Wanita yang Mencuri Hati Suamiku
Part 1"Pak--""Duduklah, temani saya makan siang.""Tapi--""Ini perintah, Naura."Wanita berambut sebahu itu akhirnya mengangguk kaku. Sebenarnya ia merasa gugup dan tidak nyaman jika harus berduaan dengan bossnya. Akan tetapi, ia juga tidak bisa mengabaikan perintah sang atasan.Bukan tanpa sebab, Naura selalu merasa gugup saat berdua dengan Attar. Pesona sang atasan yang tidak bisa ia tampik, selalu mampu membuat dadanya berdebar kencang jika sedang berdekatan. Attar, pria tampan dengan berjuta kharisma, yang mampu membius wanita mana saja yang melihatnya, tidak terkecuali dirinya.Namun sayang, Naura tidak boleh menunjukkan kertarikan itu karena ia sadar akan posisi. Bukan hanya karena ia hanya seorang bawahan, tetapi juga status Attar yang sudah tidak sendiri. Ya, Attar pria beristri. Itulah alasan mengapa Naura selalu berusaha menjaga jarak, meskipun sang atasan pun selalu berusaha meniadakan jarak itu.Tidak salahkah jika ia merasa, Attar pun menyimpan perasaan khusus padanya? Bisa terlihat dari sikap pria itu yang begitu perhatian, melebihi seorang atasan pada bawahannya, seperti saat ini."Kalau makan itu pelan-pelan, jadi belepotan kan," tegur Attar seraya mengambil tissu, kemudian mengelap sudut bibir yang terdapat butiran nasi di sana.Untuk sesaat, mata mereka beradu pandang. Keduanya terpaku dengan debaran kencang di dada masing-masing."T-terima kasih, Pak."Keduanya tersenyum canggung. Attar menggaruk pelipisnya yang tidak gatal karena salah tingkah. Wanita di dekatnya ini, entah mengapa membuatnya sulit mengalihkan pandangan.Naura, gadis yang sudah dua bulan menjadi sekretarisnya. Gadis berpenampilan sederhana, tetapi mampu membuat Attar terpesona. Gadis yang perlahan memberinya kenyamanan, yang sudah lama tidak ia rasakan saat bersama Nada, istrinya."Kita lanjut makan, setelah itu langsung ke ruang meeting." Attar berusaha mengusir kecanggungan di antara mereka dengan mengalihkan pembicaraan. Naura pun menurut. Ia kembali menyuapkan makanan meski fokusnya bukan lagi ke sana.Andai saja ....Ah, Naura tidak ingin berandai-andai. Ini salah ... jelas salah. Ia tidak boleh menaruh harapan lebih pada atasannya. Ada hati yang harus mereka jaga. Naura tidak ingin menjadi duri dalam rumah tangga Attar dan istrinya.***"Terima kasih, Bapak sudah berkenan mengantar saya. Maaf kalau saya tidak bisa mengajak Bapak untuk mampir. Ini sudah malam dan saya tidak ingin terjadi salah paham," ucap Naura ketika Attar mengantarnya sampai ke teras rumah. Pria itu turun dari mobilnya demi untuk memastikan Naura sampai dengan selamat. Gang kecil yang harus mereka lalui, membuat Attar tidak bisa menggunakan mobil untuk sampai ke halaman rumah."Tidak apa, saya mengerti. Kamu tinggal dengan siapa? Orang tuamu?" tanyanya seraya meneliti sekitar. Nyaman dan asri, itu kesan yang pertama kali Attar tangkap."Saya hanya tinggal dengan Ayah. Ibu saya sudah meninggal.""Oh, Maaf. Saya tidak tahu." Nada suara Attar terdengar menyesal."Tidak apa, Pak.""Ya sudah, kalau begitu saya pulang dulu. Langsung tidur, jangan begadang. Ingat, besok kita pasti sibuk.""I-iya, Pak." Naura begitu gugup. Perkataan Attar sarat akan perhatian dan itu membuatnya tak mampu menyembunyikan rona di wajah."Assalamualaikum.""Waalaikumssalam."Ia tatap tubuh Attar yang perlahan menjauh. Pipinya masih memanas. Perhatian itu, mengapa Naura begitu menyukainya. Namun, senyum yang tersungging di bibirnya perlahan memudar, mengingat jika pria yang sedang ia nikmati perhatiannya itu adalah suami orang.