Share

Bab 6

Author: Jayden Carter
"Pergi, ikut aku pulang sekarang juga!" Begitu keluar pintu, Isyana langsung menarik Arlo pulang.

Rayanza berpikir sebentar, lalu cepat-cepat berkata kepada pengawal, "Cepat, bawa mobilku dari parkiran dan antarkan untuk Pak Arlo!"

Pengawal sempat termangu. Itu adalah Rolls-Royce yang baru datang hari ini. Tadi juga baru dipakai ketika menjemput Rayanza di bandara.

Pengawal buru-buru mengejar keluar, tetapi bayangan Arlo sudah tak kelihatan. Akhirnya, mereka hanya bisa kembali dengan canggung.

Rayanza hendak marah. Namun, Leonard tersenyum sambil berkata, "Kalian pasti akan bertemu lagi nanti."

....

Mobil Isyana memang sempat ditabrak, tetapi hanya bodi luarnya yang rusak sehingga masih bisa dikendarai.

"Naik!" Setelah mengambil mobil, Isyana langsung mendorong Arlo masuk. Mobil melaju kencang. Isyana terus melirik Arlo dari ekor matanya.

Saat ini, Arlo membuatnya merasa begitu asing. Namun, mungkin bagi Isyana, sejak awal Arlo memang selalu asing.

Ketika Arlo dibawa ke Keluarga Hanafi, dia hanyalah seorang penderita gangguan jiwa yang sudah hilang akal.

Waktu itu, semua informasi yang Isyana dapatkan tentang Arlo hanya sedikit dan biasa-biasa saja.

Seorang mahasiswa tingkat akhir yang keluarganya terkena musibah menjelang kelulusannya. Kedua orang tuanya dibunuh oleh perampok yang masuk ke rumah.

Karena kehilangan ayah ibu dalam semalam, Arlo tidak sanggup menanggung pukulan itu dan akhirnya mengalami gangguan mental.

Selama tiga tahun setelah menikah, Isyana lebih sering memperlakukan Arlo seperti idiot yang perlu dirawat.

Namun, kini idiot itu tiba-tiba berubah, menjadi seorang pemuda penuh percaya diri dan tenang.

Melihat Arlo melindungi dirinya, melihat Arlo berdiri di depan Rayanza sang konglomerat tanpa merasa rendah diri, melihat Arlo berbicara lugas di hadapan dokter besar, semua itu membuat perasaan Isyana campur aduk dan sulit dijelaskan dengan kata-kata.

Tak lama kemudian, mobil berhenti di depan sebuah restoran terkenal di kota. Isyana buru-buru merias sedikit wajahnya di dalam mobil. Dengan wajah yang memang sudah cantik, seketika pesonanya tambah menggoda.

Arlo sampai terpana melihatnya, benar-benar wanita yang memikat!

"Banyak tamu di pesta ulang tahun pamanmu?" tanya Arlo tiba-tiba.

Isyana menggigit bibirnya. "Bukan pesta besar, nggak undang terlalu banyak orang. Kalau kamu nggak mau ikut, boleh saja."

Arlo tersenyum getir. "Takut aku bikin kamu malu?"

"Bukan!" Ekspresi Isyana sedikit berubah, tetapi dia tidak menjelaskan.

"Soal pernikahan kita, aku tahu kamu dipaksa. Kalau kamu ingin cerai, aku setuju," ujar Arlo setelah berpikir sejenak.

Dia tidak merasa ada yang kurang dari Isyana. Wanita ini cantik. Bahkan demi janji pada ayahnya, wanita ini rela menikah dengannya serta merawatnya selama tiga tahun. Benar-benar wanita yang langka. Namun, dia juga tidak mau memaksa.

Isyana langsung membuka pintu dan turun dengan ekspresi dingin. Arlo pun tidak mengerti maksudnya apa.

Namun, Isyana tidak masuk, malah berdiri di depan pintu restoran. Jelas-jelas dia menunggu Arlo. Memang hati wanita sulit dimengerti!

Arlo tersenyum pahit, lalu ikut turun dan masuk bersamanya. Mereka dibawa ke ruang VIP di lantai dua. Dua meja bundar besar sudah penuh dengan kerabat.

Ayah mertua, Victor, dan ibu mertua, Renata, duduk di salah satu meja. Begitu melihat Arlo, wajah Renata langsung terlihat tidak senang.

