Share

2. Rentetan Peristiwa Tak Terduga

Davina meroling matanya lalu menunjukkan gelang berlambang persatuan hacker yang akhirnya membuat dua orang yang memegang kendali pesawat itu memercayainya.

"Tolong arahkan pesawat ke kanan!" intrupsi Davina dengan lantang.

Pilot dan co-pilot pilot pun akhirnya menuruti semua arahan dari Davina. Mereka sadar kalau Davina merupakan salah satu ahli pemograman yang dapat diandalkan.

"Suruh penumpang tenang, tetap memakai sabuk pengaman dan perbanyak berdoa," pesan co-pilot kepada dua pramugari yang tadi menghalangi Davina masuk ke dalam kokpit.

"Baik sir."

"Atur ketinggian pesawat, di depan ada awan gelap. Matikan sirine tanda bahaya karena sebentar lagi kita kembali ke jalur aman." Davina kembali menginterupsi pilot dan co-pilot yang duduk di kedua sisinya.

Dengan sigap pilot dan co-pilot itu melaksanakan apa yang Davina perintahkan. Mereka mengatur mdpl pesawat dan mematikan sirine tanda bahaya. Sampai pada detik berikutnya pesawat kembali ke jalur lintasannya. Lantas, semua orang di dalam pesawat pun menghembuskan nafas lega, akhirnya mereka semua selamat dari bahaya dan maut.

"Terimakasih, Miss. Terimakasih banyak atas bantuan dan arahannya," ucap pilot dan co-pilot yang merasa sangat terbantu oleh kehadiran Davina diantara mereka.

Davina bangkit dari kursi lalu menepuk bahu tegap pilot dan co-pilot itu dengan senyuman bangga yang terukir di bibirnya.

"Jangan berterima kasih padaku, berterima kasihlah pada Yang Maha Kuasa yang telah menyelamatkan kita dari bahaya," balas Davina dengan bijak.

Kemudian gadis itu pergi meninggalkan kokpit dan kembali ke kursinya, namun ia merasa aneh karena tak melihat pria yang sebelumnya duduk di sebelahnya.

Terbesit kecurigaan di hati Davina. "Jangan jangan dia yang sengaja membuat pesawat ini hilang kendali hingga keluar dari jalur lintasannya," batin Davina sembari mendudukkan pantatnya ke kursi.

Saat akan memakai kembali sabuk pengamannya, Davina merasa ingin buang air kecil, lantas ia pun pergi ke kamar mandi pesawat yang terletak di belakang sana.

Sesampainya di belakang Davina tidak bisa langsung masuk ke dalam toilet karena toilet terkunci dan pastinya ada orang di dalam sana yang sedang menuntaskan hajatnya.

"Hiks, hiks, maafkan saya sir, saya gagal." 

PLAK!

Mata Davina terbelalak kaget mendengar suara rintihan tangis seorang wanita dan suara tamparan keras yang berasal dari dalam toilet.

Davina memberanikan dirinya untuk menempelkan telinganya ke pintu toilet, memastikan kalau pendengarannya tidak salah.

"Jangan! Jangan sakiti saya! Jangan sentuh saya, saya sudah bersuami, TOLONG! hiks...."

Bulu kuduk Davina berdiri, gadis itu merinding mendengar jeritan wanita yang ada di dalam toilet. Segera ia memanggil dua orang pramugara dan menyuruh mereka membuka pintu toilet memakai kunci cadangan.

Tapi setelah pintu terbuka, baik Dasha maupun dua orang pramugara yang dipanggilnya terkejut melihat dua orang yang sedang bercinta dan kedua orang itu tampak menikmati satu sama lain.

Seketika itu muka Davina memerah malu. Ia memberi isyarat kepada dua orang pramugara tadi untuk kembali menutup pintu.

"Memalukan sekaligus menjijikkan! Mereka benar-benar tidak tahu tempat!" rutuk Davina kesal.

"Lantas bagaimana nasibku? Di mana aku bisa buang air kecil?" gerutunya yang terpaksa menahan pipis.

"Astaga! Aku bisa stress saking banyaknya hal-hal tak terduga yang terjadi di pesawat ini." Davina memijat pangkal hidung mancungnya.

Setelah itu ia kembali duduk di kursinya. Mata beningnya menatap ke arah Pizza dan Coffee creamy latte yang belum ia habiskan. Sekelebat bayangan di toilet tadi tiba-tiba muncul di otak Davina seketika itu ia ingin muntah.

