Share

Bab 7

Author: Jayden Carter
Begitu kalimat itu keluar, barulah semua orang percaya bahwa Arlo memang sudah sembuh, bahkan cara berbicaranya juga cukup tajam!

Victor langsung girang. Dia menggenggam tangan Arlo erat-erat, tidak mau melepaskannya untuk waktu yang lama.

Renata juga sempat senang, tetapi segera merasa biasa saja. Meskipun Arlo sudah sembuh, tetap saja tidak bisa dibandingkan dengan menantu orang lain yang kaya raya.

Arlo menyadari bahwa ayah mertuanya ini memang tulus padanya.

Di sisi lain, wajah Graha menjadi masam. Sementara itu, Yulia menyindir dengan nada tajam, "Kamu ngomong apa sih? Kakak iparmu beli mobil saja harganya 1,6 miliar. Kalau kamu dijual, memangnya bisa laku berapa?"

Arlo mengangkat bahu. "Aku ini cukup berharga kok. Dua ginjal dan satu jantung. Paling nggak bisa laku miliaran. Siapa tahu Kak Graha jadi kalap karena lihat uang!"

"Graha bikin proyek kecil saja sudah dapat miliaran!"

"Bu, ngapain juga ribut sama orang sakit jiwa?"

"Cara bicara Arlo betul-betul nggak sopan!"

"Kalau bukan karena kerabat, mana ada orang mau kasih dia kesempatan emas begitu?"

"Nggak mau kerja, penakut pula! Meskipun sembuh, aku rasa dia juga nggak bakal ada masa depan!"

Para kerabat ramai-ramai mencibir.

Ekspresi Isyana menjadi dingin. Setiap kata mereka seperti tamparan di wajahnya. Namun, ini ulang tahun pamannya. Dia berusaha keras menahan amarahnya supaya tidak meledak.

Sementara itu, wajah Renata sudah benar-benar masam. Kalau bukan karena Victor yang menahan, mungkin dia sudah bangkit dan memaki.

Sesaat, ekspresi Victor juga terlihat murka. Namun, dia segera meredam dan berkata dengan tenang, "Keluarga Hanafi masih sanggup menghidupi satu orang, kalian nggak usah repot-repot!"

Graha tertawa terbahak-bahak. "Baiklah, baiklah, salahku terlalu ikut campur! Tapi Arlo, aku sudah berniat baik mau membantumu. Kalau kamu pengecut, terserah. Tapi soal ucapanmu tadi, harusnya kamu minta maaf padaku, 'kan?"

Arlo pun marah. Demi ayah mertuanya, tadi dia sudah menahan diri, tetapi Graha ini benar-benar kelewatan.

Tiba-tiba, pintu ruang VIP ditendang dari luar. Tujuh sampai delapan preman langsung berhamburan masuk.

Graha murka dan hendak memaki, "Siapa yang begitu kurang ajar ...."

Belum selesai berbicara, Graha langsung ditampar keras.

"Masih berani sok kaya? Utang saja belum dibayar!"

Begitu melihat siapa yang datang, seketika kaki Graha melemas. Kesombongannya hilang. Dia pun tergagap. "Kak ... Kak Sam ...."

"Dasar berengsek! Di Kota Naldern ini, nggak ada orang berani nunggak utang sama aku!" Seorang pria gemuk dengan rambut dikepang, maju dan menampar Graha berkali-kali.

Yulia ketakutan, tetapi masih berpura-pura berani. "Kalian jangan macam-macam ya! Graha bukan orang bisa kalian usik!"

Sam melangkah maju, lalu meraih sepotong paha ayam. Setelah menggigitnya dua kali, dia melemparkannya ke meja, membuat piring dan mangkuk berdenting.

"Cih! Nggak enak sekali!" Dia meludahkan daging berlemak itu tepat ke wajah Yulia, lalu mengejek, "Pak Faris menolongnya, meminjamkan 6 miliar dengan bunga bank, eh dia malah lari dari utang. Bukannya suruh bayar, malah bilang dia orang yang nggak bisa diusik?"

"Mau nakut-nakutin aku ya?" Sam tampak murka. Kemudian, dua tamparan keras mendarat di wajah Yulia.

"Nggak bisa disentuh? Sialan! Sekarang aku tampar kamu juga, coba tanya si Graha berani bersuara nggak?"

Graha tak bisa bergerak, tak berani mengucapkan sepatah kata pun. Sementara itu, Yulia langsung menangis dan meraung.

