Share

Bab 5

Author: Jayden Carter
Bilal buru-buru menyongsong ke depan, lalu menunjuk Arlo sambil mengadu, "Pak Ibrahim, cepat panggil polisi. Dia ... dia hampir saja membunuhku! Dia juga memeras Bruno sampai 2 miliar!"

Ibrahim menatap wajah menyedihkan Bilal. Sudut bibirnya tak kuasa berkedut.

Rayanza menatap Arlo. Dia sama sekali tidak peduli Arlo memukul siapa atau berbuat apa. Dia hanya ingin tahu, apakah putrinya bisa diselamatkan atau tidak.

Di sisi lain, meskipun Arlo dikepung begini, wajahnya tetap tenang. Mentalnya benar-benar stabil.

Rayanza membuka mulut. "Yang menemukan kalau putriku masih hidup di kamar mayat itu kamu?"

"Bukan. Lebih tepatnya aku yang menemukan kalau putrimu masih bisa diselamatkan. Aku yang menolongnya!" Arlo mendongak.

"Omong kosong! Kamu itu orang gila! Memangnya pernah masuk fakultas kedokteran? Punya izin praktik dokter?" Ibrahim langsung menyanggah.

"Nggak. Tapi memang aku yang selamatkan pasien. Kamu sudah kuliah kedokteran dan punya izin dokter, 'kan? Ya sudah, sekarang kamu coba hidupkan dia. Ngapain datang ke sini?" Arlo mencibir, jelas sudah menebak maksud kedatangan mereka.

Hati Ibrahim langsung dipenuhi firasat buruk.

Rayanza mengangkat sedikit kelopak matanya. "Kalau begitu, sekarang kamu pergi selamatkan putriku dan buktikan kata-katamu. Aku bisa nggak menuntut urusan yang sebelumnya!"

Arlo mengangkat alis, tidak senang. "Nggak mau, aku lagi nggak mood! Kalau bukan karena aku, putrimu setengah jam yang lalu sudah mati. Kamu juga nggak punya hak bicara padaku dengan nada seperti itu!"

Rayanza mengepalkan tangan. Dengan statusnya saat ini, tidak ada orang yang berani berbicara padanya begitu.

Namun, dia segera menyerah. Nyawa putrinya di ujung tanduk. Dia hanya bisa pasrah, mencoba segala cara.

"Apa syaratmu supaya mau menolong putriku? Sebutkan saja. Asal bisa menyelamatkan dia, aku nggak akan protes!"

Arlo mengangguk. "Begitu baru sikap orang yang minta tolong!"

Sambil berbicara, pandangannya menyapu Ibrahim dan Bilal. Dengan dingin, dia berkata, "Aku minta reputasi istriku dipulihkan. Siapa yang salah, dia yang harus tanggung jawab!"

Hati Isyana rumit. Dia merasa terharu karena Arlo masih melindunginya di saat begini. Namun, dia juga ketakutan. Bahkan dokter terkenal seperti Leonard saja tidak bisa menyelamatkan Fellis, apa Arlo bisa?

Bilal melongo. Situasinya sama sekali di luar bayangan.

Awalnya dia mengira Rayanza pasti akan menampar Arlo habis-habisan. Siapa sangka, Arlo malah diperlakukan sopan, bahkan dimintai tolong untuk menyembuhkan Fellis?

Dia melirik Ibrahim, melihat wajahnya sudah merah padam. Seketika, dia ikut panik.

Rayanza yang lihai di dunia bisnis sudah bisa menebak. "Pak Ibrahim, kalau sekarang kamu nggak bicara jujur, aku akan panggil pihak pengawas kedisiplinan untuk datang menyelidiki!"

Dahi Ibrahim langsung dipenuhi keringat dingin. Di rumah sakit ini, dia memang bisa menutupi segalanya. Namun, kalau pengawas turun tangan, tidak bisa lagi!

Setelah ragu sesaat, Ibrahim pun menceritakan semuanya. Setelah selesai, dia tak tahan untuk menekankan, "Pagi tadi kondisi pasien memang sudah nggak ada napas dan detak jantung ...."

Rayanza melambaikan tangan. "Urusan kita berdua akan kuperhitungkan lain waktu. Sekarang, kamu harus minta maaf pada siapa?"

"Maaf, benar-benar maaf! Tadi aku khilaf!" Ibrahim buru-buru berbalik dan meminta maaf pada Arlo.

Arlo mencebik. "Hmm?"

Ibrahim langsung menoleh ke Isyana dan terus meminta maaf. Melihat itu, Bilal pun ikut panik, juga segera meminta maaf pada Isyana.

