Share

When I'm With You
When I'm With You
Penulis: Win

Bab 1

Rosalind memandang sekilas ketika Adelio Carlos memasuki ruangan. Karena terlalu banyak orang di ruangan yang mewah itu melakukan hal yang sama. Di tengah keramaian dia melihat seorang pria yang berpakaian rapi yang begitu tinggi dan tubuh yang kekar. Dia langsung mengenalinya sebagai seorang Adelio Carlos. Pandangannya langsung menuju ke arah setelan hitam elegan yang menutupi tubuhnya. 

Dia terlihat begitu luar biasa dalam setelan itu, menurut artikel dia mempunyai reputasi sebagai bujangan yang paling di inginkan. Kekayaan Adelio Carlos yang penuh teka teki tidak berencana untuk melakukan apa pun selain hadir sebentar di pesta sebagai tamu kehormatan. 

"Ada Adelio Carlos di sini sekarang. Dia akan senang bertemu denganmu. Dia suka hasil karyamu. " Kata Alin Anjani. Rosalind mendengar nada bangga dari suara wanita ini, seolah Adelio Carlos adalah pacarnya dan bukan bosnya. 

"Dia punya banyak hal yang jauh lebih penting dari pada bertemu denganku." kata Rosalind sambil tersenyum. Dia menyesap sodanya dan melihat Adelio Carlos yang sedang berbicara dengan dua orang pria yang berdiri di depannya. Tapi entah bagaimana energi di ruangan itu menjadi naik sejak kedatangannya. Seolah semua yang dia sentuh berubah menjadi emas, karena dia adalah Adelio Carlos. Dia akan melakukan segala hal yang dia sukai. Mulut Rosalind melengkung tersenyum pada pikiran konyolnya. Bagaimana pun juga semua itu membuatnya berpikir kalau dia itu angkuh dan tidak di suki. Tentu saja. Adelio adalah penolongnya, tapi sama seperti Seniman dalam sejarah, Rosalind memiliki batasan yang tidak bisa dia lakukan untuk mengeluarkan uang. Menyedihkan. 

"Aku akan pergi dan mengatakan padanya kau ada di sini. Seperti yang aku katakan, dia sungguh tertarik pada lukisan mu, itulah kenapa dia memilihmu." kata Alin, dan menunjuk pada lukisan Rosalind. Rosalind memiliki kesempatan untuk membuat lukisannya di pamerkan di tengah-tengah ruang masuk gedung utama milik Adelio Carlos, di mana mereka berada sekarang. Pesta untuk Rosalind di gelar di sebuah gedung bertingkat milik Adelio. Hal terpenting bagi Rosalind, dia akan mendapatkan puluhan juta rupiah, uang yang sangat di butuhkan untuk menyelesaikan kuliah di bidan seni dan arsiteknya. 

Alin secara ajaib berubah menjadi wanita berkulit coklat tan yang bernama Bela Abimala untuk bicara dengan Rosalind. 

"Senang akhirnya bisa bertemu denganmu." kata Bela, dengan senyum ramah sambil tangan Rosalind. "Selamat atas pamerannya. Aku tidak menyangka akan melihat lukisan mu setiap kali aku berjalan menuju ruangan ku bekerja."

Penderitaan Rosalind terus meningkat dengan rasa sakit yang tiba-tiba datang dan sudah akrab dengannya tentang ketidaknyamanannya dengan perbedaan busana antara dia dan Bela. 

Alin, Bela dan setiap orang yang hadir pada acara ini memakai pakaian yang begitu menarik dan indah. 

Dia tahu kalau Bela adalah asisten manajer salah satu bagian untuk perusahaan ini, di sebuah departemen. Rosalind mengangguk dengan bingung dan sopan. 

