Share

5. Pertemuan Sengit

Langkah kaki Davina terseok-seok, pria yang menarik lengannya berlari terlalu cepat tanpa memperdulikan keadaannya. Mereka menyusuri terowongan gelap yang sembab dan sedikit berlumut. 

"STOP!" teriak Davina sambil berusaha menghentikan pria yang menariknya.

"Aku rasa mereka sudah tak mengejarku," kata Davina sedikit sangsi sebab ia sendiri tak tahu siapa pria yang menarik lengannya tersebut dan apa tujuannya.

"Ehi signorina, untung aku berbelas kasihan padamu, kalau tidak entah bagaimana nasibmu di tangan mereka."

Davina menatap pria yang belum melepaskan tangannya itu sambil mengais-ngais udara di sekitarnya. "Terimakasih," ucapnya kemudian sembari melepaskan tangannya dari genggaman pria yang telah menolongnya.

"Setelah diamati wajah mu terlalu cantik untuk ukuran seorang pelayan restoran, kenalkan... Aku Sean, bella donna." 

Davina mengangkat sebelah alisnya saat Sean mengamati wajahnya dengan tatapan aneh yang membuatnya risih.

"Maaf, tapi aku punya prinsip untuk tidak berkenalan dengan sembarang orang," tolak Davina seraya mendorong tangan Sean yang terulur di depannya.

Sean terkekeh, ia merasa terhina saat Davina menolaknya karena jujur saja sebelumnya ia tak pernah mendapat yang namanya penolakan.

"You reject me? Hahaha, kau pikir kau siapa?! Kau hanya seorang pelayan, jangan sok jual mahal di depanku! Aku yakin kau punya pekerjaan sampingan melayani nafsu tamu-tamu pria di restoran tempatmu bekerja, iya kan?!" tuduh Sean yang membuat Davina melotot tak terima.

Sedetik kemudian tangan halus Davina melayang dan mendarat keras di pipi kanan milik Sean. 

PLAK!

Gadis itu marah karena langsung dipandang rendah oleh pria yang baru bertemu dengannya beberapa menit yang lalu.

"Asal kau tahu, sir. Aku ini bukan seperti yang kau kira, aku bukan seorang pelayan restoran, dan aku juga bukan wanita rendahan! Aku adalah anak pengusaha terkaya ketiga di Asia, dan yang terpenting aku adalah gadis terhormat!" tandas Davina dengan penuh penekanan di setiap kata yang keluar dari mulutnya.

Tetapi Sean malah memandang remeh Davina, pemuda itu sama sekali tak percaya dengan pengakuan Davina dan menganggap gadis itu tengah berhalusinasi. 

"Apa kau menderita skizofrenia sehingga tak dapat membedakan mana kenyataan dan mana yang hayalan?" kata Sean sambil mengusap pipinya yang tadi ditampar keras oleh Davina. Untung Davina seorang perempuan, kalau laki-laki mungkin Sean akan menamparnya balik.

Mendengar ketidakpercayaan Sean serta tuduhan yang lontarkan pria itu padanya membuat Davina mengeratkan giginya menahan emosi agar tidak membludak.

"Kau tidak percaya?" tanya Davina bersamaan dengan munculnya seringaian di bibir Sean.

"Ya, aku tidak percaya sebab aku lebih memercayai apa yang aku lihat, bukan apa yang aku dengar," ucap Sean, lagi-lagi dengan nada meremehkan.

"Lantas kau marah padaku Nona?" tanyanya sembari menjepit dagu Davina dengan jari telunjuk dan jari tengahnya.

"Atau kamu tidak menerima kenyataan kalau kamu cuma seorang pelayan?" bisiknya tepat di samping telinga kiri Davina.

"Aku akui, saat ini aku memakai baju pelayan restoran, tapi aku memakainya hanya untuk penyamaran. Terserah kau mau percaya atau tidak, itu urusan mu, yang  penting kamu jangan menyamakan ku dengan para wanita murahan karena aku bukan dari golongan mereka!" pungkas Davina dengan tegas.

"Lalu kau dari golongan mana? Pelacur? Bordir? Atau kupu-kupu malam?" ejek Sean menyebalkan.

Davina sampai kehabisan kata-kata menanggapi pria gila yang sayangnya berjasa karena telah menyelamatkannya dari antek-antek musuhnya tadi. Andai ia ada di negaranya sendiri, ia pasti sudah membungkam mulut pria kurang ajar yang mengaku bernama Sean tersebut. 