Kerabat lain semuanya hanya orang biasa, mana pernah melihat kejadian begini. Satu per satu pun membeku ketakutan.

Arlo memilih diam karena itu adalah utang resmi berbunga bank. Orang yang berani meminjam, tetapi tidak membayar memang pantas dipukul.

Renata sampai pucat pasi. Victor mengernyit, akhirnya tak kuasa berkata, "Mau nagih boleh, tapi jangan main tangan dong!"

Sam meraih botol anggur, lalu melemparkannya ke arah Victor. "Dasar tua bangka, berani banyak omong ...."

Botol melayang. Isyana pun ketakutan, sementara semua orang membeku. Namun, botol itu tiba-tiba ditangkap oleh sebuah tangan yang putih bersih.

Arlo menggenggam botol dengan tatapan dingin. Dia bisa mengabaikan kalau orang lain yang diusik, tetapi kalau menyentuh Victor, itu tidak bisa ditoleransi!

"Pakai botol ini buat hantam kepalamu sendiri, lalu pergi! Dengan begitu, aku maafkan kamu!" Suara Arlo datar. Dia meletakkan botol di depan Sam.

Semua orang terdiam! Si bodoh tidak tahu betapa berbahayanya preman lokal seperti mereka ya? Di saat begini berani berbicara seperti itu, entah nekat atau gila!

Sam malah tertawa. "Kamu tahu aku siapa? Beraninya bersikap sombong di depanku!"

"Nggak tahu." Arlo menggeleng.

"Aku anak buah Pak Faris!" Wajah Sam penuh keangkuhan, seolah-olah menyebut nama besar.

"Siapa itu Faris?" Arlo memang tidak tahu.

Sam tertawa lagi. Faris saja tidak kenal, tetapi berani melawannya.

Graha ketakutan sampai sekujur tubuhnya gemetaran. "Arlo, jangan ngawur! Bisnis urukan tanah di Kota Naldern, hampir semua dikuasai Pak Faris!"

Yang lain memang tidak paham, tetapi begitu disebut penguasa bisnis urukan tanah, semua pun sadar. Itu adalah bisnis yang persaingannya keras dan bisa mendapatkan banyak uang. Bisa menjadi penguasa di bisnis seperti itu sudah pasti adalah sosok besar yang punya koneksi ke polisi dan mafia.

Victor menggeleng pada Arlo, memberi isyarat agar jangan mencari masalah.

Melihat semua orang gentar, Sam menyeringai. Dia menunjuk Victor, lalu menunjuk Isyana. "Takut, 'kan? Kalau begitu, cepat berlutut. Kalau nggak, malam ini kubuat tua bangka ini cacat dan wanita ini jadi mainanku!"

Di mata Arlo berkobar amarah. Orang tuanya mati tragis, sementara dirinya hanya bisa berduka dari jauh karena kuliah di luar kota. Kini, setelah berlatih susah payah selama tiga tahun, dia bertekad akan melindungi orang-orang yang berarti baginya.

Meskipun harus menghadapi Faris, apalagi hanya kacungnya, dia tak akan gentar!

Tanpa melontarkan sepatah kata pun, Arlo bangkit, meraih botol, lalu menghantam kepala Sam. Darah segar langsung mengucur di wajah si preman.

Gerakannya tak berhenti. Setengah botol yang pecah itu langsung dibalikkan. Dia hendak menikam dada Sam.

Aksi nekat itu membuat Sam kaget dan buru-buru mundur ketakutan. Anak buahnya cepat-cepat maju, tetapi Arlo seperti orang gila yang menyabet kiri dan kanan dengan pecahan botol.

Dalam sekejap, tujuh hingga delapan preman terkapar. Masing-masing berlumuran darah. Semua kerabat pun terperangah dan menarik napas dalam-dalam.

Arlo tidak berhenti. Dia sontak menyerbu ke hadapan Sam dan langsung meraih kerah bajunya. Di saat berikutnya, dia menempelkan pecahan botol berdarah itu ke wajah Sam.

"Ayo, ulangi ancamanmu barusan!"

Tatapan bengis Arlo membuat Sam gemetar. Dia merasa anak ini benar-benar berani membunuhnya.

"Bocah, Kak Faris ...." Sebelum selesai berbicara, kaca sudah menusuk pipinya. Rasa sakit membuat Sam berteriak.