Mulut Adelio tersenyum sedikit ketika Alin datang padanya dan berbicara. Beberapa detik kemudian, dia mengeluarkan ekspresi bosan dari wajahnya. Dia menggelengkan kepalanya dan memandang sekilas. Adelio tentu saja tidak mau melakukan ritual untuk bertemu pemilik lukisan di banding Rosalind. 

Rosalind kembali pada Bela dan tersenyum dengan lebar, memutuskan untuk menikmati pesta ini sekarang dari pada gelisah tentang pertemuannya dengan Adelio. 

"Jadi bagaimana pembicaraanmu dengan Adelio Carlos?" Bela mulai bertanya dan memandang sekilas dengan depan di mana Adelio berada. 

"Dia baik." Rosalind memaksa sebuah senyuman. 

Bela tertawa dan Rosalind juga ikut tertawa. Pada saat ini mereka hanya dua orang wanita yang tertawa pada pria paling tampan di pesta itu. Yang mana itu adalah Adelio Carlos. Rosalind mengakuinya. Lupakan pesta lnya. Dia adalah pria yang paling menawan yang pernah dia lihat dalam hidupnya. 

Tawanya terhenti ketika dia melihat ekspresi Bela. Adelio memandang langsung padanya. Dia tidak punya waktu untuk bernapas ketika Adelio melintasi ruangan itu ke arahnya, meninggalkan ekspresi terkejut Alin. 

Pemikiran Rosalind mendorongnya untuk lari. 

"Oh. Dia menuju ke sini. Alin sudah mengatakan padanya siapa kau." kata Bela, bagaimana pun juga itu terdengan nada kebingungan dan seolah menjaga perasaan Rosalind. Saat Adelio sampai di tempat mereka, semua bekas candaan dari para gadis itu menghilang dan berganti menjadi tempat di mana para wanita cantik itu berdiri. 

"Selamat malam Pak Adelio."

"Bela, kan?"

Bela tidak bisa menyembunyikan kekagumannya pada sebuah fakta bahwa Adelio tahu namanya. "Iya benar. Bisakah saya memperkenalkan Rosalind Prada, seniman yang anda pilih untuk lukisannya di pamerkan."

Dia menjabat tangan Rosalind. "Senang bisa bertemu denganmu."

Rosalind hanya mengangguk. Dia tidak bisa bicara. Sementara pikirannya di penuhi oleh gambaran tentang laki-laki itu. Rasa hangat dari jabatan tangannya, suaranya yang begitu merdu, kulitnya yang agak gelap, potongan rambut yang rapi pendek, malaikat kegelapan. Kata itu mengalir begitu saja di dalam pikirannya. 

"Aku tidak bisa mengatakan kalau aku sangat terkesan dengan hasil karyamu." kata Adelio, tidak ada senyuman. Tidak ada kelembutan dari nada bicaranta, hanya ada tatapan tajam dari matanya. 

Rosalind menjawab dengan susah payah. "Terima kasih." 

Adelio melepaskan tangannya perlahan, menyebabkan sedikit gesekan pada kulitnya. 

"Saya senang bisa mendapatkan kesempatan untuk berterima kasih pada orang yang memilih saya. Ini semua lebih berarti dari yang bisa saya sampikan." kata Rosalind. 

Adelio mengangkat bahu dan melambaikan tangannya sembarangan. "Kau berhak mendapatkannya." Adelio menatap ke arahnya. 

Rosalind merasakan jantungnya akan melompat keluar melalui tenggorokannya. "Tentu saja. Tapi anda yang memberi saya kesempatan. Karena itu saya mencoba untuk menunjukkan rasa terima kasih saya." 

"Nenekku sering berkata kalau wajahku terlihat kurang menghargai. Kau bisa mengutuk atau memakiku." kata Adelio, dia mengangguk dan memberi isyarat. "Bela, maukah kau memberi tahu Alin untukku? Aku telah memutuskan untuk membatalkan makan malamku dengan Alexander. Tolong minta dia untuk menjadwal ulang." 

"Tentu." kata Bela sebelum pergi. 