Isyana menuntun Arlo menyapa para senior satu per satu. Arlo tidak mengenal siapa-siapa. Dia hanya bisa mengikuti panggilan Isyana dan terlihat agak kikuk.

Kerabat-kerabat itu pun menunjukkan tatapan mengejek. Semuanya bersikap dingin pada Arlo.

Victor tersenyum ramah dan melambaikan tangan, mengisyaratkan Arlo duduk di sampingnya. Isyana lalu duduk di sebelah ibunya.

Meja itu dipimpin oleh paman dan bibi Isyana. Sebenarnya pamannya yang ulang tahun hari ini, tetapi yang sibuk berkeliling untuk bersulang justru menantunya, Graha.

Graha berusia sekitar 30-an tahun. Penampilannya terlihat sangat kaya, sementara gaya bicaranya khas orang-orang di dunia bisnis.

"Terima kasih sudah hadir di ulang tahun ayah mertuaku. Aku akan minum dulu untuk menghormati kalian semua!" kata Graha sambil menghabiskan segelas anggur. Dia tampak sangat bersemangat.

"Graha, bisnismu sekarang besar, jangan lupa bantu-bantu kami juga ya!"

"Ya, kudengar proyek yang kamu kerjakan itu proyek Keluarga Soraya."

"Kamu sudah bisa kerja sama dengan keluarga konglomerat. Meskipun hanya dapat sedikit, itu sudah cukup buat kasih makan kami beberapa generasi!"

"Nanti kalau sudah makin sukses, jangan lupakan kerabatmu yang masih miskin ini ya!"

"Hahaha. Aku ini cuma kontraktor kecil yang kerja susah payah buat dapat uang. Kalian terlalu memujiku," sahut Graha, tetapi ekspresinya jelas tak bisa menyembunyikan rasa bangga.

Sebagian besar tamu memang kelas pekerja, kecuali Graha. Hanya Victor yang bisa dihitung pengusaha.

Namun, usaha Keluarga Hanafi hanya di bidang perkebunan obat, Victor orangnya juga baik hati, jadi bisnis dikelola bersama keluarga. Keuntungannya tentu tidak bisa dibandingkan dengan pengusaha besar.

Orang-orang pun ramai-ramai memuji Graha. Paman dan bibi Isyana juga ikut senang. Jika menantu sukses, mereka juga ikut bangga.

Terutama bibinya, yang sejak menikah selalu tak akur dengan Renata. Dulu Renata sering membanggakan anak perempuannya yang cantik bisa menikah dengan anggota keluarga kaya, juga menyindirnya. Namun, sekarang ternyata Isyana menikah dengan orang sakit jiwa.

Sementara itu, anak perempuan bibi Isyana justru menikah dengan pria mapan, yang punya status dan uang. Tatapan penuh kemenangan itu terus menantang Renata.

Wajah Renata sampai memucat. Dia menunduk ke arah Isyana sambil berbisik dengan sinis, "Pintar sekali bicara omong kosong! Cuma dapat satu proyek penghijauan Keluarga Soraya, itu pun paling cuma ketemu manajer proyek beberapa kali. Berani-beraninya pamer. Nggak takut lidah keseleo ya!"

Isyana mengusap kepalanya yang terasa pusing, tak menjawab. Victor mengambilkan beberapa potong daging merah untuk Arlo. Arlo pun makan dengan lahap.

Melihat sikap keluarganya seperti ini, Renata semakin kesal. Terutama melihat Arlo, semakin dilihat semakin tidak suka.

Graha menjadi pusat perhatian. Sementara Arlo, jangankan sukses, bisa sembuh dari sakit jiwa saja sudah seperti keajaiban. Perbandingan ini membuatnya merasa sangat getir!

Bibi Isyana, Yulia, melihat Renata gelisah. Dia pun tersenyum penuh kemenangan. "Kak, penyakit Arlo 'kan merepotkan sekali! Mau kerja juga pasti sulit, mana ada orang mau terima!"

"Tapi Graha seorang kontraktor, dia nggak keberatan soal ini. Gimana kalau Arlo kerja di tempatnya saja? Kalau ditanggung keluarga terus 'kan juga nggak baik."

"Bu, bukannya aku nggak sopan, tapi ide ini nggak bisa dijalankan. Sekarang pengawasan ketat, jadi orang sakit nggak bisa diterima kerja." Graha tersenyum sambil menolak secara halus.

"Oh, bahkan jadi kuli pun nggak bisa ya!" Yulia mendengus dengan nada menyindir.

