Share

Dua

"A--a--aku?" Gadis berkulit eksotis itu tergagap sambil menunjuk dadanya sendiri. 

"Iya, kenapa? Kamu pasti senang, kan, ada orang yang mau melamarmu?" kata Citra dengan sinis.

Bukan hanya Citra yang menatap sinis padanya, Pak Arman dan istrinya juga sehingga membuat gadis itu ketakutan. Tampak keringat mulai membasahi pelipisnya. 

"Ta--ta--tapi aku__" Vira tergapap dan mukanya pucat. 

Aku dapat melihat dengan jelas kalau keluarga ini tatapan keluarga ini tidak bersahabat. 

" Udah nggak ada tapi-tapian, kamu harus menerima lamaran Elang karena aku sudah terlanjur berjanji pada ayahnya sedangkan Citra tidak mau," kata Pak Arman dengan nada tinggi. 

"Paman, kalau aku menikah dengannya, lalu bagaimana dengan rencanaku untuk kuliah? Paman dan Bibi sudah berjanji akan membiayai kuliahku setelah Citra lulus, kan? Apa Paman lupa?" kata Vira. 

Gadis itu menatap lelaki di hadapannya dengan wajah berbinar. 

"Sudahlah, Vir. Buat apa kuliah segala? Masih mending ada orang yang mau nikahin kamu. Kalau bukan karena terpaksa, mana ada lelaki yang dengan suka rela menikah dengan gadis dekil yang setiap hari harus bersama  dengan bebek? Deket aja males." Citra menutup hidung lalu mengibaskan tangan di depan wajahnya seolah jijik dengan Vira. 

Gadis itu menunduk dan meremas jari tangannya. Bulir bening mulai membasahi pipinya. 

Hatiku tersentuh, tanganku gatal, dan seolah ingin menghapus air mata itu sekarang juga, tetapi aku sadar kalau itu tidak akan mungkin. 

"Sudah, nggak usah pakai nangis segala. Bersyukurlah masih ada orang yang mau nikahin dan menafkahi kamu sehingga tidak perlu numpang hidup seperti benalu lagi pada kami. Masih kurang lama kah kamu merepotkan kami?" kata wanita yang merupakan ibunya Citra tidak kalah sinis. 

Aku mengelus dada. Gadis bernama Vira itu pasti sangat menderita hidup di tengah-tengah keluarga yang selalu menghinanya seperti ini. Di sini tidak ada yang membelanya sama sekali dan ia tidak bisa berkutik. 

"Tunggu, dari tadi kalian terus mengintimidasi Vira, tetapi tidak bertanya pada Elang. Apakah dia mau jika ia menikah dengan Vira sedangkan yang ia tuju adalah Citra," kata ibu yang dari tadi hanya menyimak obrolan, lebih tepatnya hinaan yang bertubi-tubi pada gadis itu. 

Wanita yang sangat kucintai itu terlihat kesal melihat perlakuan keluarga calon besan yang kemungkinan batal ini. Iya, aku juga tidak sudi punya keluarga sombong seperti mereka. 

Citra tertawa. "Orang miskin nggak usah terlalu memilih. Elang memang jodohnya dengan Inem bukan Citra, paham!"

"Inem? Siapa lagi itu?" Aku, ayah, dan ibu berseru hampir bersamaan. 

Mereka tertawa terbahak-bahak melihat Vira yang gemetar karena ketakutan. 

"Inem itu, ya, Vira. Dia pantas dipanggil Inem karena setiap hari bekerja membereskan rumah layaknya pembantu. Aku lebih nyaman aja panggil Inem dari pada Vira. Nama Vira terlalu bagus untuknya," jawab Citra. 

Sementara itu Vira yang dipanggil Inem semakin sesenggukan. Berulang kali ia mengusap air mata yang terus membanjiri pipinya. 

"Bagaimana, Lang? Apakah kamu tidak keberatan kalau akhirnya harus nikah dengan Vira bukan Citra?" Ayah menepuk tanganku. 

Aku menatap tajam ayah dan akhirnya mengangguk mantap. 

