"Ini kamarmu. Ini kamar aku."
Masih teringat jelas perkataan mas Alan pertama kali ketika kami telah menjadi pasangan suami istri setelah usai merayakan pesta pernikahan. Itu adalah perkataan yang ia lontarkan ketika kami tiba di rumah yang mas Alan beli untuk kami tempati bersama.Sejak saat itu, Salsabila menyadari arti pernikahan yang akan mereka jalani untuk ke depannya. Ia sadar bahwa pisah kamar artinya lebih dari sekedar tidur di ruangan yang berbeda, ini adalah pertanda bahwa ada tembok batasan sebuah hubungan di mana mereka tidak boleh saling mengusik. Salsabila tahu pernikahan yang mereka jalani tidak biasa, tetapi siapa sangka ternyata memang akan sejauh ini.Kami hanya hidup bersama dengan urusan masing-masing. Sementara Salsabila menangani perusahaan sepatu, mas Alan menangani properti perusahaan keluarganya. Sebuah perusahaan induk yang menangani segala banyak anak perusahaan, termasuk perusahaan sepatu yang Salsabila kelola. Tidak hanya itu, dia juga banyak membawahi perusahaan lainnya. Sudah bisa dipastikan betapa kaya rayanya seorang keluarga Dirgantara, dan Salsabila menjadi wanita yang begitu beruntung karena kecipratan kekayaan mereka. Ya, begitulah kata-kata orang banyak. Tetapi kalau boleh memilih, Salsabila sama sekali tidak menginginkan kekayaan kalau di dalamnya tidak dibarengi dengan kebahagiaan."Halo," sapa Salsabila pada seseorang yang menelepon siang itu. Salsabila tengah berjalan menuju lobby perusahaan saat handphone yang berada dalam tasnya berdering."Selamat ulang tahun pernikahan, Sayang." Sebuah suara keibuan terdengar begitu ceria menggema di seberang telepon. Ibu Rena, ibunda dari mas Alan.Salsabila seketika ikut berbinar mendengar suara ibu Rena yang kelewat ceria. Mau tidak mau, Salsabila ikut bahagia mendengar ucapan selamat dari ibu mertuanya itu."Terima kasih, Bunda," jawab Salsabila tersenyum kecil seraya menaiki mobil yang telah menunggunya di pelataran parkir yang dikemudikan oleh sopir pribadinya, Dimas.Kedua orang tua mas Alan memang begitu menyayangi Salsabila. Dan itu adalah keberuntungan tersendiri bagi Salsabila. Tetapi sebenarnya rasa sayang itu tidak timbul mendadak, mereka menyayangi dirinya semenjak pertemuan pertama mereka di panti asuhan yang saat itu aku masih berumur tujuh tahun. Semenjak itu hingga kini rasa sayang mereka tidak berubah dan Salsabila sangat menghormati mereka."Mama dan papa kirim hadiah ke rumah. Semoga kamu dan Alan menyukainya. Sekali lagi selamat ya, Sayang. Semoga kebahagiaan selalu menyertai kalian." Ibu Rena melontarkan sebuah doa di penghujung percakapan setelah mereka membahas satu dua hal lain. Yang tidak orang ketahui, diam-diam Salsabila mengaminkan doa dari ibu mertuanya tersebut.Hadiah yang dikirimkan ibu mertua Salsabila ternyata adalah sepasang jam tangan. Hadiah itu diletakkan di meja ruang tengah dengan manisnya. Oh, dan jangan tanyakan harganya. Sudah dipastikan, harganya bernilai jutaan rupiah. Mana mungkin keluarga Dirgantara akan mengeluarkan sebuah hadiah dengan harga yang murah."Bapak sudah pulang, Bude?" tanya Salsabila kepada bude Yun yang baru saja melintas.Wajah yang dipenuhi keriput itu tersenyum ke arahnya. "Belum, Bu."Salsabila tahu ke mana mas Alan pergi kalau sampai harus terlambat pulang. Sudah dipastikan kalau pria itu menghabiskan malam di tempat hiburan malam. Sesuatu kelakuan nakal yang belum bisa pria itu lepaskan bahkan saat mereka sudah menikah. Tetapi Salsabila mana bisa melarang, dia tidak punya hak akan hal itu.Saat Salsabila akan memasuki kamar, ia mendengar suara deru mobil mas Alan."Tolong kasih ini ke bapak. Katakan ini hadiah dari mama," ujar Salsabila sembari menyerahkan box arloji bagian mas Alan ke bude Yun.Bude Yun tentu saja tidak banyak tanya. Dia sudah tahu bagaimana dinginnya pernikahan kami. Jadi dia hanya akan menjadi perantara di antara keduanya. Dan untungnya juga, dia bisa jaga mulut untuk tidak membocorkan rahasia kelam pernikahan