🌺🌺🌺"Hai.""Eh, kamu sudah pulang? Kapan sampai? Kok gak ngabari Mas kalau pulangnya hari ini?" cecar Attar ketika melihat sang istri yang sudah berada di kamar mereka. Nada bangkit dari duduknya, langsung menyongsong tubuh suaminya untuk dipeluk."Kangen," rengeknya."Dasar manja." Attar terkekeh. Bibirnya mengecup rambut sang istri berkali-kali."Aku tuh harusnya pulang besok. Tapi gak tahu kenapa keinget kamu terus. Jadinya ya, mohon-mohon deh sama Johan buat pulang lebih awal. Untung dia ngerti dan kasih izin," papar Nada. Sengaja, ia gesekkan hidungnya ke dada bidang sang suami."Mas sudah makan?"Tubuh Attar sedikit menegang mendengar pertanyaan dari istrinya. Tadi, sebelum mengantar Naura pulang, mereka sempat makan malam di sebuah restoran. Entah mengapa ia sangat ingin mengajak Naura makan bersama seperti tadi siang. Apa mungkin karena ia ingin lebih lama menikmati kebersamaan dengan gadis itu?"Mas, ditanya kok malah melamun?""Eh, iya. Tadi Mas sudah makan. Soalnya gak tahu kalau kamu sudah ada di rumah. Maaf, ya.""Gak papa, aku ngerti. Ya sudah, Mas mandi dulu, gih! Aku sudah menyiapkan kejutan," bisik Nada dengan nada sensual. Attar yang mengerti arah pembicaraan sang istri, tersenyum lebar. "Oke, Mas mandi dulu. Sudah tidak sabar ingin lihat kejutannya apa."Attar berlalu ke kamar mandi. Dihidupkannya shower untuk membasahi tubuhnya. Ia pejamkan mata, mencari sensasi yang dulu selalu hadir jika saat bersama Nada. Namun sayang, Attar tak menemukannya lagi. Hambar, itu yang Attar rasakan saat ini jika sedang bersama sang istri. Apa mungkin karena Nada terlalu sibuk dan sering meninggalkannya bepergian? Atau karena anak yang tak kunjung hadir di antara mereka?Bayang wajah Naura yang tengah tersenyum manis, tiba-tiba berkelebat. Attar sempat menghentikan gerakannya membersihkan tubuh, tetapi kemudian, senyum terukir dari bibirnya.Naura ... ingatan tentang gadis itu tak dapat Attar hapus, meskipun saat ini ia sedang bersama Nada."Mas, kok lama?" Teriakan Nada dari arah luar, membuyarkan khayalan Attar tentang Naura."Iya, Sayang. Sebentar!"Attar mempercepat mandinya. Ia keluar dengan hanya memakai handuk yang menutupi bagian bawah tubuhnya."Mas."Attar terpaku melihat penampilan Nada yang begitu menggoda. Gaun malam yang istrinya kenakan, membuat gejolak kelelakiannya muncul seketika dan itu merupakan hal yang normal."Ini kejutannya?" tanyanya dengan nada suara yang sudah terdengar serak."Hmm." Nada menjawab sambil berjalan anggun mendekati Attar."Mas suka?""Sangat."Hening. Dua insan yang satu minggu tidak bertemu itu larut dalam gelora h*srat yang menggebu. Pakaian sudah sama-sama mereka tanggalkan. Attar pun membaringkan tubuh sang istri dengan perlahan ke atas ranjang.Namun, baru saja akan memulai, perkataan Nada yang tiba-tiba, menyurutkan h*srat Attar yang sudah naik ke ubun-ubun."Jangan lupa pakai p*ngaman. Aku belum ingin hamil."**Bersambung."Siang Mas. Bagaimana kabarnya hari ini? Aku lagi ada sedikit masalah di tempat kerja. Mas mau denger cerita aku gak?"Nada membenahi selimut yang menutup tubuh Attar, kemudian duduk di samping ranjang tempat pria itu berbaring. Setelah dinyatakan koma oleh Dokter, sudah empat bulan Attar masih belum sadarkan diri. Nada sempat syok mendengar kabar ini dari Salma. Pasalnya kondisi Attar sempat drop dan Dokter menyatakan harapan hidupnya sangatlah tipis. Namun, Nada terus meyakinkan Salma agar jangan menyerah. Nada meminta Salma supaya tidak meminta Dokter untuk mencabut alat-alat yang menempel di tubuh Attar yang saat ini dijadikan penopang hidup pria itu. Nada yakin Attar masih mempunyai harapan dan selama apa pun itu, Nada akan dengan setia menungguinya. Nada terus bercerita. Mengajak Attar berbicara seperti yang disarankan oleh Dokter. Meski mata pria itu tertutup, tetapi Nada yakin dalam alam bawah sadarnya, Attar masih bisa mendengar suaranya. "Bangunlah, Mas. Apa kamu tidak ing
"Masyaa Allah, Mbak cantik sekali."Nada menatap pantulan dirinya di depan cermin. Ya, Meisya benar. Ia memang cantik dalam balutan pakaian pengantin. Nada menghirup napas sebanyak-banyaknya untuk mengurangi kegugupan. Hari ini hari pernikahannya dengan Gibran. Sebentar lagi statusnya akan kembali menjadi seorang istri, tetapi dari pria yang berbeda. Semalam, Nada sudah memutuskan untuk melanjutkan pernikahan ini. Ia tidak ingin keluarganya dan keluarga besar Gibran menanggung malu. Untuk Attar ... Nada harus berusaha untuk bisa melupakan pria itu. Nada hanya bisa berdoa agar mantan suaminya segera siuman dan keadaannya makin membaik. "Mbak, kok Mbak malah murung? Senyum dong. Hari ini hari bahagia buat Mbak. Sebentar lagi Mbak akan menjadi istri dari Dokter Gibran. Apa ada yang mengganjal dalam pikiran, Mbak? Cerita sama aku biar perasaan Mbak sedikit lega," tutur Meisya seraya menggenggam tangan sang Kakak. Nada segera menghapus titik bening yang hampir keluar dari sudut netranya