Isyana hanya diam. Jadi, keduanya sama-sama memohon pada Arlo. Arlo menyeringai. "Kalau minta maaf saja cukup, buat apa ada polisi? Betul 'kan, Pak Rayanza?"

Dengan cemas, Rayanza menyahut, "Aku pasti akan memberimu jawaban nanti! Tolong obati putriku dulu!"

Arlo mengangguk. Isyana semakin gelisah. Kini, Arlo terasa begitu asing dan membuatnya khawatir. Dia diam-diam menggeleng, lalu meraih lengan Arlo.

Arlo menyeringai, balik menggenggam tangan Isyana sambil menekannya pelan. "Tenang, aku yakin bisa."

Isyana merasakan kehangatan dari telapak tangannya. Entah kenapa, dia menjadi gugup. Kata-kata yang ingin diucapkan pun ditelan kembali.

Arlo lantas mengikuti Rayanza masuk ke ruang gawat darurat, sementara wajah Ibrahim dan Bilal tampak muram.

"Kak, gimana ini?" Bilal kelihatan sangat panik.

Ibrahim mendengus. "Masa kamu juga percaya orang gila bisa mengobati?"

"Ah, iya .... Kalau nanti gagal dan Pak Rayanza marah, kita berdua yang celaka!" Bilal buru-buru mengangguk.

Mereka ikut menyusul ke ruang gawat darurat.

Begitu masuk, Arlo langsung menekan dada Fellis dengan kedua tangannya sambil berkata dengan tenang, "Cepat ambilkan aku satu kotak jarum akupunktur!"

Wajah Rayanza seketika muram. Kalau bajingan ini tidak berhasil, tangannya pasti akan dipotong!

Dokter-dokter di tempat itu juga merasa konyol. Orang gila menjadi dokter, masih pakai akupunktur? Benar-benar lucu! Bahkan film komedi pun tidak sampai segila ini.

Leonard bergumam, "Sindrom jiwa terlepas diobati dengan akupunktur? Ini ...."

Arlo menyeringai. "Sindrom jiwa terlepas? Kamu salah, ini sindrom jiwa tercerai!"

"Sindrom jiwa tercerai?"

Saat itu, perawat membawa jarum. Arlo tidak menjelaskan lagi. Dia langsung mengambil jarum, lalu dengan cekatan menusukkan ke titik akupunktur di ubun-ubun Fellis.

Ketika menusukkannya, dia mengunci roh Fellis dengan energi, menarik kembali roh yang tercerai. Begitu jarum dicabut, detak jantung Fellis kembali normal dan napasnya pun stabil.

"Ada harapan!"

"Sudah ada napas!"

"Stabil!"

Tak lama kemudian, Fellis perlahan sadar. Dia memandang orang-orang di sekitarnya dengan bingung, lalu menangis.

Para dokter melongo menatap Arlo. Leonard menggaruk kepala, sama sekali tidak paham. Hanya beberapa tusukan biasa, tetapi benar-benar menghidupkan orang?

Mata Rayanza memerah. Dia buru-buru mengusap wajahnya, baru bisa tenang kembali.

Isyana juga terkejut. Melihat Arlo yang tenang, dia merasa bingung untuk sejenak. Pria ini benar-benar orang yang dulu dia kenal sebagai pria gila dan tak berguna?

"Nyawanya sudah kembali, tapi lever dan limpanya nggak seimbang. Energi dan darah juga tersumbat, menimbulkan depresi berat. Masih harus dirawat perlahan," kata Arlo dengan tenang.

Leonard mengangguk. "Dalam pengobatan tradisional, depresi dianggap sebagai penyakit akibat emosi yang terimpit. Hanya saja cara penyembuhannya rumit sekali."

Rayanza bertanya, "Dokter Kecil, kamu punya cara?"

"Ada, tentu ada!" Arlo mengangkat alis. Memang bisa, tetapi merepotkan.

Bagi Rayanza yang merupakan seorang pebisnis, pendidikan atau sertifikat tidak penting, yang penting hasil. Apalagi, dia sudah sering mendengar tentang dokter kurang dikenal yang memiliki kemampuan hebat.

Arlo sudah membuktikan kemampuannya sehingga Rayanza percaya penuh padanya. Makanya, ketika mendengar Arlo bilang bisa, dia langsung berkata, "Sebut saja syaratmu!"

"Seminggu dua kali akupunktur, ditambah ramuan herbal. Depresi karena emosi tersumbat harus diatasi pelan-pelan," jelas Arlo.

"Baik, baik! Setelah Fellis keluar dari rumah sakit, aku akan suruh orang menjemputmu seminggu dua kali!" Rayanza khawatir Arlo menolak.