Isyana tidak suka Arlo dipermalukan, jadi berkata, "Arlo sudah sembuh kok."

"Sembuh?" Semua orang ragu, tampak tak percaya dan menganggap Isyana hanya membela suaminya.

Arlo juga tidak menjelaskan banyak, hanya tersenyum.

Victor pun menimpali, "Kalau begitu, hari ini sungguh hari baik. Kakak Ipar ulang tahun dan menantuku sembuh! Ayo, ayo, kita minum untuk merayakan!"

Renata menggertakkan gigi, kesal dengan sikap suaminya yang selalu meredam.

Graha menyeringai. "Kalau sudah sembuh, artinya harus kerja! Pria harus menafkahi keluarga. Benar 'kan, Arlo?"

Arlo hanya mengangguk ringan.

"Kita ini ipar, harus saling bantu! Kalau jadi kuli jelas nggak pantas. Kebetulan aku ada proyek di utara Mianar. Lagi butuh seorang penanggung jawab. Gimana, Arlo? Setahun bisa dapat 1 miliar dengan mudah!" kata Graha dengan gaya dermawan.

Victor mengernyit, tetapi sebelum dia sempat berbicara, Arlo sudah menyipitkan mata dan tertawa. "Aku dengar di sana lumayan kacau. Banyak yang tergoda gaji tinggi, lalu ternyata diculik buat diambil organnya. Kakak Ipar, kamu mau jual aku ke sana?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 100

    "Kamu juga kesurupan?" Conan meraba dahi Sahrul."Serius, Kak!""Lebih hebat daripada instruktur yang dulu pernah kita temui di Pasukan Khusus!"Rasa kagum dan hormat yang terpancar dari mata Sahrul akhirnya membuat Conan percaya. Dia pun mengangkat peluru yang masih hangat itu dan terdiam lama sebelum berkata, "Laporkan ke Pasukan Khusus, orang ini kalau nggak melakukan dosa besar, jangan sekali-kali disentuh. Jangan dimusuhi, sebaiknya dijadikan sekutu!""Habis sudah Pardus kali ini!"Mengingat kejadian hari ini, Conan menggelengkan kepala. Seketika dia teringat pada Santoso, hatinya muncul rasa iri. Dasar si tua bangka itu, benar-benar beruntung bisa berkenalan dengan sosok luar biasa seperti Arlo!Ilmu pengobatan? Ilmu gaib? Seni bela diri? Dengan bakat sehebat itu, asalkan Arlo tidak membuat dosa besar, kelak pasti akan menjadi orang yang sukses besar.Sekarang, Arlo masih belum terlalu terkenal sehingga mereka masih sempat menjalin hubungan. Namun saat kelak Arlo sudah benar-bena

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 99

    Conan berkata canggung, "Ini juga semacam penyakit profesi, pekerjaanku menuntut banyak kerahasiaan! Arlo, tolong maklumi!""Itu bukan urusanku dan aku juga nggak ingin mencampuri. Asal benda-benda ini diurus, masalahmu pun selesai," ujar Arlo sambil menunjuk bungkusan kertas minyak itu.Sahrul tetap sulit percaya. Selama bertugas dia sudah menembak mati lebih dari 20 penjahat yang melawan penangkapan. Kalau memang ada hal-hal gaib, bukankah dia seharusnya sudah lama diganggu arwah mereka?Apa itu minyak mayat, apa itu jimat ... bukankah cuma ulah orang yang sengaja membuat keributan? Siapa tahu malah Arlo sendiri yang membuat semua ini, lalu berpura-pura menyingkapnya? Metode "maling teriak maling" seperti itu sangat sering digunakan oleh para dukun gadungan."Lalu, apa yang harus dilakukan?" tanya Sahrul."Pertama, bakar kertas minyak dan uang arwah ini bersama-sama," jawab Arlo.Begitu dia selesai bicara, Sahrul langsung menyalakan korek api dan mendekatkannya ke kertas minyak. Dia