"Kau mau duduk?" tanya Adelio, lalu mengangguk ke arah sofa kulit bundar di pojok. 

"Tentu."

Adelio berjalan sementara Rosalind mengikutinya dari belakang. Rosalind berharap itu bukan dia. Dia merasa aneh dan canggung. Setelah dia duduk, Adelio duduk di sampingnya. 

Pada awal bulan November, malam menjadi lebih dingin dari yang dia harapkan untuk menghadiri sebuah pesta. 

Dia bingung dengan dirinya sendiri, dan dengan pandangan Adelio padanya. Mata mereka bertemu dan senyum kecil muncul di bibirnya. 

"Kenapa kau memilih untuk belajar seni?" tanya Adelio. 

"Aku belajar arsitektur dan seni. Arsitektur untuk orang tuaku dan seni untukku." jawab Rosalind, terkejut dengan jawaban jujurnya. Rosalind selalu terlihat tidak peduli ketika ada orang yang bertanya hal yang sama. Kenapa dia harus memilih salah satu bakatnya? "Kedua orang tuaku adalah arsitek, dan dalam hidup mereka berharap aku juga akan menjadi arsitek."

"Jadi kau mengakui kalau ini adalah harapan mereka. Kau bisa menjadi seorang arsitek tapi tidak berencana menjadikannya sebagai pekerjaan."

"Aku akan selalu jadi arsitek."

"Aku ikut senang." kata Adelio. Ketika seorang pria yang tampan dengan tatapan yang terkunci dan mata coklat pucat dengan kulit gelap mendekati kami. Adelio mengulurkan tangannya. 

"Evan, bagaimana bisnismu?"

"Meledak." jawab pria itu, pandangannya pindah ke arah Rosalind dengan penuh minat. 

"Rosalind, ini Evan. Dia adalah cheff terbaik dari restoran terbaik di Thailand."

"Senang bisa bertemu denganmu." kata Evan dengan lembut. Tidak ada aksen Thailand. 

Dari mana pria asing ini berasal? 

"Senang bertemu denganmu juga." kata Rosalind. 

"Apa itu?" tanya Evan menunjuk ke arah gelas yang setengah kosong yang dari tadi di pegang Rosalind. 

"Hanya minuman biasa. Air soda." 

"Kau seharusnya lebih bersenang-senang Rosalind." kata Adelio. 

Mengapa ketika Adelio menekankan namanya membuat telinganya dan lehernya tegang? 

Dia sadar, ada beberapa hal untuk tentang itu. 

"Bawakan kami sebotol champagne." kata Adelio pada Evan yang tersenyum dan berjalan pergi. 

Adelio terlihat bingung. Mengapa dia repot-reoot menghabiskan waktunya untuk minum bersama gadis itu? Tentu saja dia tidak minum champagne dengan semua orang. 

"Seperti yang aku katakan sebelum kedatangan Evan, aku senang dengan latar belakang arsitekturmu. Bakatmu dan pengetahuanmu di lapangan tidak di ragukan lagi untuk menjadikan hasil karyamu penuh dengan ketelitian. Lukisanmu begitu luar biasa. Kamu bisa memberikan semangat baru di lobiku."

"Aku senang kalau anda menyukainya." kata Rosalind berharap terdengar biasa saja. 

Sebuah senyuman muncul di bibir Adelio. "Ada sesuatu di balik ucapanmu. Apa kau senang menyenangkanku?"

Mulut Rosalind terbuka. Kata-kata yang akan keluar tertahan di tenggorokannya. 'Aku mengerjakan karya seni untuk diriku sendiri bukan untuk orang lain.'

Rosalind menghentikan dirinya sendiri sekarang. Ada apa dengannya? 

Pria ini punya sesuatu yang akan mengubah hidupnya. 

"Sebelumnya sudah aku katakan, aku tersentuh karena anda memilihku."