"Harus mau, dong. Kalian memang sudah ditakdirkan untuk bersama. Si miskin dan si benalu alias orang yang hidupnya hanya numpang pada orang lain," kata Citra yang langsung disambut gelak tawa dari orang tuanya. Tawa mereka bertiga begitu menggelegar di ruangan yang lumayan luas ini. 

Gadis itu terisak dan mulai mengangkat wajahnya. Wajahnya sembab dan hidungnya memerah. Berulang kali ia mengusap ingus yang keluar dari dua lubang itu. Duh, kasihan sekali dia. 

"Bagaimana mungkin kalian menganggapku benalu. Apakah kalian lupa kalau sudah menjual rumah almarhum orang tuaku dan uangnya kalian gunakan untuk modal usaha, tetapi bangkrut waktu itu?" kata Vira seraya menggeleng. 

Aku kaget mendengar penuturan gadis itu. Jadi, selama ini secara tidak langsung keluarga Citra sudah memakan harta anak yatim? Apakah mereka tidak tahu kalau kita dilarang memakan harta anak yatim karena tidak berkah dan bisa membuat hidup kita sengsara? 

"Tutup mulutmu, Vir. Tidak pantas kamu bicara pada orang yang sudah merawat kamu sejak kecil. Kalau dihitung-hitung, hasil penjualan rumah itu tidak cukup untuk menutup pengeluaran yang sudah  membiayai hidupmu selama ini?" kata Pak Arman dengan muka merah padan menahan amarah. Giginya gemeletuk, matanya melotot, serta tangannya mengepal seolah siap melayang ke muka Vira. 

Astaghfirullah, perhitungan sekali mereka pada ponakan sendiri. 

"Bagaimana? Apakah kamu mau menikah dengan Vira-keponakanku ini? Wajahnya memang tidak secantik Citra, tetapi ia sudah pandai mengelap ingusnya sendiri," kata Pak Arman sambil merangkul sang ponakan. Ucapannya disambut gelak tawa dari ibu dan anak itu. 

Aku mengangguk mantap. Kalau tadi aku ingin menikahi Vira karena ingin membalas kesombongan keluarga ini, tetapi sekarang juga ingin menolong gadis yang sepertinya menderita itu. Iya, aku harus menolong gadis itu agar pergi dari rumah yang sudah seperti neraka untuknya ini. 

Aku menatap tajam gadis itu dan mengangguk. Kulihat gadis itu tersenyum di sela tangisnya dan aku tahu kalau itu adalah senyum yang dipaksakan. Semoga setelah menikah denganku nanti, ia bisa terus tersenyum. 

Entah seperti apa rasanya setiap hari harus berhadapan dengan keluarga sombong itu. 

"Aku mau menikah dengan Vira dan aku ingin pernikahannya dipercepat saja," ucapku kemudian. 

Citra mengusap wajahnya. "Fiuh, akhirnya Vira  pergi juga dari rumah ini. Eh, tetapi kalau kamu jadi nikahin Vira, dia akan diajak tinggal di rumah kalian, kan? Jangan bilang kalau kalian yang malah ikut numpang di rumah kami."

Tanganku terasa gatal ingin melayang dan mendarat di mulut wanita bermulut lemas itu. 

Aku mengangguk dan tersenyum. "Tentu saja, setelah menikah, Vira akan kami boyong untuk tinggal bersama kami. Bukankah seorang suami wajib menyediakan tempat tinggal untuk istrinya?"

"Bagus lah kalau begitu. Itu artinya bebanku akan berkurang satu," jawab Pak Arman. 

Vira memang bukan siapa-siapa aku untuk saat ini, tetapi saat ia terus-terusan dihina oleh keluarganya sendiri itu, aku ikut merasa sakit hati. 

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Putri Sari
seru ceritanya KK lanjut
goodnovel comment avatar
Ruqi Ruqiyah
weissss beda jln ceritanya ...lanjuuuutttt
goodnovel comment avatar
Niza Fauzi
awal yg bagus
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status