Arlo hendak mengangguk, tetapi Isyana diam-diam mencubit pinggangnya. Kali ini dia beruntung bisa menolong Fellis. Itu sudah anugerah terbesar! Sekarang masih mau mengobati depresi berat? Mana ada depresi berat yang gampang sembuh!

Banyak orang kaya dan terkenal tak kekurangan uang atau dokter hebat, tetapi semua tumbang karena penyakit ini ....

Arlo hanya bisa mencibir. "Nanti kita bicarakan lagi!"

Rayanza mengira itu soal janji sebelumnya. Dia buru-buru memerintahkan pengawalnya, "Bawa Ibrahim dan Bilal ke lembaga pengawas. Bilang aku yang melaporkan mereka berdua atas pelanggaran!"

Ibrahim dan Bilal langsung melemas di luar.

"Ehem, Anak Muda, kalau ada kesempatan, aku ingin belajar darimu juga." Leonard tersenyum kaku.

"Kalau ada kesempatan, kita saling belajar." Arlo tersenyum tipis.

Leonard mengangguk berkali-kali. Kesannya pada Arlo semakin baik. Rendah hati, tetapi punya kemampuan. Dulu waktu seusia Arlo, dia pun tidak bisa begitu!

Isyana sudah tidak tahan. Apa-apaan masih mau saling belajar? Leonard itu dokter terkenal dalam negeri!

Arlo hanya bermodalkan beberapa buku kedokteran yang tidak jelas, tetapi berani berbicara omong kosong. Sudah jelas, dia hanya menggali kuburan untuk dirinya sendiri. Dia pun buru-buru menarik Arlo keluar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 100

    "Kamu juga kesurupan?" Conan meraba dahi Sahrul."Serius, Kak!""Lebih hebat daripada instruktur yang dulu pernah kita temui di Pasukan Khusus!"Rasa kagum dan hormat yang terpancar dari mata Sahrul akhirnya membuat Conan percaya. Dia pun mengangkat peluru yang masih hangat itu dan terdiam lama sebelum berkata, "Laporkan ke Pasukan Khusus, orang ini kalau nggak melakukan dosa besar, jangan sekali-kali disentuh. Jangan dimusuhi, sebaiknya dijadikan sekutu!""Habis sudah Pardus kali ini!"Mengingat kejadian hari ini, Conan menggelengkan kepala. Seketika dia teringat pada Santoso, hatinya muncul rasa iri. Dasar si tua bangka itu, benar-benar beruntung bisa berkenalan dengan sosok luar biasa seperti Arlo!Ilmu pengobatan? Ilmu gaib? Seni bela diri? Dengan bakat sehebat itu, asalkan Arlo tidak membuat dosa besar, kelak pasti akan menjadi orang yang sukses besar.Sekarang, Arlo masih belum terlalu terkenal sehingga mereka masih sempat menjalin hubungan. Namun saat kelak Arlo sudah benar-bena

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 99

    Conan berkata canggung, "Ini juga semacam penyakit profesi, pekerjaanku menuntut banyak kerahasiaan! Arlo, tolong maklumi!""Itu bukan urusanku dan aku juga nggak ingin mencampuri. Asal benda-benda ini diurus, masalahmu pun selesai," ujar Arlo sambil menunjuk bungkusan kertas minyak itu.Sahrul tetap sulit percaya. Selama bertugas dia sudah menembak mati lebih dari 20 penjahat yang melawan penangkapan. Kalau memang ada hal-hal gaib, bukankah dia seharusnya sudah lama diganggu arwah mereka?Apa itu minyak mayat, apa itu jimat ... bukankah cuma ulah orang yang sengaja membuat keributan? Siapa tahu malah Arlo sendiri yang membuat semua ini, lalu berpura-pura menyingkapnya? Metode "maling teriak maling" seperti itu sangat sering digunakan oleh para dukun gadungan."Lalu, apa yang harus dilakukan?" tanya Sahrul."Pertama, bakar kertas minyak dan uang arwah ini bersama-sama," jawab Arlo.Begitu dia selesai bicara, Sahrul langsung menyalakan korek api dan mendekatkannya ke kertas minyak. Dia

