Share

Bab 5. Permainan Dimulai

Penulis: Bintu Hasan
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-08 08:29:38

Pria itu menatapnya lekat-lekat. "Aku akan tetap bersamamu. Aku juga minta maaf soal tadi."

Kata-kata itu terasa manis, tetapi juga menakutkan. Bisakah mereka benar-benar bertahan melawan dunia?

Wanita itu menarik napas panjang. Dia ingin percaya, tetapi hatinya masih penuh ketakutan. Karena kenyataannya, kepercayaan bisa goyah. Cinta bisa diuji dan janji bisa dilupakan.

"Aku mohon ...." Liam kembali mengiba. Kedua matanya berkaca-kaca, berbinar menunjukkan cinta.

Rosa menghela napas panjang. "Seperti kamu yang percaya sama aku, aku juga harus percaya kalau kamu memang mencintaiku, Mas."

Mendengar itu, Liam seketika melebarkan senyum. Sungguh, dia terluka atas tuduhan Evelyn dan khawatir jika memang itu adalah kebenaran, tetapi hati tidak bisa berbohong, Liam sangat mencintai istrinya, takut kehilangan.

"Kalian istirahat dulu!" perintah Bu Rini yang langsung ditanggapi dengan anggukan samar dari Liam.

Pria itu langsung mengajak istrinya masuk kamar. Mereka melangkah dengan perasaan yang sulit digambarkan dengan kata-kata. Sungguh, Rosa bingung dengan perubahan sikap Liam yang mendadak. Mungkinkah kepergiannya tadi menjadi alasan atau ada hal lain?

Setibanya di kamar dan saat pintu tertutup rapat, suasana tetap hening.

Liam masih menatapnya, seolah mencoba menyalurkan keyakinan yang dia miliki. Namun sebelum Rosa sempat berbicara lagi, ponsel Liam tiba-tiba bergetar.

Dengan gerakan cepat, pria itu merogoh kantong jas dan mengeluarkan benda pipih berwarna hitam tersebut. Nomor tidak dikenal, tetapi profilnya jelas menunjukkan dia adalah Evelyn.

Rosa menegang, matanya beralih dari ponsel itu ke wajah Liam.

"Jawab," katanya lirih, tapi nadanya penuh tantangan.

Liam menatapnya ragu, tetapi akhirnya mengulurkan tangan untuk mengangkat panggilan itu.

"Liam, kita harus bicara. Ini soal sesuatu yang ... kamu nggak akan percaya."

Seketika, tatapan Rosa mengeras. Hatinya mencelos. Apa lagi yang akan dilakukan Evelyn kali ini?

Liam menatap layar ponselnya dengan ekspresi tak terbaca. Suara Evelyn di seberang sana terdengar serius, hampir mendesak. Di sampingnya, Rosa berdiri diam, matanya penuh kewaspadaan, seakan bisa menebak bahwa percakapan ini tidak akan membawa kabar baik.

"Apa yang mau kamu bicarakan?" Suara Liam terdengar datar, tapi ada ketegangan halus yang sulit disembunyikan.

Di seberang, Evelyn menghela napas pelan sebelum berbisik, "Seseorang sedang bermain di belakang kita, Liam. Ini bukan cuma tentang aku dan Rosa. Ada sesuatu yang lebih besar."

Dahi Liam berkerut. Matanya melirik sekilas ke arah Rosa yang kini menyilangkan tangan di dada. Tatapan perempuan itu tajam, penuh selidik.

"Aku nggak ada waktu buat permainan kamu, Evelyn," ucap Liam akhirnya, nada suaranya nyaris tanpa emosi.

"Ini bukan permainan!" Kali ini suara Evelyn naik satu oktaf, terdengar hampir putus asa. "Aku nggak bisa bicara di telepon. Kita harus ketemu."

Hening.

Rosa melangkah mendekat, suaranya rendah, tetapi tegas. "Mas, kalau kamu lebih percaya sama aku, bilang ke dia, kamu nggak tertarik."