mereka kepada keluarga mas Alan. Sudah bisa dipastikan bagaimana kecewanya ibu Rena dan bunda Fani, bahkan seluruh keluarga besar kalau mengetahui betapa bobroknya hubungan pernikahan yang keduanya jalani. Salsabila tentu saja tidak bisa membayangkan kalau itu sampai terjadi.Kembali lagi ke mas Alan, tidak bertegur sampai bahkan jarang bertemu bukanlah masalah biasa. Salsabila kemudian memasuki kamar, dia melamun mengingat hari-hari awal menikah dengan mas Alan. Saat itu, kepolosan gadis umur dua puluh empat tahun diuji. Saat itu ia masih berusaha memaklumkan kemauan pria yang enam tahun lebih tua darinya untuk tidur terpisah.Mungkin orang kaya biasa melakukan itu untuk sebuah privasi, itu adalah pikiran konyol Salsabila dahulu. Sementara itu, Salsabila mencoba menjadi figur istri yang sempurna untuk seorang mas Alan yang sibuk. Seperti bangun lebih pagi untuk menyiapkan makanan dan menyiapkan setelan kerja untuk dikenakan sang suami bekerja. Bahkan Salsabila sebisa mungkin akan menunggui mas Alan untuk makan bersama dan berusaha sebisa mungkin pulang mendahului pria itu, semata-mata ia lakukan agar mas Alan tidak kecewa saat sampai di rumah terlebih dahulu darinya. Konyol bukan? Bahkan sekarang, mengingat akan hal itu rasanya Salsabila ingin menertawakan dirinya dengan keras-keras. Kau sudah banyak berjuang, Salsabila.Tetapi tahu 'kan segala sesuatu ada batasnya, bahkan kadaluwarsanya? Ya, begitu pula ketekunan yang Salsabila lakukan saat itu. Semua itu karena balasan yang didapat dari mas Alan tidak setimpal. Pria itu menghindarinya. Dia sengaja tak muncul sarapan, bahkan hingga Salsabila berangkat kerja. Mas Alan juga tak pernah pulang di bawah jam sepuluh malam, dan lebih parahnya bahkan tidak pulang. Penasaran di mana mas Alan bermalam? Tentu. Salsabila akhirnya tahu ke mana pria itu pergi untuk melewatkan malam jika tidak pulang. Dan kenyataan itulah yang menghentikan segala usaha Salsabila yang tengah berupaya menjadi seorang istri sesungguhnya, lalu berubah menjadi orang serumah mas Alan saja."Sa," panggil seseorang diikuti ketukan pintu kamar.Hanya satu orang yang memanggilnya demikian. Jika orang panti asuhan, partner kerja, kenalan, atau mertuanya akan memanggilku 'Salsabila, Salsa', hanya mas Alan yang memanggilku, 'Sa'.Salsabila mengenyahkan segala pikiran masa lalunya. Sebuah kelakuan konyol yang cukup lucu untuk diingat.Tidak ingin membuat Alan mengetuk pintu terlalu lama. Salsabila berderap membuka pintu dan menemukan wajah pria itu yang kini tengah menatapnya."Ada apa, Mas?" tanya Salsabila, saat menyadari kalau mas Alan sama sekali tidak mau memulai arti kedatangannya mengetuk pintu kamarnya malam-malam.Mas Alan berdeham cepat. "Akhir pekan ini, bisa temani aku menghadiri sebuah acara rekanan?" tanyanya kemudian."Kamu kabarkan saja tempat dan jamnya, Mas."Mas Alan mengangguk setuju.Inilah salah satu hal ingin aku tertawakan juga. Dulu, susah-susah Salsabila membuat sarapan atau menantinya pulang, tidaklah membuatnya menjadi istri yang sempurna baginya. Tetapi ternyata bagi pria itu, istri yang sempurna itu adalah yang bisa menjadi temannya menghadiri acara penting. Ya, sesederhana itu.Pandangan Salsabila teralihkan ke satu tangan pria itu memegang box jam tangan, pasti bude Yun telah memberikannya. Di satu tangannya yang lain dia menenteng goodiebag yang sekarang tengah diulurkan kepada dirinya."Buat kamu," ucapnya dengan suara datarnya.Salsabila menerima kado itu kemudian tersenyum tak lupa mengucapkan terima kasih. Ketika mas Alan sudah berlalu, Salsabila kembali memasuki kamar lalu membuka kotak pemberian pria itu. Kemudian membawanya ke ruangan tempat penyimpanan perhiasan lainnya. Kalung berlian itu berjejer dengan perhiasan lainnya. Salsabila heran kenapa orang kaya sangat suka memberi perhiasan sebagai kado. Masih banyak kado yang cukup berarti melebihi perhiasan. Tetapi Salsabila tentu saja akan menerimanya. Ini jelas hadiah pernikahan yang