Share

03. Awal Sekat Pemisah

"Ini kamarmu. Ini kamar aku."

Masih teringat jelas perkataan mas Alan pertama kali ketika kami telah menjadi pasangan suami istri setelah usai merayakan pesta pernikahan. Itu adalah perkataan yang ia lontarkan ketika kami tiba di rumah yang mas Alan beli untuk kami tempati bersama.

Sejak saat itu, Salsabila menyadari arti pernikahan yang akan mereka jalani untuk ke depannya. Ia sadar bahwa pisah kamar artinya lebih dari sekedar tidur di ruangan yang berbeda, ini adalah pertanda bahwa ada tembok batasan sebuah hubungan di mana mereka tidak boleh saling mengusik. Salsabila tahu pernikahan yang mereka jalani tidak biasa, tetapi siapa sangka ternyata memang akan sejauh ini.

Kami hanya hidup bersama dengan urusan masing-masing. Sementara Salsabila menangani perusahaan sepatu, mas Alan menangani properti perusahaan keluarganya. Sebuah perusahaan induk yang menangani segala banyak anak perusahaan, termasuk perusahaan sepatu yang Salsabila kelola. Tidak hanya itu, dia juga banyak membawahi perusahaan lainnya. Sudah bisa dipastikan betapa kaya rayanya seorang keluarga Dirgantara, dan Salsabila menjadi wanita yang begitu beruntung karena kecipratan kekayaan mereka. Ya, begitulah kata-kata orang banyak. Tetapi kalau boleh memilih, Salsabila sama sekali tidak menginginkan kekayaan kalau di dalamnya tidak dibarengi dengan kebahagiaan.

"Halo," sapa Salsabila pada seseorang yang menelepon siang itu. Salsabila tengah berjalan menuju lobby perusahaan saat handphone yang berada dalam tasnya berdering.

"Selamat ulang tahun pernikahan, Sayang." Sebuah suara keibuan terdengar begitu ceria menggema di seberang telepon. Ibu Rena, ibunda dari mas Alan.

Salsabila seketika ikut berbinar mendengar suara ibu Rena yang kelewat ceria. Mau tidak mau, Salsabila ikut bahagia mendengar ucapan selamat dari ibu mertuanya itu.

"Terima kasih, Bunda," jawab Salsabila tersenyum kecil seraya menaiki mobil yang telah menunggunya di pelataran parkir yang dikemudikan oleh sopir pribadinya, Dimas.

Kedua orang tua mas Alan memang begitu menyayangi Salsabila. Dan itu adalah keberuntungan tersendiri bagi Salsabila. Tetapi sebenarnya rasa sayang itu tidak timbul mendadak, mereka menyayangi dirinya semenjak pertemuan pertama mereka di panti asuhan yang saat itu aku masih berumur tujuh tahun. Semenjak itu hingga kini rasa sayang mereka tidak berubah dan Salsabila sangat menghormati mereka.

"Mama dan papa kirim hadiah ke rumah. Semoga kamu dan Alan menyukainya. Sekali lagi selamat ya, Sayang. Semoga kebahagiaan selalu menyertai kalian." Ibu Rena melontarkan sebuah doa di penghujung percakapan setelah mereka membahas satu dua hal lain. Yang tidak orang ketahui, diam-diam Salsabila mengaminkan doa dari ibu mertuanya tersebut.

Hadiah yang dikirimkan ibu mertua Salsabila ternyata adalah sepasang jam tangan. Hadiah itu diletakkan di meja ruang tengah dengan manisnya. Oh, dan jangan tanyakan harganya. Sudah dipastikan, harganya bernilai jutaan rupiah. Mana mungkin keluarga Dirgantara akan mengeluarkan sebuah hadiah dengan harga yang murah.

"Bapak sudah pulang, Bude?" tanya Salsabila kepada bude Yun yang baru saja melintas.

Wajah yang dipenuhi keriput itu tersenyum ke arahnya. "Belum, Bu."

Salsabila tahu ke mana mas Alan pergi kalau sampai harus terlambat pulang. Sudah dipastikan kalau pria itu menghabiskan malam di tempat hiburan malam. Sesuatu kelakuan nakal yang belum bisa pria itu lepaskan bahkan saat mereka sudah menikah. Tetapi Salsabila mana bisa melarang, dia tidak punya hak akan hal itu.

Saat Salsabila akan memasuki kamar, ia mendengar suara deru mobil mas Alan.

"Tolong kasih ini ke bapak. Katakan ini hadiah dari mama," ujar Salsabila sembari menyerahkan box arloji bagian mas Alan ke bude Yun.