Liam tetap diam. Napasnya berat, pikirannya bekerja cepat, mencoba memilah mana yang benar dan mana yang hanya jebakan. Evelyn bukan orang yang mudah dipercaya. Sejarah mereka cukup menjadi bukti bahwa wanita itu bisa berkata apa saja untuk mendapatkan keinginannya.

"Liam." Suara Evelyn kembali terdengar, kali ini lebih lirih, hampir berbisik. "Kalau kamu benar-benar peduli sama Rosa, kamu harus tahu ini. Ini soal nyawa."

Seketika, dada Rosa berdegup lebih kencang. Liam pun merasakan sesuatu yang berbeda dalam nada bicara Evelyn. Bukan manipulatif seperti biasanya, tapi lebih seperti ketakutan yang nyata.

"Apa maksudmu?"

"Temui aku besok. Aku akan kasih tahu semuanya."

Tanpa menunggu jawaban, Evelyn menutup telepon.

Liam menatap layar ponselnya yang kini gelap, kemudian menoleh ke arah Rosa yang masih berdiri di sampingnya. Rahang perempuan itu mengeras, matanya menyiratkan perasaan yang sulit diartikan.

"Jangan bilang kamu mau ketemu dia." Rosa memperingatkan, nada suaranya dingin dan tajam.

Liam mengusap wajahnya, rasa frustasi mulai menjalar dalam pikirannya. "Aku nggak tahu, Rosa. Tapi kalau benar ini soal sesuatu yang lebih besar—"

"Sesuatu yang lebih besar?" Rosa tertawa kecil, tapi bukan tawa bahagia. Lebih seperti tawa penuh kepahitan. "Kamu masih percaya sama dia setelah semua yang dia lakukan?"

Pria itu terdiam. Dia ingin tahu apa yang hendak Evelyn sampaikan karena tadi pun dia melihat sosok misterius. Rosa melangkah semakin dekat, matanya menatap langsung ke dalam mata Liam, seakan mencari jawaban yang dia takutkan.

"Kamu yang pilih, Mas. Kamu percaya aku atau percaya dia?"

"Nggak gitu. Aku nggak percaya sama Evelyn, tapi dia bilang ini menyangkut kamu, Sayang. Aku khawatir terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dan—"

"Dan apa? Sejak kedatangannya, banyak sesuatu yang tidak diinginkan terjadi, kan? Kepercayaan dan nama baik rusak seketika. Sekarang hanya karena kalimat tadi, kamu percaya lagi? Mas, kamu ini punya otak nggak, sih, buat berpikir? Atau sebenarnya kamu belum selesai sama masa lalumu?"

"Rosa?"

"Apa, Mas? Aku nggak tahu banyak tentang dia. Aku hanya tahu kalau Evelyn adalah mantan kamu dan ... tidak ada lagi. Kamu berutang penjelasan ke aku, apalagi aku ngerasa ibu kamu sangat percaya sama dia. Jadi, kembali ke topik tadi, kamu lebih percaya sama dia atau aku?"

"Itu ...." Liam menarik napas dalam-dalam. Dia tahu ini lebih dari sekadar pilihan. Ini bukan hanya soal Evelyn atau Rosa. Ini tentang sesuatu yang mungkin bisa mengubah segalanya.

Sebelum dia bisa menjawab, ponselnya bergetar lagi.

Nomor tak dikenal.

Liam mengangkatnya dan suara di seberang sana langsung membuatnya menegang.