"Oh my gosh! Aku baru sadar kalau pria yang bercinta di toilet bersama pramugari tadi adalah pria misterius yang sebelumnya duduk disebelah ku!" pekik Davina sambil menutup mulutnya dengan kedua tangan.

"Siapa yang bercinta, Nona?" Suara itu membuat Davina merinding.

Dia menoleh dan menatap tajam si pemilik suara. "Hei! Apa kau tidak mengerti kalau toilet pesawat itu merupakan tempat umum? Kau baru saja bercinta di sana dengan seorang pramugari, iyakan?" Davina melontarkan ketidaksukaan nya atas apa yang pria itu perbuat di toilet tadi.

Dengan tatapan mesum pria misterius itu meletakkan tangan di bahu mungil Davina. "Bilang saja kalau kau pun mau," bisiknya kurang ajar.

Davina marah, ia menghempaskan tangan yang menyentuh bahu sucinya. "Maaf, saya tidak sudi," ujar Davina yang kemudian pergi ke belakang. Ya, gadis itu sudah tak bisa lagi menahan keinginannya untuk buang air kecil.

Setelah masuk ke dalam toilet dan menuntaskan hajatnya. Davina mencium bau amis darah yang ternyata berasal dari tempat pembuangan tissue.

Karena penasaran Davina mengorek-ngorek tempat pembuangan tissue itu dan ia terkaget-kaget ketika matanya melihat segumpal daging kecil mirip zigot yang tertimbun tissue-tissue bekas pakai.

"Huekh ... huekh." Tanpa bisa ditahan Davina muntah-muntah di closet. 

Setelah rasa mualnya sedikit menghilang ia segera mengambil tissue basah sebanyak-banyaknya untuk membersihkan tangan dan mulutnya.

"Tega sekali ibu calon bayi itu," gumam Davina miris sebelum keluar dari toilet dan melupakan apa yang tadi dilihatnya.

******

"Vincent!" Davina memanggil pemuda yang berdiri membelakanginya. Pemuda bernama Vincent itu pun menoleh dan tersenyum saat melihat Davina berjalan ke arahnya.

"Bagaimana perjalanannya, Miss D'angel?" 

Davina terkekeh geli mendengar Vincent memanggilnya memakai nama samaran. "Perjalanan ku cukup menyenangkan. Tapi sejujurnya, agak sedikit menjengkelkan," jawab Davina mengingat kejadian tak mengenakkan di pesawat yang tadi ia tumpangi.

"Memang apa yang membuatmu jengkel?" tanya Vincent penasaran.

"Nanti aku ceritakan di apartemen," jawab Davina lesu.

"Oke, sepertinya kau butuh istirahat."

"Ya, kamu benar, Vin."

"Bagaimana kabar David?" tanya Vincent yang merupakan sahabat kakak tiri Davina sejak jaman high school.

"Baik, sangat baik, sekarang dia sudah menikah dan punya anak. Oleh karena itu dia tak bisa menemaniku ke sini."

Davina menunjukkan raut sedihnya. Namun ia kembali tersenyum mengingat ada Vincent yang akan menjaganya selama tinggal di negara asal Pizza tersebut.

"Aku senang dia baik-baik saja, dan kau..., jangan khawatir, aku akan melindungimu di sini, kalau kau butuh apapun tinggal telfon aku saja, ya?"

"Terimakasih, Vin. Aku akan sangat merepotkan mu," sahut Davina sambil meringis.

Vincent terkekeh lalu merangkul bahu Davina yang sudah ia anggap seperti adiknya sendiri. "Aku tidak masalah jika harus kerepotan karena mu, D'angel," timpal Vincent.

"Sekarang ayo kita pergi ke apartemen mu, aku sudah menyiapkan kebutuhan mu di sana, mungkin kalau kurang banyak kamu bisa membelinya sendiri," ujar Vincent sembari membukakan pintu mobilnya untuk Davina.

"Thank you, Mister Vincent."

"Ya, sama-sama."

Setelah Davina masuk ke dalam mobil Vincent pun masuk dan duduk di kursi kemudi. Dengan perhatian Vincent memasangkan sabuk pengaman Davina sebelum menghidupkan mesin mobilnya dan melaju ke Milan, tempat dimana gedung apartemen yang akan dihuni oleh Davina berada.

"Semoga aku bisa secepatnya menemukan Daddy di Negara ini," batin Davina sambil menikmati pemandangan di sepanjang jalan provinsi Varense, Milan, Italia.

TBC.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status