Bude Yun tentu saja tidak banyak tanya. Dia sudah tahu bagaimana dinginnya pernikahan kami. Jadi dia hanya akan menjadi perantara di antara keduanya. Dan untungnya juga, dia bisa jaga mulut untuk tidak membocorkan rahasia kelam pernikahan mereka kepada keluarga mas Alan. Sudah bisa dipastikan bagaimana kecewanya ibu Rena dan bunda Fani, bahkan seluruh keluarga besar kalau mengetahui betapa bobroknya hubungan pernikahan yang keduanya jalani. Salsabila tentu saja tidak bisa membayangkan kalau itu sampai terjadi.

Kembali lagi ke mas Alan, tidak bertegur sampai bahkan jarang bertemu bukanlah masalah biasa. Salsabila kemudian memasuki kamar, dia melamun mengingat hari-hari awal menikah dengan mas Alan. Saat itu, kepolosan gadis umur dua puluh empat tahun diuji. Saat itu ia masih berusaha memaklumkan kemauan pria yang enam tahun lebih tua darinya untuk tidur terpisah.

Mungkin orang kaya biasa melakukan itu untuk sebuah privasi, itu adalah pikiran konyol Salsabila dahulu. Sementara itu, Salsabila mencoba menjadi figur istri yang sempurna untuk seorang mas Alan yang sibuk. Seperti bangun lebih pagi untuk menyiapkan makanan dan menyiapkan setelan kerja untuk dikenakan sang suami bekerja. Bahkan Salsabila sebisa mungkin akan menunggui mas Alan untuk makan bersama dan berusaha sebisa mungkin pulang mendahului pria itu, semata-mata ia lakukan agar mas Alan tidak kecewa saat sampai di rumah terlebih dahulu darinya. Konyol bukan? Bahkan sekarang, mengingat akan hal itu rasanya Salsabila ingin menertawakan dirinya dengan keras-keras. Kau sudah banyak berjuang, Salsabila.

Tetapi tahu 'kan segala sesuatu ada batasnya, bahkan kadaluwarsanya? Ya, begitu pula ketekunan yang Salsabila lakukan saat itu. Semua itu karena balasan yang didapat dari mas Alan tidak setimpal. Pria itu menghindarinya. Dia sengaja tak muncul sarapan, bahkan hingga Salsabila berangkat kerja. Mas Alan juga tak pernah pulang di bawah jam sepuluh malam, dan lebih parahnya bahkan tidak pulang. Penasaran di mana mas Alan bermalam? Tentu. Salsabila akhirnya tahu ke mana pria itu pergi untuk melewatkan malam jika tidak pulang. Dan kenyataan itulah yang menghentikan segala usaha Salsabila yang tengah berupaya menjadi seorang istri sesungguhnya, lalu berubah menjadi orang serumah mas Alan saja.

"Sa," panggil seseorang diikuti ketukan pintu kamar.

Hanya satu orang yang memanggilnya demikian. Jika orang panti asuhan, partner kerja, kenalan, atau mertuanya akan memanggilku 'Salsabila, Salsa', hanya mas Alan yang memanggilku, 'Sa'.

Salsabila mengenyahkan segala pikiran masa lalunya. Sebuah kelakuan konyol yang cukup lucu untuk diingat.

Tidak ingin membuat Alan mengetuk pintu terlalu lama. Salsabila berderap membuka pintu dan menemukan wajah pria itu yang kini tengah menatapnya.

"Ada apa, Mas?" tanya Salsabila, saat menyadari kalau mas Alan sama sekali tidak mau memulai arti kedatangannya mengetuk pintu kamarnya malam-malam.

Mas Alan berdeham cepat. "Akhir pekan ini, bisa temani aku menghadiri sebuah acara rekanan?" tanyanya kemudian.

"Kamu kabarkan saja tempat dan jamnya, Mas."

Mas Alan mengangguk setuju.

Inilah salah satu hal ingin aku tertawakan juga. Dulu, susah-susah Salsabila membuat sarapan atau menantinya pulang, tidaklah membuatnya menjadi istri yang sempurna baginya. Tetapi ternyata bagi pria itu, istri yang sempurna itu adalah yang bisa menjadi temannya menghadiri acara penting. Ya, sesederhana itu.

Pandangan Salsabila teralihkan ke satu tangan pria itu memegang box jam tangan, pasti bude Yun telah memberikannya. Di satu tangannya yang lain dia menenteng goodiebag yang sekarang tengah diulurkan kepada dirinya.

"Buat kamu," ucapnya dengan suara datarnya.

Salsabila menerima kado itu kemudian tersenyum tak lupa mengucapkan terima kasih. Ketika mas Alan sudah berlalu, Salsabila kembali memasuki kamar lalu membuka kotak pemberian pria itu. Kemudian membawanya ke ruangan tempat penyimpanan perhiasan lainnya. Kalung berlian itu berjejer dengan perhiasan lainnya. Salsabila heran kenapa orang kaya sangat suka memberi perhiasan sebagai kado. Masih banyak kado yang cukup berarti melebihi perhiasan. Tetapi Salsabila tentu saja akan menerimanya. Ini jelas hadiah pernikahan yang sekian kalinya mas Alan berikan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status