Share

Bab 2

Wanita yang Mencuri Hati Suamiku

Part 2

Sarapan pagi ini mereka lalui dengan keheningan. Nada sesekali melirik Attar yang sejak semalam tidak berbicara padanya. Nada paham, Attar pasti kesal karena lagi-lagi ia menunda untuk mempunyai anak. Usia pernikahan mereka sudah jalan tiga tahun. Namun, Nada punya alasan mengapa ia menundanya. Dirinya masih terikat kontrak kerja dan ia tidak ingin terjadi masalah jika ia sampai hamil.

"Aku berangkat dulu."

Perkataan Attar, membuyarkan lamunan Nada. Ia perhatikan suaminya yang tengah mengelap bibirnya dengan tissu.

"Pulangnya gak malam, kan?"

"Belum tahu," jawab Attar sekenanya. "Baik-baik di rumah," imbuhnya setelah mengecup kening sang istri.

"Mas." Nada mencekal pergelangan tangan Attar. "Maaf soal semalam. Aku ... aku mengecewakan kamu lagi," imbuhnya dengan nada yang sarat akan penyesalan.

"Sudahlah, tidak usah dibahas lagi. Bukankah sudah biasa seperti itu?" sarkas Attar.

"Mas, aku kan sudah sering mengatakan alasannya. Aku minta kamu ngerti demi karir aku. Cuma satu tahun lagi, setelah itu, aku siap untuk hamil."

"Ya, ya, memang harus selalu aku yang mengerti kamu. Lalu bagaimana dengan orang tuaku yang sudah ingin memiliki cucu? Apa kamu tidak kasihan pada mereka? Kenapa harus selalu aku yang mengerti. Kamu itu istriku, Nada. Harusnya kamu menurut apa pun perkataan suamimu. Tanpa kamu bekerja pun, aku masih sanggup menghidupimu," tegas Attar berusaha menahan emosi yang sudah hampir naik. Sungguh, ia kecewa pada istrinya yang lebih mementingkan karir ketimbang dirinya.

"Mas--"

"Sudahlah, aku pergi."

Nada menatap kepergian suaminya dengan perasaan bersalah. Dirinya tidak nyaman jika Attar sudah seperti itu. Meskipun ia tahu ia salah, tapi seharusnya Attar mengerti akan posisinya sebagai seorang model yang masih terikat kontrak kerja. Sejenak Nada berpikir. Ia mencari cara untuk meredakan kekecewaan Attar. Tiba-tiba, satu ide terlintas. Nada akan memberikan kejutan dengan datang ke kantor Attar untuk membawakannya makan siang.

šŸ„€šŸ„€šŸ„€

Nada menatap gedung yang menjulang tinggi di depannya. Ia tersenyum membayangkan suaminya yang pasti terkejut dengan kedatangannya. Dengan membawa paper bag berisikan makan siang, Nada berjalan anggun memasuki kantor Attar dan menuju ruangan suaminya.

Sampai di depan pintu ruangan Attar, Nada sedikit heran karena Siska, sekretaris suaminya tidak ada di tempatnya.

"Mungkin sedang ke toilet," gumamnya.

Tangan Nada hampir saja mengetuk pintu ruangan itu. Namun, hal itu ia urungkan mengingat dirinya yang akan memberikan kejutan pada Attar.

Setelah memastikan penampilannya sempurna, perlahan ia buka pintu itu. Sejenak, Nada terpaku. Pandangannya bersirobok dengan dua orang yang berada di dalam sana.

Attar dan Naura menghentikan tawa ketika melihat siapa yang datang. Attar terkejut melihat kedatangan Nada, sedangkan Naura terlihat gugup karena kepergok sedang berdua oleh istri atasannya.

"Selamat siang, Bu Nada," sapa Naura. Ia berdiri untuk menyambut istri atasannya itu.

"Siang." Nada menjawab singkat. Matanya tertuju ke arah meja yang dipenuhi makanan. Ternyata Attar tengah menikmati makan siang dengan wanita yang Nada tidak tahu siapa dia.

Sedangkan Naura begitu gugup. Ia takut Nada akan salah paham terhadapnya. Apalagi Nada belum tahu kalau dia adalah sekretaris baru Attar, menggantikan Siska.

"Naura, kamu boleh keluar." Attar yang mengerti situasi, segera mengambil tindakan.

"Baik, Pak." Naura mengangguk sopan pada Nada sebelum keluar. "Permisi, Bu."

Nada hanya mengangguk. Ia tatap kepergian Naura dengan perasaan yang ... entah. Ia tidak tahu siapa wanita itu. Mendapati dia yang tengah menikmati makan siang bersama suaminya, tentu saja Nada sedikit curiga.

"Dia Naura, sekretaris baru yang menggantikan Siska," jelas Attar yang mengerti kebingungan Nada tentang Naura.

"Oh. Memangnya Siska ke mana?"

"Dia resign karena hamil. Suaminya meminta dia untuk berhenti bekerja dan dia menurut. Istri yang baik, bukan?" jawabnya.

Nada paham Attar sedang menyindirnya. Tidak ingin terjadi pertengkaran, Nada memilih mengalihkan pembicaraan.

"Aku bawain Mas makan siang. Tapi sepertinya, Mas sudah makan," ujarnya kecewa.

"Maaf. Kalau aku tahu kamu mau ke sini, pasti aku gak makan duluan," ucap Attar merasa bersalah pada istrinya.

"Ya sudah, kalau begitu makanan ini aku kasihkan ke OB saja. Sayang kalau dibuang."

"Jangan." Attar menarik pergelangan tangan Nada untuk dituntunnya menuju sofa. "Aku baru makan sedikit, jadinya belum kenyang. Duduklah, kita makan bareng," imbuhnya yang tidak ingin mengecewakan istrinya.

Nada pun menurut. Ia mulai menyiapkan makanan yang ia masak dan menatanya di atas meja. "Aku masak udang goreng kesukaan kamu," ucapnya.

"Mau aku suapin?" tawarnya kemudian.

"Gak usah. Kamu juga harus makan, kan?"

Attar mulai melahap makanan yang dibawakan Nada. Masih seperti tadi pagi. Mereka makan dalam suasan hening, tidak ada canda tawa seperti yang Attar lakukan dengan sekretarisnya tadi.

Diam-diam, Nada merasa aneh dengan sikap suaminya. Tatapan Attar terlihat berbeda ketika sedang berbicara pada Naura. Apakah ini hanya prasangka Nada saja? Akan tetapi, kenapa ia merasa jika suaminya menyukai wanita itu?

Tanpa Attar dan Nada sadari, seseorang dari balik pintu memperhatikan keduanya dengan pandangan sendu.

*

*

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status