"Kamu harus datang, Liam. Sebelum semuanya terlambat."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Wanita yang Mendambakan Suamiku   Bab 26

    "Maaf?" Naina mencoba tersenyum manis meski jelas-jelas merasa tidak nyaman. "Pulang!" ulang Bu Diana dengan tatapan tajam yang tak bersahabat. Naina menghela napas panjang. "Maaf, Bu. Aku nggak bisa. Aku khawatir Liam menyakiti Rosa. Kita sama-sama tamu di sini dan aku nggak akan pulang, kecuali tuan rumah sendiri yang nyuruh." "Saya ini ibunya Liam. Saya berhak di rumah ini!" Mata Bu Diana membulat, penuh amarah. "Sedangkan kamu? Siapa kamu?!" "Aku sahabat Rosa, Bu. Sudah dianggap saudara sejak lama. Dan karena itu, aku nggak akan tinggal diam saat orang-orang memfitnah dia. Aku tahu yang sebenarnya. Aku tahu Evelyn-lah yang menyuruh Raka—" "Kebenaran?" Bu Diana menyela dengan senyum miring. "Kebenaran yang kamu lihat itu palsu. Rosa nggak sebaik yang kamu kira—" "Dan juga tidak seburuk yang mereka katakan, bukan?" potong Naina, tatapannya tajam dan tak gentar. Rahang Bu Diana mengeras. Kedua tangannya terkepal sempurna. Setiap kata dari Naina terasa seperti cambuk yang menya

  • Wanita yang Mendambakan Suamiku   Bab 25

    "Gimana aku mau percaya kalau faktanya emang ada cowok lain di sekitar kamu?!" Suara Liam meninggi, nadanya tajam menusuk. Tapi bukannya melanjutkan adu mulut, pria itu malah memilih melangkah keluar rumah. Bahunya tegang, matanya merah menahan luapan emosi yang sudah di ambang batas. Namun Naina segera menghadang langkahnya. Tubuh mungilnya berdiri kokoh di ambang pintu, matanya menatap penuh keyakinan. "Ini nggak adil." Liam mendengus. "Aku tahu kamu bakal belain Rosa karena dia sahabat kamu. Kamu nggak bakal lihat siapa yang benar dan salah—" "Justru karena aku sahabatnya, makanya aku berdiri di sini!" potong Naina lantang. "Aku yang kenal dia luar dalam aja bisa lihat kebenarannya. Tapi kamu, suaminya sendiri... kenapa malah buta dan tuli?!" Liam terdiam sejenak, tapi tatapannya tetap keras. "Berapa lama kalian pacaran sebelum nikah? Kalian dijodohkan setelah kenal sebulan? Nggak, kan?" "Aku cuma bilang... pacaran bertahun-tahun pun gak jamin kita bener-bener kenal orang."

  • Wanita yang Mendambakan Suamiku   Bab 24. Kecurigaan

    "Mas, mungkin Bu Lin salah lihat. Gak ada yang anter aku, aku pulang sendiri." Rosa mencoba terdengar meyakinkan, tapi suaranya sedikit bergetar. Jemarinya yang gemetar buru-buru dia sembunyikan di balik lipatan baju. Pandangannya menghindar, takut bertemu dengan mata Liam yang tajam menelisik. Liam menyipitkan mata, memperhatikan setiap gerak-geriknya. "Kamu yakin? Gimana kalau Bu Lin punya bukti?" Nada suaranya tenang, tapi sarat dengan kecurigaan. Rosa menelan ludah. "Mas, aku beneran gak bohong sama kamu." "Tapi Bu Lin juga gak mungkin bohong sama aku, kan, Rosa?" Rosa meremas ujung bajunya, pikirannya berputar mencari alasan yang masuk akal. Dia tahu Liam bukan tipe yang mudah percaya begitu saja. Sorot matanya seolah mencari celah, mencari tanda kebohongan dalam dirinya. "Oh, iya!" Rosa menepuk dahinya, berpura-pura seolah baru mengingat sesuatu. "Tadi ada mobil yang menghadang pas aku lari, Mas. Dia menawarkan bantuan. Dia yang nganter aku. Maaf, aku lupa karena tadi sakin