"Aku tahu si Faris mungkin tokoh besar, tapi memangnya kenapa? Sekalipun dia berdiri di sini, tetap harus minta maaf pada ayah mertua dan istriku! Apalagi kamu cuma kacung!" Niat membunuh Arlo membara.

Sam langsung panik, teringat para pembunuh berdarah dingin yang pernah ditemuinya. Dia takut!

"A ... aku minta maaf! Maaf! Aku cuma asal ngomong! Anggap saja aku kentut! Jangan bunuh aku!"

Victor dan Renata saling memandang, tak menyangka Arlo menjadi begitu berani setelah sembuh!

Menantu mereka melindungi mereka seperti ini. Mana mungkin hati mereka tidak tersentuh? Apalagi barusan, saat Yulia dipukul, Graha malah tidak berani bersuara.

Victor buru-buru menarik Arlo. "Arlo, cukup! Jangan bersikap perhitungan dengan orang seperti ini."

Arlo pun melepaskan cengkeramannya. Sam langsung terhuyung dan berlari terbirit-birit.

"Bawa pergi semua anjingmu!" hardik Arlo.

Para anak buah yang berlumuran darah pun keluar dengan menyeret tubuh masing-masing.

Dalam sekejap, ruang VIP kembali sunyi dan hanya berisi keluarga serta kerabat. Semua orang tertegun menatap Arlo, tak ada yang berani berbicara untuk waktu yang lama.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 100

    "Kamu juga kesurupan?" Conan meraba dahi Sahrul."Serius, Kak!""Lebih hebat daripada instruktur yang dulu pernah kita temui di Pasukan Khusus!"Rasa kagum dan hormat yang terpancar dari mata Sahrul akhirnya membuat Conan percaya. Dia pun mengangkat peluru yang masih hangat itu dan terdiam lama sebelum berkata, "Laporkan ke Pasukan Khusus, orang ini kalau nggak melakukan dosa besar, jangan sekali-kali disentuh. Jangan dimusuhi, sebaiknya dijadikan sekutu!""Habis sudah Pardus kali ini!"Mengingat kejadian hari ini, Conan menggelengkan kepala. Seketika dia teringat pada Santoso, hatinya muncul rasa iri. Dasar si tua bangka itu, benar-benar beruntung bisa berkenalan dengan sosok luar biasa seperti Arlo!Ilmu pengobatan? Ilmu gaib? Seni bela diri? Dengan bakat sehebat itu, asalkan Arlo tidak membuat dosa besar, kelak pasti akan menjadi orang yang sukses besar.Sekarang, Arlo masih belum terlalu terkenal sehingga mereka masih sempat menjalin hubungan. Namun saat kelak Arlo sudah benar-bena

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 99

    Conan berkata canggung, "Ini juga semacam penyakit profesi, pekerjaanku menuntut banyak kerahasiaan! Arlo, tolong maklumi!""Itu bukan urusanku dan aku juga nggak ingin mencampuri. Asal benda-benda ini diurus, masalahmu pun selesai," ujar Arlo sambil menunjuk bungkusan kertas minyak itu.Sahrul tetap sulit percaya. Selama bertugas dia sudah menembak mati lebih dari 20 penjahat yang melawan penangkapan. Kalau memang ada hal-hal gaib, bukankah dia seharusnya sudah lama diganggu arwah mereka?Apa itu minyak mayat, apa itu jimat ... bukankah cuma ulah orang yang sengaja membuat keributan? Siapa tahu malah Arlo sendiri yang membuat semua ini, lalu berpura-pura menyingkapnya? Metode "maling teriak maling" seperti itu sangat sering digunakan oleh para dukun gadungan."Lalu, apa yang harus dilakukan?" tanya Sahrul."Pertama, bakar kertas minyak dan uang arwah ini bersama-sama," jawab Arlo.Begitu dia selesai bicara, Sahrul langsung menyalakan korek api dan mendekatkannya ke kertas minyak. Dia