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 98

    Setelah kejadian itu, Conan dan istrinya menonton rekaman CCTV ruang tamu. Potongan-potongan gambar itu membuat mereka merinding ketakutan.Sahrul menatap pasangan suami-istri itu dengan ekspresi aneh. Dalam hati dia merasa, apakah keduanya terlalu tertekan sampai jadi berhalusinasi? Menurut pikirannya, kemungkinan besar si gadis kecil hanya ingin bermain dengan pedang kayu, tapi Conan tidak mengizinkan.Anak itu pun mengambek, menangis, lalu meniru adegan di televisi dengan berpura-pura mengancam akan lompat dari balkon. Hal itu menakuti Jenifer, hingga membuatnya kehilangan kendali sejenak. Bagi Sahrul, ini bukanlah sesuatu yang luar biasa. Dalam keadaan panik dan ketakutan hebat, wajar saja orang bisa mengalami kekacauan mental."Aku nggak berani lagi tinggal di rumah. Begitu pagi tiba, aku langsung membawa keluargaku, rencananya mau ke tempat Santoso, biar dia yang mengantarku mencarimu!""Di tengah jalan, lalu lintas sangat sepi dan hanya ada sedikit kendaraan. Tiba-tiba ada sebua

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 97

    "Dari semalam sampai sekarang, nyaris separuh nyawaku hilang! Kalau bukan karena khawatir terjadi sesuatu di jalan, aku sudah ingin langsung ke perkebunan mencarimu." Wajah Conan tampak ketakutan, seperti orang yang baru saja lolos dari maut.Sambil bicara, dia menunjuk pada seorang pria dan seorang wanita yang dibawanya, lalu memperkenalkan, "Arlo, ini istriku, Jenifer. Yang satu lagi sahabat lamaku, Sahrul!""Mereka bukan orang luar, jangan khawatir. Kamu harus tolong aku menyelesaikan masalah ini!"Sejak hari pertama masuk ke biro keamanan, Sahrul selalu mengikuti Conan. Selama lebih dari sepuluh tahun bersama, mereka bukan hanya sebatas atasan dan bawahan, tapi juga saudara seperjuangan."Ketua, kenapa aku sama sekali nggak paham sama semua yang kamu katakan hari ini?" tanya Sahrul sambil mengusap dagunya dengan kebingungan.Conan pun segera menceritakan apa yang terjadi selama dua hari ini. Setelah berpisah dengan Arlo dan Santoso kemarin, dia langsung kembali ke biro keamanan.Di

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 96

    Pria berjanggut hanya mengeluarkan beberapa dengusan. Keringat dingin mengalir deras di dahinya, tetapi dia tetap tidak menjerit kesakitan.Arlo masih menginjak tubuh pria itu, lalu menoleh sekilas pada sopir truk. "Kecelakaan ini salahku. Kita selesaikan secara pribadi saja. Aku transfer uang padamu, lalu kamu boleh pergi!""Nggak ... nggak usah!" Wajah sopir itu pucat pasi, dia buru-buru berbalik dan hendak lari."Tunggu!" Suara Arlo terdengar lagi.Sopir itu semakin panik. Di matanya, pemuda ini adalah orang yang bahkan tidak takut menghadapi senjata api! Adegan yang baru dia saksikan itu lebih gila daripada film. Dia pun teringat pada adegan klise di layar lebar. Setelah ini, biasanya saksi akan "dibungkam"."Kasih aku rekeningmu! Aku akan transfer sekarang!" kata Arlo tenang.Dengan tubuh kaku, sopir itu memberikan nomor rekening. Arlo pun segera mentransfer 20 juta. Begitu mendengar bunyi notifikasi uang masuk, sopir itu menatap tak percaya. Namun, dia tidak berani bertanya apa-a

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 95

    Wajah Arlo sedikit menggelap. Jika tabrakan jip yang pertama tadi masih bisa dianggap satu persen kemungkinan sebagai kecelakaan, maka kali ini sudah jelas benar-benar ditujukan untuk mereka."Ayah, pegang yang kuat!" ucap Arlo dengan suara berat, lalu mengentak pedal gas. Mobil langsung melesat ke depan.Setelah menstabilkan arah, kedua mobil sempat sejajar. Dari kaca jendela, Arlo bisa melihat jelas sopir jip itu adalah seorang pria berjanggut lebat yang berusia lebih dari 40 tahun.Di wajah pria berjanggut itu ada sebuah bekas luka yang panjang dan dalam, membentang dari bawah mata kiri hingga ke sudut mulut kanan, membuat wajahnya tampak garang dan menakutkan.Mata mereka saling bertemu dan memancarkan aura membunuh yang tajam.Victor mencengkeram erat pegangan tangan hingga jemarinya bergetar. Kecepatan mobil begitu tinggi. Di jalan sempit berliku seperti ini, situasinya benar-benar berbahaya.Saat melewati sebuah tikungan tajam lagi, Arlo melihat ada sebuah truk besar melaju dari

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status