang dia bangun dan terlihat kokoh, sebenarnya sudah keropos sejak awal. Dia saja yang keras kepala bertahan untuk sesuatu yang semu. Kini, keyakinan yang telah disematkan sejak semalam, perlahan melonggar. Bayang-bayang kerinduan kepada putranya kelak, kembali menggoyahkan teguh Anita. "Aku tidak punya banyak waktu untuk menunggu tanda-tanganmu saja." Handoko bangkit dari kursi dan merapikan jasnya. "Jika kau mundur, aku akan minta perawat melepas alat penunjang hidup anakmu""Jangan! Saya moho

  • Wanita yang Kau Sakiti   Kau Tak Pernah Ada

    Anita terenyuh melihat bayinya yang berada di dalam kotak inkubator. Bayi lelaki yang dia kandung selama sembilam bulan terlihat sangat kecil, lemah, dan tidak berdaya. Bahkan, wanita itu takut untuk menyentuhnya saja. Seolah-olah sentuhannya bisa menyakiti bayi tersebut. Anita membekap mulutnya untuk meredam tangis yang pecah sejak masuk ke ruangan NICU. Ada yang berdentang hebat di dada, menyakiti dan membuat ngilu ke sekujur tubuhnya. Anita lemah, dia tidak berdaya melihat buah hatinya tergeletak hanya memakai popok dengan wajah membiru."Bagaimana anak saya, sus?" tanya Anita melihat seorang perawat mendekatinya."Untuk saat ini menunggu keadaannya stabil. Harus segera dilakukan operasi, karena katup jantungnya bocor.""Berapa biaya operasinya?" tanya Anita lagi dengan lirih."Sekitar seratus juta, Buk. Itupun resikonya sangat besar. Setelah operasi harus dilakukan perawatan berkala."Mendengar penjelasan perawat tersebut tubuh Anita seketika lunglai. Tenaganya benar-benar tersed

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status