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 98

    Setelah kejadian itu, Conan dan istrinya menonton rekaman CCTV ruang tamu. Potongan-potongan gambar itu membuat mereka merinding ketakutan.Sahrul menatap pasangan suami-istri itu dengan ekspresi aneh. Dalam hati dia merasa, apakah keduanya terlalu tertekan sampai jadi berhalusinasi? Menurut pikirannya, kemungkinan besar si gadis kecil hanya ingin bermain dengan pedang kayu, tapi Conan tidak mengizinkan.Anak itu pun mengambek, menangis, lalu meniru adegan di televisi dengan berpura-pura mengancam akan lompat dari balkon. Hal itu menakuti Jenifer, hingga membuatnya kehilangan kendali sejenak. Bagi Sahrul, ini bukanlah sesuatu yang luar biasa. Dalam keadaan panik dan ketakutan hebat, wajar saja orang bisa mengalami kekacauan mental."Aku nggak berani lagi tinggal di rumah. Begitu pagi tiba, aku langsung membawa keluargaku, rencananya mau ke tempat Santoso, biar dia yang mengantarku mencarimu!""Di tengah jalan, lalu lintas sangat sepi dan hanya ada sedikit kendaraan. Tiba-tiba ada sebua

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 97

    "Dari semalam sampai sekarang, nyaris separuh nyawaku hilang! Kalau bukan karena khawatir terjadi sesuatu di jalan, aku sudah ingin langsung ke perkebunan mencarimu." Wajah Conan tampak ketakutan, seperti orang yang baru saja lolos dari maut.Sambil bicara, dia menunjuk pada seorang pria dan seorang wanita yang dibawanya, lalu memperkenalkan, "Arlo, ini istriku, Jenifer. Yang satu lagi sahabat lamaku, Sahrul!""Mereka bukan orang luar, jangan khawatir. Kamu harus tolong aku menyelesaikan masalah ini!"Sejak hari pertama masuk ke biro keamanan, Sahrul selalu mengikuti Conan. Selama lebih dari sepuluh tahun bersama, mereka bukan hanya sebatas atasan dan bawahan, tapi juga saudara seperjuangan."Ketua, kenapa aku sama sekali nggak paham sama semua yang kamu katakan hari ini?" tanya Sahrul sambil mengusap dagunya dengan kebingungan.Conan pun segera menceritakan apa yang terjadi selama dua hari ini. Setelah berpisah dengan Arlo dan Santoso kemarin, dia langsung kembali ke biro keamanan.Di

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 96

    Pria berjanggut hanya mengeluarkan beberapa dengusan. Keringat dingin mengalir deras di dahinya, tetapi dia tetap tidak menjerit kesakitan.Arlo masih menginjak tubuh pria itu, lalu menoleh sekilas pada sopir truk. "Kecelakaan ini salahku. Kita selesaikan secara pribadi saja. Aku transfer uang padamu, lalu kamu boleh pergi!""Nggak ... nggak usah!" Wajah sopir itu pucat pasi, dia buru-buru berbalik dan hendak lari."Tunggu!" Suara Arlo terdengar lagi.Sopir itu semakin panik. Di matanya, pemuda ini adalah orang yang bahkan tidak takut menghadapi senjata api! Adegan yang baru dia saksikan itu lebih gila daripada film. Dia pun teringat pada adegan klise di layar lebar. Setelah ini, biasanya saksi akan "dibungkam"."Kasih aku rekeningmu! Aku akan transfer sekarang!" kata Arlo tenang.Dengan tubuh kaku, sopir itu memberikan nomor rekening. Arlo pun segera mentransfer 20 juta. Begitu mendengar bunyi notifikasi uang masuk, sopir itu menatap tak percaya. Namun, dia tidak berani bertanya apa-a

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 95

    Wajah Arlo sedikit menggelap. Jika tabrakan jip yang pertama tadi masih bisa dianggap satu persen kemungkinan sebagai kecelakaan, maka kali ini sudah jelas benar-benar ditujukan untuk mereka."Ayah, pegang yang kuat!" ucap Arlo dengan suara berat, lalu mengentak pedal gas. Mobil langsung melesat ke depan.Setelah menstabilkan arah, kedua mobil sempat sejajar. Dari kaca jendela, Arlo bisa melihat jelas sopir jip itu adalah seorang pria berjanggut lebat yang berusia lebih dari 40 tahun.Di wajah pria berjanggut itu ada sebuah bekas luka yang panjang dan dalam, membentang dari bawah mata kiri hingga ke sudut mulut kanan, membuat wajahnya tampak garang dan menakutkan.Mata mereka saling bertemu dan memancarkan aura membunuh yang tajam.Victor mencengkeram erat pegangan tangan hingga jemarinya bergetar. Kecepatan mobil begitu tinggi. Di jalan sempit berliku seperti ini, situasinya benar-benar berbahaya.Saat melewati sebuah tikungan tajam lagi, Arlo melihat ada sebuah truk besar melaju dari

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status