sekian kalinya mas Alan berikan."Belum balik?" Salsabila mengetuk kubikel yang membuat si wanita yang tengah melamun itu seketika terkejut. Rinda, satu-satunya sahabat karibnya di perusahaan ini. Pertemanan mereka terjalin sejak Salsabila masih menjadi pegawai biasa di tempat ini. Dan pertemanan mereka tetap terjalin meskipun Salsabila telah menjadi seorang direktur. "Belum balik, Rin?" tanya Salsabila mengulangi pertanyaanya. "Eh … Ibu Direktur, sedang apa di sini? Tidak biasanya," jawab Rinda sambil terkekeh. Dia cukup heran apa yang membawa wanita super duper sibuk itu menyambangi kubikelnya. "Hush … jangan panggil seperti itu, aku tidak suka," ucap Salsabila dengan garang. Ia memang tidak menyukai sematan nama itu. Apalagi kalau sahabatnya yang memanggilnya dengan nama itu. Geli! Rinda kembali tertawa. "Ini baru mau balik, Salsa. Mau pulang bareng, ya? Tetapi maaf, Mas Putra lagi otw ke sini." Rinda kemudian menoleh melihat semua timnya yang sudah tidak ada di tempat. "Ehh, mereka pada ke mana? Sudah pada ba
Meira. Kekasih dari mas Alan itu bernama Meira. Salsabila cukup membenci menyebut nama itu. Tetapi mau bagaimana lagi, wanita itu kembali hadir yang mau tidak mau membuka kembali lembar kenangan menyakitkan itu. Salsabila tahu kalau mas Alan dan Meira sudah menjalin hubungan jauh sebelum mereka melangsungkan pernikahan. Salsabila juga tahu kalau dahulu mereka pasangan saling mencintai tetapi terkendala di restu orang tua. Salsabila tidak tahu kenapa bunda Rena tidak merestui keduanya dan malah dirinya yang di jodohkan dengan mas Alan. Namun, lambat laung Salsabila pun juga mengetahui kalau Meira lah yang lebih dahulu di jodohkan. Orang tuanya punya banyak utang, sehingga memilih menggadaikan dan menikahkan anaknya dengan anak rentenir itu. Pernikahan mereka tidak bahagia, suaminya suka main tangan dan dengan bantuan dari mas Alan mereka akhirnya bercerai. Tetapi, ada anak di antara mereka. Ya, anak yang saya lihat kemarin itu adalah anak dari mantan suaminya bukanlah anak dari mas Al
Pagi harinya, Salsabila benar-benar merasakan pusing di kepala. Semalam ia menghabiskan waktu menangisi pria itu kembali. Selepas dia melihat suaminya kembali bersama wanitanya itu, rasa sakit yang selama ini berusaha ditepisnya kembali lagi dan membuatnya benar-benar hancur semalam.Terlebih lagi saat ia kembali membayangkan saat di mana ia untuk pertama kalinya melihat rupa seorang wanita cantik yang bernama Maira itu.Tak ingin terlihat kembali hancur, Salsabila menunjukkan kembali ketegaran penuh kepura-puraan itu. Ia kemudian keluar dari dalam kamarnya, kembali bersiap untuk ke kantor. Hanya di kantor ia bisa sedikit menenangkan diri dan berusaha menyibukkan diri sehingga tidak terlalu lama terpenjara dalam kesedihan ini.Saat Salsabila akan membelokkan tubuh ke arah dapur, ternyata pria itu sudah berada di sana tengah menikmati sarapannya. Entah sejak kapan pria itu kembali, Salsabila sama sekali tidak menyadarinya."Kau tidak sarapan?" Sebuah suara di belakangnya menghentikan
Obrolan mereka tidak terhenti begitu saja di situ. Setelah membahas soal Alexa, ibu Indrawan kembali membahas tentang Salsabila. Pengalihan yang begitu cepat. Sebenarnya Alan sudah jengah mendengar orang yang terus-terusan memuji Salsabila, tetapi mau bagaimana lagi wanita cerdas itu memang patut dipuji dan Alan hanya perlu berpura-pura merasa bangga karena wanita cerdas itu adalah miliknya sekarang."Salsabila itu hebat, Lan. Dia hebat karena bisa dengan cepat beradaptasi di lingkungan ini." Ibu Indrawan kembali mengeluarkan suara, dan tentu saja nama Salsabila yang diangkat menjadi topik perbincangan. "Jujur saja, dulu aku pikir dia akan meminta cerai darimu tidak lama setelah kalian menikah. Dari gadis yatim piatu di panti asuhan tiba-tiba jadi menantu keluarga Dirgantara. Aku yakin dia kaget dan tak terbiasa menghadapi dunia barunya. Tetapi siapa sangka dia masih bertahan, sampai di umur pernikahan kalian yang ke tiga. Aku salut dengannya," puji ibu Indrawan akan kegigihan dari s