Tak ada cara lain, Davina akhirnya menunjukkan perhiasan mahal yang dikenakannya untuk membuat Sean percaya kalau dia bukanlah seorang pelayan rendahan seperti anggapan pria itu.

"Lihat! Semua perhiasan mahal yang aku kenakan ini adalah keluaran terbaru dari Tiffany & Co, kau tahu harganya berapa? 20 juta Euro. Tak mungkin aku bisa membelinya jika aku hanya seorang pelayan, bodoh!" ungkap Davina yang sudah kesal setengah mati, gadis yang punya ego dan gengsi yang tinggi itu paling tidak bisa mentolerir penghinaan terhadap dirinya.

"Ooh ... sekarang aku jadi tahu alasan kenapa kau dikejar-kejar sekelompok pria tadi, ternyata kau mencuri uang bos mu untuk membeli perhiasan-perhiasan itu ya?" Tuduhan lain keluar dari mulut Sean. Sepertinya pria itu sangat suka menjudge orang, bahkan orang yang baru ditemuinya sekalipun.

"Kau tidak bisa terus menerus menuduhku seperti itu, bajingan! Lihat saja, setelah keluar dari tempat kumuh ini, aku akan membuktikan siapa diriku sebenarnya kepadamu, jangan salahkan aku jika aku tak mau memaafkanmu!" teriak Davina benar-benar murka, wajahnya sangar dan memerah di bakar api emosi yang membara di hatinya.

Ekspresi Davina berbanding terbalik dengan Sean yang malah tertawa-tawa tidak jelas sambil memegangi perut sixpack-nya. Pria itu tidak tahu bagaimana mengerikannya sosok Davina yang dijuluki sebagai Miss D'angel atau Dead Angel yang berarti malaikat kematian oleh para Hacker di dunia dark web.

"Ekspresi marah mu imut sekali, tapi akan lebih imut kalau kau tersenyum atau menciumku," kata Sean yang masih bersikap kurang ajar. Pria itu melilit pinggang Davina dengan kedua lengan kekarnya lalu mendekatkan wajah tampannya hingga hidung mancungnya bersentuhan dengan hidung mungil milik Davina yang tengah menatapnya dengan tajam.

"Malam ini kau harus menghabiskan waktu bersama ku. Will you be my bitch tonight?" bisik Sean yang terpikat dengan kecantikan Davina.

Dengan geram Davina meludahi wajah Sean. "Aku tidak sudi! Wanita terhormat seperti ku tak pantas bersama pria kotor seperti mu," tolaknya dengan kejam.

Sean tak memperdulikan penolakan Davina, ia mengelus leher Davina, menguji pendirian gadis itu dengan sentuhan-sentuhan lembut tangan kekarnya. Sampai pada momen dimana Sean ingin mencium Davina. Di situlah pertahanan Davina runtuh, ia tak bisa lagi membiarkan Sean mempermainkannya. Ia mendorong dada bidang Sean sekuat tenaga sehingga pria itu terjengkang ke belakang cukup jauh.

"Stop you bastard!" umpatnya dengan tatapan membunuh.

"Semakin kau menolak, semakin besar pula rasa penasaran ku, bitch!" 

"Terserah apa kata mu, yang terpenting sekarang adalah menjauh dari sana, menjauh, bodoh!" teriak Davina dengan suara bergetar, antara marah dan cemas karena telinganya menangkap suara derap kaki seseorang yang seperti sedang berjalan ke arah Sean.

DOR!

Sebuah peluru meluncur dari belakang, menembus punggung Sean, membuat pria itu menjerit kesakitan. Davina menghela nafas berat sebelum berlari ke arah si penembak dan menghajarnya sampai babak belur. Sean yang masih setengah sadar melihat betapa hebatnya ilmu bela diri yang dimiliki Davina, seketika pria itu menyesal telah meremehkan dan menghina gadis luar biasa itu.

Perlahan-lahan mata Sean tertutup seiring dengan bertambahnya darah yang keluar dari tubuhnya. Davina yang melihat itu langsung panik, ia mengambil ponsel Sean yang ada di kantong jaket pria itu lalu menghubungi 911 untuk meminta pertolongan mereka.

"Walaupun kamu pria bajingan, aku tidak menginginkan kamu mati sekarang, maka jangan mati dulu sebelum aku yang membunuhmu," ucap Davina sembari menekan luka tembak di punggung Sean supaya darahnya tidak terus menerus keluar. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status