  • Wanita yang Mendambakan Suamiku   Bab 23. Rencana yang Memuakkan

    Cahaya putih dari lampu-lampu neon minimarket menerangi wajah Rosa yang dipenuhi kegelisahan. Aroma kopi instan dan makanan kemasan bercampur dengan udara dingin dari pendingin ruangan. Beberapa pelanggan berlalu lalang, sibuk memilih barang, sementara Rosa justru terpaku menatap Rainer dengan sorot penuh kehati-hatian."Tapi, Rainer ...." Rosa menarik napas panjang, mencoba mengendalikan debaran jantungnya. "Aku nggak mau terlibat masalah lagi. Aku udah cukup tersiksa dengan kehadiran Evelyn dan fitnah yang hampir menghancurkan hidupku. Kalau memang dia masalah, kenapa nggak kamu bawa dia pergi aja? Setidaknya aku bisa sedikit tenang. Kamu tahu, kan, aku udah nikah?"Rainer mendengkus pelan, menatap Rosa tajam. "Kamu pikir semudah itu menghentikan Evelyn? Dia nggak pernah benar-benar mencintai Liam. Dia kembali bukan untuk menebus kesalahan, tapi untuk sesuatu yang lebih besar. Aku yakin dia punya rencana lain.""Entahlah." Rosa menggeleng, suaranya melemah. "Yang jelas, sejak dia mu

  • Wanita yang Mendambakan Suamiku   Bab 22. Mimpi Buruk

    Liam terdiam sejenak, mencoba mencerna semua yang dikatakan Rosa. Sorot matanya tajam, penuh kecurigaan yang perlahan tumbuh. Ada sesuatu yang disembunyikan istrinya—sesuatu yang tidak ingin Rosa katakan. “Jadi, kamu tahu dari mana soal Rainer dan Evelyn?” tanya Liam dengan suara yang terdengar lebih dingin dari sebelumnya. “Aku aja nggak tahu soal itu.” Rosa menghela napas berat. “Kalau gitu, nggak usah nanya, Mas.” “Aku pengen tahu.” Liam menatapnya lekat-lekat. “Evelyn selalu datang dan bilang dia pergi demi kebaikanku. Tapi kalau aku ungkit soal Rainer—” “Tidak!” Rosa memotong cepat. Liam menyipitkan mata. Reaksi Rosa terlalu defensif. Kenapa? Apa dia ingin menutupi sesuatu? Apakah dia takut Rainer berulah dan mendapat masalah? Atau … dia hanya tidak ingin Liam tahu lebih banyak? Atau mungkin … dia melindungi seseorang? Tapi siapam “Kenapa kamu tiba-tiba nggak mau aku tahu?” Liam kembali bertanya, tetapi kali ini suaranya lebih dalam, lebih menekan. Rosa menegang. “

  • Wanita yang Mendambakan Suamiku   Bab 21. Ketegangan di Malam yang Hujan

    Hujan deras mengguyur kota sejak sore, membasahi kaca jendela dengan butiran air yang terus mengalir. Angin dingin menyelinap melalui celah tirai, membuat suasana malam semakin kelam. Di ruang tengah, cahaya lampu kuning temaram hanya menambah kesan muram. Aroma kopi yang telah lama dingin tercium samar di meja.Rosa mondar-mandir di depan televisi, tidak fokus pada layar yang terus menampilkan berita malam. Jemarinya mengusap layar ponselnya berkali-kali, seolah menimbang sesuatu. Sementara itu, Liam sudah duduk di sofa selama satu jam terakhir, sesekali mengetik di laptopnya. Tapi matanya tak sepenuhnya terpaku pada layar. Gerakan gelisah Rosa membuatnya terusik.“Mikirin siapa?” Suara Liam akhirnya memecah kesunyian. “Rainer?”“Mas!” Rosa menoleh tajam, suaranya tersentak. “Apaan, sih? Orang nggak kenal juga masa dipikirin?”“Lalu mikirin siapa?” Nada suara Liam terdengar semakin dingin. “Raka?”Rosa mengepalkan tangannya, menahan kesal. “Evelyn,” jawabnya dengan penekanan.Sejenak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status