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 98

    Setelah kejadian itu, Conan dan istrinya menonton rekaman CCTV ruang tamu. Potongan-potongan gambar itu membuat mereka merinding ketakutan.Sahrul menatap pasangan suami-istri itu dengan ekspresi aneh. Dalam hati dia merasa, apakah keduanya terlalu tertekan sampai jadi berhalusinasi? Menurut pikirannya, kemungkinan besar si gadis kecil hanya ingin bermain dengan pedang kayu, tapi Conan tidak mengizinkan.Anak itu pun mengambek, menangis, lalu meniru adegan di televisi dengan berpura-pura mengancam akan lompat dari balkon. Hal itu menakuti Jenifer, hingga membuatnya kehilangan kendali sejenak. Bagi Sahrul, ini bukanlah sesuatu yang luar biasa. Dalam keadaan panik dan ketakutan hebat, wajar saja orang bisa mengalami kekacauan mental."Aku nggak berani lagi tinggal di rumah. Begitu pagi tiba, aku langsung membawa keluargaku, rencananya mau ke tempat Santoso, biar dia yang mengantarku mencarimu!""Di tengah jalan, lalu lintas sangat sepi dan hanya ada sedikit kendaraan. Tiba-tiba ada sebua

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 97

    "Dari semalam sampai sekarang, nyaris separuh nyawaku hilang! Kalau bukan karena khawatir terjadi sesuatu di jalan, aku sudah ingin langsung ke perkebunan mencarimu." Wajah Conan tampak ketakutan, seperti orang yang baru saja lolos dari maut.Sambil bicara, dia menunjuk pada seorang pria dan seorang wanita yang dibawanya, lalu memperkenalkan, "Arlo, ini istriku, Jenifer. Yang satu lagi sahabat lamaku, Sahrul!""Mereka bukan orang luar, jangan khawatir. Kamu harus tolong aku menyelesaikan masalah ini!"Sejak hari pertama masuk ke biro keamanan, Sahrul selalu mengikuti Conan. Selama lebih dari sepuluh tahun bersama, mereka bukan hanya sebatas atasan dan bawahan, tapi juga saudara seperjuangan."Ketua, kenapa aku sama sekali nggak paham sama semua yang kamu katakan hari ini?" tanya Sahrul sambil mengusap dagunya dengan kebingungan.Conan pun segera menceritakan apa yang terjadi selama dua hari ini. Setelah berpisah dengan Arlo dan Santoso kemarin, dia langsung kembali ke biro keamanan.Di

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 96

    Pria berjanggut hanya mengeluarkan beberapa dengusan. Keringat dingin mengalir deras di dahinya, tetapi dia tetap tidak menjerit kesakitan.Arlo masih menginjak tubuh pria itu, lalu menoleh sekilas pada sopir truk. "Kecelakaan ini salahku. Kita selesaikan secara pribadi saja. Aku transfer uang padamu, lalu kamu boleh pergi!""Nggak ... nggak usah!" Wajah sopir itu pucat pasi, dia buru-buru berbalik dan hendak lari."Tunggu!" Suara Arlo terdengar lagi.Sopir itu semakin panik. Di matanya, pemuda ini adalah orang yang bahkan tidak takut menghadapi senjata api! Adegan yang baru dia saksikan itu lebih gila daripada film. Dia pun teringat pada adegan klise di layar lebar. Setelah ini, biasanya saksi akan "dibungkam"."Kasih aku rekeningmu! Aku akan transfer sekarang!" kata Arlo tenang.Dengan tubuh kaku, sopir itu memberikan nomor rekening. Arlo pun segera mentransfer 20 juta. Begitu mendengar bunyi notifikasi uang masuk, sopir itu menatap tak percaya. Namun, dia tidak berani bertanya apa-a

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 95

    Wajah Arlo sedikit menggelap. Jika tabrakan jip yang pertama tadi masih bisa dianggap satu persen kemungkinan sebagai kecelakaan, maka kali ini sudah jelas benar-benar ditujukan untuk mereka."Ayah, pegang yang kuat!" ucap Arlo dengan suara berat, lalu mengentak pedal gas. Mobil langsung melesat ke depan.Setelah menstabilkan arah, kedua mobil sempat sejajar. Dari kaca jendela, Arlo bisa melihat jelas sopir jip itu adalah seorang pria berjanggut lebat yang berusia lebih dari 40 tahun.Di wajah pria berjanggut itu ada sebuah bekas luka yang panjang dan dalam, membentang dari bawah mata kiri hingga ke sudut mulut kanan, membuat wajahnya tampak garang dan menakutkan.Mata mereka saling bertemu dan memancarkan aura membunuh yang tajam.Victor mencengkeram erat pegangan tangan hingga jemarinya bergetar. Kecepatan mobil begitu tinggi. Di jalan sempit berliku seperti ini, situasinya benar-benar berbahaya.Saat melewati sebuah tikungan tajam lagi, Arlo melihat ada sebuah truk besar melaju dari

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status