"Nad, ini kamu minum dulu.""Makasih, Cin."Nada menerima sebotol air mineral yang diberikan Cindy. Kini mereka berada di rumah sakit, menunggu Attar yang sedang ditangani oleh Dokter. Tembakan yang dilakukan orang itu tepat mengenai punggung Attar. Nada sempat histeris melihat Attar yang terkulai tak berdaya dengan darah yang keluar dari punggungnya. Beruntung polisi segera datang menyelamatkan mereka dan menangkap dua orang penjahat yang mencoba menghabisi Nada. "Aku takut banget, Cin. Takut terjadi sesuatu yang buruk pada Mas Attar. Dia seperti ini karena menyelamatkan aku," ucap Nada di sela isakan. Semenjak Attar dibawa ke rumah sakit, Nada tidak berhenti menangisi mantan suaminya. Ia merasa bersalah karena menjadi penyebab Attar mengalami hal buruk seperti ini."Kamu tenang. Lebih baik kamu banyak-banyak berdoa supaya dia bisa diselamatkan. Apalagi besok kamu itu mau nikah, Nad. Kamu jangan terlalu capek dan banyak pikiran. Nanti setelah tahu keadaan Attar, lebih baik kamu pula
"Tidak!"Wandi setengah berteriak di depan dua orang yang mendatangi rumahnya. Orang tua pelaku pemerkosa putrinya itu mencoba bernegosiasi dengan menawarkan tanggungjawab dengan pernikahan, asalkan Wandi mencabut tuntutan dan putra mereka bebas dari penjara. Namun, Wandi tidak bodoh. Ia tidak akan pernah sudi menikahkan putrinya dengan orang bejad seperti putra mereka."Pak Wandi, kami datang ke sini untuk mengajak berdamai. Putra kami pun sudah bersedia menikahi putri Anda dan bertanggungjawab pada bayi itu. Apa Bapak tidak kasihan pada calon cucu Bapak jika ia terlahir tanpa seorang Ayah?" "Lebih baik cucu saya lahir tanpa seorang ayah daripada harus mendapatkan ayah seperti putra Anda. Saya masih bisa mengurusi cucu dan putri saya meski tanpa bantuan kalian. Sekarang, silahkan keluar dari rumah saya karena saya tidak akan berubah pikiran. Putra kalian tetap harus mendapatkan hukuman yang setimpal," tukas Wandi dengan geram. Ia sudah tidak ingin berbicara dengan orang yang mengang
Setelah menemui Attar di kantornya tempo hari, Nada benar-benar membuktikan ucapannya untuk membantu Naura. Dibantu oleh Gibran, Nada mulai mencari orang yang menemukan Naura tergeletak di pinggir jalan untuk dimintai keterangan sekaligus dijadikan saksi di hadapan polisi. Atas keterangan dari Pak Wandi yang untungnya mengenal salah satu dari orang tersebut, akhirnya Nada dan Gibran mendapatkan informasi dan tidak ingin membuang waktu untuk melapor ke kantor polisi. "Laporan sudah diproses dan polisi akan memulai penyelidikan. Menurut temanku, mereka akan mengecek cctv yang dipasang di jalan itu untuk melihat plat dan jenis mobil si pelaku," terang Gibran yang membuat Nada sedikit bernapas lega. "Syukurlah kalau begitu. Aku berharap semoga mereka bisa ditangkap secepatnya.""Aku pun berharap begitu." Gibran menimpali. "Aku berharap masalah ini segera selesai sebelum hari H pernikahan kita."Nada terpaku sesaat. Ia hampir melupakan pernikahannya dengan Gibran yang tinggal tiga Minggu
Nada menghela napas panjang sebelum masuk ke gedung kantor milik mantan suaminya. Niatnya untuk membantu Naura sudah bulat. Ia berharap Attar mau bekerjasama dengannya untuk membuat Naura sembuh seperti sedia kala. Jika memang seperti apa yang pria itu katakan bahwa ia sudah tidak mempunyai perasaan apa pun lagi kepada mantan sekretarisnya, setidaknya Attar mau berbaik hati sebagai bentuk rasa simpati kepada wanita itu.Setelah memantapkan hati, Nada memasuki kantor diiringi tatapan dari para karyawan yang tentu saja mengenalnya. Bahkan sebagian dari mereka menyapa Nada dan dibalas dengan senyuman ramah."Pak Attar ada di tempat?" tanya Nada pada seorang wanita yang duduk di meja yang dulu ditempati Naura. Nada yakin wanita ini adalah pengganti Naura sebagai sekretaris Attar."Ada, Bu. Maaf, apa ibu sudah membuat janji?""Belum. Tolong sampaikan saja padanya Nada ingin bertemu.""Baik, Bu. Tunggu sebentar."Wanita itu menghubungi Attar dan memberitahu apa bahwa Nada ingin bertemu. Set