Bicara tentang bulan madu, honeymoon atau apa pun itu yang patut dikerjakan sebagai ritual pasangan pengantin baru, menyimpan sebuah trauma yang besar untuk Salsabila. Jika orang yang baru kembali dari bulan madu, pasangan itu akan semakin berbunga-bunga, cinta di antara mereka semakin besar, dan tak terpisahkan.Tetapi berbeda bagi Salsabila dan Alan. Justru sekembalinya dari yang katanya honeymoon itu, malah semakin membuat hubungan keduanya dingin dan semakin kaku. Sejak saat itu, Salsabila merasa setiap ada orang yang membahas tentang honeymoon, membuat pikirannya akan melanglang buana ke kejadian tiga tahun yang lalu, tepat setelah dua bulan pernikahan keduanya.Sama seperti pasangan pengantin baru yang lainnya, ibu Rena tentu saja terus memaksa keduanya untuk melangsungkan bulan madu. Meskipun pada saat itu Alan dan Salsabila menolaknya secara terang-terangan, hanya saja tetap tidak bisa jika itu sudah menyangkut perintah dari orang tuanya.Sek
Dengan piciknya, Salsabila berpikir kalau mungkin saja honeymoon yang telah dirancang oleh kedua orang tua Alan mungkin saja akan menjadi jalan yang baik untuk hubungan pernikahannya dengan suaminya itu.Meskipun berat rasanya pergi hanya berdua dengan Alan, akan tetapi ada secercah harapan untuk masa depan pernikahannya, mungkin saja ada sesuatu yang membahagiakan untuk hubungannya dengan Alan.Hari ini adalah keberangkatan mereka ke Barcelona, keduanya sama-sama keluar dari dalam kamar seraya menarik koper masing-masing, mereka beradu pandang dalam jangka beberapa detik sebelum Alan melenggang lebih dulu menarik kopernya hampiri ruang tamu, ia sandarkan benda itu pada meja, kemudian menyusul duduk di sofa dan mengeluarkan ponselnya, tampak terlihat acuh tak acuh dengan keberadaan dirinya. Sebentar lagi Rena dan Dirgantara akan datang, beliau sampai jauh-jauh dari Surabaya ke Jakarta untuk mengantar langsung pasangan yang masih dikatakan baru itu ke bandara.
‘Aku mencintai wanita lain.’‘Kau tidak perlu berharap karena aku mencintai wanita lain.’Kalimat itu terus memenuhi kepala Salsabila, ucapan-ucapan menyakitkan yang sebelumnya dilontarkan oleh Alan terus terngiang-ngiang di dalam pikirannya. Sungguh, ia memang tahu bahwa ia menikah bukan karena cinta, tetapi bisakah Alan sedikit saja menjaga perasaannya. Haruskah dia sefrontal itu mengatakan bahwa ia mencintai wanita lain, wanita yang bukan dirinya yang notabene-nya adalah istrinya?Perjalanan yang ditempuh dalam jalur udara sama sekali tidak dinikmati oleh Salsabila. Saat ini menaiki pesawat sampai pesawat yang ditumpanginya mengudara, berat rasanya Salsabila membuka suara. Terlebih lagi Alan di sampingnya sama sekali tak sedikit pun menanggapinya. Dia hanya sibuk dengan majalah di sampingnya dan sama sekali tidak memedulikan dirinya yang tengah melamunkan banyak hal.Baru beberapa jam ia berduaan dengan Alan dan ia sudah makan hati sert
‘Katanya, tempat ini adalah akhir dunia. Kalau memang benar, izinkan aku kembali ke tempat ini untuk terakhir kali bersama seseorang yang benar-benar mencintaiku, menginginkanku, Tuhan!’Salsabila tersenyum kecil menatap keadaan sekitar, angin berembus cukup kencang di dekat pelabuhan La Corun, Galacia, Spanyol. Suara debur ombak lautan biru di dekat mereka terdengar seperti sebuah nyanyian yang cukup panjang, langit dan samudera sering kali bersaing di sana—perihal tentang siapa yang biru dan memikat, nyatanya sama saja, setiap sudut bisa dikagumi oleh orang-orang yang datang mengunjungi tempat tersebut.Salsabila dan Alan berdiri bersebelahan pada selasar yang membentuk sebuah setapak bundar mengitari sebuah mercusuar peninggalan Romawi setinggi 55 meter dengan posisi menghadap ke laut Atlantik Utara dari pesisir pantai Spanyol. Mercusuar yang dibangun pada paruh kedua abad pertama menjadikan tempat itu sebagai mercusuar tertua di dunia yang masih beroperasi.