"Oh." bisikknya ketika Evan kembali dengan champagne. Adelio tidak memandang ke arah Evan yang sedang sibuk membuka botol. Tapi mengamati gadis itu seolah dia adalah proyek sains yang paling penting. "Tapi bukankah ini sama saja dengan rasa bahagia atas pameranmu yang dengan cara kau menyenangkanku."

"Bukan seperti itu maksudku." Rosalind tergagap, sambil melihat ke arah Evan yang sedang membuka champagne dengan suara letusan yang teredam. 

Pandangan matanya kembali pada Adelio dengan kebingungan, tapi wajahnya terlihat tenang. Apa yang akan dia katakan? Lagipula, dia tidak memberi jawaban atas pertanyaannya. Mengapa perkataannya begitu membuatnya frustasi? 

"Aku gembira kalau anda menyukai lukisanku. Aku sangat gembira."

Adelio tidak menjawab. Hanya melihat Evan yang menuangkan minuman ke dalam gelas. Dia mengangguk dan mengatakan terima kasih sebelum Evan pergi. Rosalind mengambil gelasnya ketika dia bersulang untuknya. Rosalind tersenyum ketika gelas mereka bersentuhan. Rosalind tidak pernah merasakan hal ini. 

"Aku rasa karena anda adalah orang penting di pesta ini, para pelayanan biasa segan melayani anda."

"Apa maksudmu?"

"Oh, maksudku..." Rosalind mengutuk pelan dirinya sendiri. "Aku dulu adalah seorang pelayanan. Aku melakukan pekerjaan itu ketika masih memiliki banyak  tagihan untuk di bayar." tambahnya, panik dan sedikit terintimidasi. Adelio terlihat tertarik. Rosalind mengangkat gelasnya dan meminumnya sekali teguk. Tunggu sampai dia bilang ini pada Devi kalau dia sudah merusak malam ini. Teman baiknya itu akan jengkel padanya. Walaupun temannya yang lain akan menertawakannya pada kejadian tentang perbandingan kelas sosial. Jika saja Adelio Carlos tidak terlalu tampan. Hal itu juga sangat mengganggu. 

"Aku minta maaf." kata Rosalind. "Aku tidak bermaksud mengatakan itu. Ini hanya..."

"Lalu kau berpikir aku akan memandang rendah pada seorang gadis yang pernah menjadi pelayanan, begitu?" tanya Adelio. Tidak ada kelembutan yang terlihat dari wajahnya. Rosalind menarik napas dan berusaha untuk santai sejenak. Dia tidak tahu kalau itu akan menyakiti perasaan Adelio. 

"Aku menghabiskan waktu sekolahki lebih banyak di asrama." kata Adelio. "Aku memutuskan untuk berada di sana. Aku bisa meyakinkanmu, alasan satu-satunya mengapa Evan datang untuk melayani kita adalah karena dia sendiri yang ingin melakukannya. Kami adalah rekan bisnis dan sebagai informasi tambahan, kami bersahabat."

Pipi Rosalind seolah terbakar. Kapan dia akan belajar untuk menjaga mulut besarnya? 

"Maukah kau berjalan-jalan denganku? Ada hal penting yang ingin kutunjukkan padamu." kata Adelio. 

Apa yang terjadi di sini? 

"Ini berhubungan dengan pekerjaan." kata Adelio. "Aku ingin menunjukkan pemandangan tentang apa yang ingin kau lukis untukku." 

"Jadi aku di suruh untuk melukis apa yang kau inginkan?"

"Ya." jawab Adelio tegas. 

Rosalind meletakkan gelas di meja. 

"Aku sarankan agar kau lihat sendiri pemandangan itu, sebelum kau mengatakan sesuatu yang tidak pantas." tanpa bicara lagi Adelio bangun dan berjalan ke arah pintu keluar. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
menarik nih ceritanya.. pengen follow akun sosmed nya tp ga ketemu :( boleh kasih tau gaa?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status