Share

Wanita yang Menolak Lamaranku
Wanita yang Menolak Lamaranku
Author: Siti Aisyah

Satu

Kuhentikan laju mobil saat melihat sebuah plang yang memenuhi jalan sebagai pertanda kendaraan roda empat tidak boleh melintas. Aku segera turun untuk mencari informasi. 

"Ada apa ini, Pak? Kenapa jalan ditutup seperti ini?" tanyaku pada seorang pedagang bakso yang mangkal di tepi jalan. 

"Ada longsor di depan sana, Mas. Makanya jalan ditutup total," jawabnya ramah. 

Kugaruk kepala yang tidak gatal lalu bertanya lagi, "apakah ada jalan lain untuk menuju ke kampung Melati yang ada di depan sana, Pak?" 

"Ada, tetapi harus memutar dan itu sangat jauh. Bisa memakan waktu lebih dari satu jam. Kalau Mas mau bisa lewat jalur alternatif, tetapi kalau mobil nggak bisa lewat,"  jawabnya. 

Akhirnya sesuai saran orang itu, kami turun dari mobil dan melanjutkan perjalanan dengan naik ojek dan mobilnya ditinggal di sini. 

***

"Jadi, kalian ke sini dengan naik ojek dan tidak punya mobil?" tanya seorang wanita berwajah ayu yang kuketahui bernama Citra. 

Aku pernah melihat Citra dari foto yang diberikan ayah dan ternyata aslinya jauh lebih cantik. Tubuh ideal, rambut panjang tergerai indah, bulu mata lentik, hidung mancung, pipi merah merona, dan bibir seksi. 

Kami datang ke sini karena ingin melamarnya. 

Aku kaget mendengar ucapan Citra yang langsung bilang kami tidak punya mobil sambil berkacak pinggang. 

"Ayah ini gimana, sih, masa iya aku mau dijodohkan dengan lelaki miskin seperti dia? Kalau memang mau dijodohkan, setidaknya yang punya mobil mewah sehingga tidak perlu naik ojek yang membuat penampilan nya amburadul seperti itu," imbuhnya lagi dengan bibir mengerucut. 

Reflek aku melihat penampilan dan meraba rambutku, lalu melirik celanaku yang terkena lumpur karena jalan yang kami lewati becek. 

"Nak, sebenarnya kami__" ucap ayah. Aku tahu ia pasti ingin mengatakan yang sebenarnya kalau kami punya mobil mewah dan toko yang sudah memiliki cabang di mana-mana, tetapi aku memotongnya. Pikiranku ambyar dan mendadak tidak ingin melanjutkan perjodohan dengan wanita yang ternyata sombong ini. 

Aku tersenyum. "Iya, maaf, kami tidak punya mobil karena pekerjaan kami hanya serabutan."

Aku mengedipkan mata pada ayah ibu sebagai isyarat agar mengiyakan saja ucapanku. Dahi ayah mengernyit, ia pasti bingung. 

"Kalau begitu kita batalkan saja perjodohan ini. Ayah bilang kalian orang kaya sehingga aku mau saat itu, tetapi setelah tahu kondisi kalian seperti ini, pikiranku berubah. Hanya wanita bodoh yang mau menerima lelaki tidak punya apa-apa seperti kalian!" ucap Citra sinis. 

"Pur, bukankah kamu punya toko besar dan sudah memiliki cabang di mana-mana? Kenapa sekarang mendadak tidak punya apa-apa? Kalian bercanda, kan?" tanya Pak Arman--ayahnya Citra. 

Ia merupakan sahabat ayah. Iya, ayahnya Citra dan ayahku bersahabat saat SMA dan itu yang membuat  mereka berdua bermaksud menjodohkan anak-anak mereka--aku dan Citra. 

Aku yang sudah bosan dengan wanita yang biasanya hanya memanfaatkan kekayaan ayahku saja pun menerima perjodohan ini dengan harapan Citra adalah gadis yang lain dari pada pada yang lain, tetapi ternyata ia sama saja, matre alias memandang seseorang dari kekayaannya saja. 

"Aku tersenyum. "Iya, Pak. Toko kami sudah bangkrut dan kami tidak punya apa-apa lagi."

Ayah melotot mendengar ucapanku, tetapi aku kembali mengedipkan mata agar tidak membantah. Semua ini kulakukan agar Citra membatalkan perjodohan ini karena aku sudah ill feel mau lanjut setelah melihat kesombongannya. 

"Kalau begitu kita batalkan saja rencana kita, Pur. Aku tidak mau anak perempuanku yang cantik ini menderita jika menikah dengan anakmu. Kemarin aku setuju dengan pernikahan ini karena katanya kamu orang kaya," ucap Pak Arman akhirnya. 

Aku menghela napas, anak sama bapak sama saja. Sombong dan matre. 

"Tetapi, Man. Kita sudah janji akan menjodohkan anak kita agar persahabatan kita semakin erat dan kuat," ucap ayah lagi meski aku yakin ia hanya ingin menguji lelaki yang katanya sahabatnya ini. 

"Lupakan tentang perjanjian itu. Aku hanya mau besanan dengan orang kaya," jawabnya yang membuatku mengelus dada. 

"Man, kamu tega kami pulang dengan tangan kosong?" tanya ayah lagi dan kali ini dengan wajah memelas. 

"Em, aku ada ide. Bagaimana kalau anakmu ini menikah saja dengan Vira, dia ponakanku tetapi orang tuanya sudah tidak ada sehingga ikut tinggal denganku." Pak Arman mengedipkan mata. 

"Betul, Pak. Kalau Vira cocok dengan lelaki ini. Biarkan ia nikah dengannya agar beban kita berkurang," ucap Citra. 

Tidak lama kemudian sesosok gadis keluar dari dalam setelah dipanggil. Penampilan gadis itu berbeda jauh dengan Citra. Rambutnya diikat asal, wajahnya kusam dan terlihat letih, serta hanya memakai kaus oblong dan rok model payung di bawah lutut. Namun, aku melihat ada kecantikan alami yang belum tereksplore di sana. 

"Vira, demi balas budimu pada kami yang sudah merawatmu selama ini. Menikahlah dengan pemuda ini agar aku tidak merasa sudah ingkar janji." 

Aku melotot mendengar ucapannya, tetapi kemudian aku mengangguk. Iya, aku setuju untuk menikah dengan Vira meski awalnya aku berniat melamar Citra. 

Aku hanya ingin membalas kesombongan keluarga Citra. Kita lihat apa yang terjadi nanti jika tahu siapa kami sebenarnya. Mereka pasti menyesal sudah menolak lamaranku. 

"Baiklah, tidak ada rotan, akar pun jadi." Aku tersenyum. 

Aku tunggu kalian jantungan saat aku sudah menikah dengan wanita bernama Vira--wanita sederhana yang entah kenapa langsung membuatku jatuh cinta pada pandangan pertama. 

    

Comments (4)
goodnovel comment avatar
Putri Sari
lanjut kk kayaknya seru ini
goodnovel comment avatar
Arif Zaif
hai kak author
goodnovel comment avatar
Mass Boye
kayanya bakal seru deh
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status