Share

3. Meet Fun Friends

Davina menguap lebar-lebar, ia baru saja bangun dari mimpi panjangnya. Lelah karena perjalanan kemarin sudah terbayar dengan istirahat sepanjang malam tadi. Tanpa berlama-lama lagi Davina turun dari kasurnya, membuka gorden supaya sinar matahari bisa masuk ke dalam kamarnya. Setelah itu Davina masuk ke dalam kamar mandi, menyalakan keran air untuk mengisi jacuzzi. Tak lupa ia menuangkan sabun aroma lavender kesukaannya, setelah itu ia membuka seluruh pakaiannya dan masuk ke dalam jacuzzi.

"Hmm, wanginya, aku pasti betah berlama-lama di sini," ujar Davina sambil menggosok-gosokkan sabun ke lengan putihnya.

Setelah menghabiskan waktu selama hampir satu jam untuk berendam di jacuzzi, Davina membilas tubuhnya di bilik shower lalu memakai bathrobe dan keluar dari kamar mandi. Selanjutnya ia memilih outfit yang akan dikenakannya hari ini sampai pada akhirnya Dress floral selutut menjadi pilihannya.

"Yes selesai, tinggal makeup, hair do, terus pakai sepatu. Habis itu jalan deh."

Davina duduk di kursi yang terletak di depan meja rias. Dia menatap pantulan wajahnya di cermin, sebenarnya tanpa make-up atau bare face pun dia sudah cantik, tapi untuk menguatkan kecantikannya agar lebih terpancar ia tetap membutuhkan peran make-up.

Saat Davina sedang memakai lipcream di bibir ranumnya, ia dikejutkan oleh ponselnya yang tiba-tiba berbunyi. Setelah dilihat ternyata yang menghubunginya adalah David, kakak tirinya yang pasti ingin menanyakan kabarnya.

"Halo Kak," sapa Davina mendahului. Gadis itu melambaikan tangannya di depan layar ponsel.

David tersenyum melihat adiknya baik-baik saja. "Kamu penasaran kan kenapa Kakak Vidcall kamu?" Davina pun mengangguk.

"Emang kenapa?" tanyanya.

David memberikan ponselnya ke Soraya, ibunya Davina. "Baby! I'm so proud of you!" ungkap Soraya yang membuat Davina bertanya-tanya. Memang apa yang sudah ia lakukan sampai-sampai ibunya itu merasa bangga?

"Lihat media berita Indonesia, wajahmu terpampang di mana-mana," timpal Lee memberitahu.

"Aku bangga punya putri seorang hero seperti mu yang berhasil menyelamatkan orang satu pesawat, Vivin." 

"Thank you to proud of me, but... Actually, aku melakukannya untuk diriku sendiri, aku tidak mau mati muda sebelum keinginan ku tercapai, itu saja. Lagi pula kalau bukan karena Kuasa yang di atas aku tidak akan bisa mengembalikan pesawat itu ke jalurnya."

"Ya ya, tetap saja aku bangga padamu, sayang."

"Thank you, Mom."

"Di sana kau baik-baik saja kan?" Wajah Soraya berubah khawatir.

Davina tersenyum lembut. "Aku baik-baik saja, Mom. Terus doakan aku supaya aku bisa bertahan di sini dan segera menemukan keberadaan Daddy," ujarnya.

"Of course, setiap waktu aku selalu mendoakan mu, sayang."

"Terimakasih Mom, Mommy jangan lupa jaga kesehatan, ya. Tinggalkan makanan-makanan yang tidak sehat karena masih banyak makanan sehat yang rasanya jauh lebih enak, jangan lupa minum obat dan vitamin. Pokoknya aku tidak mau Mommy sampai sakit parah lagi seperti waktu itu," pesan Davina panjang kali lebar.

Soraya tersenyum lebar menyimak putrinya yang selalu cerewet jika sudah berurusan dengan kesehatannya. Anak gadisnya itu membuatnya rindu dan ingin pergi ke Italia saat itu juga hanya untuk memeluknya, padahal mereka baru berpisah kemarin.

"Mom, kita lanjutkan ngobrolnya nanti ya? Tidak apa-apa kan?"

"Ooh, oke ... Mommy juga mau pergi arisan nih," sahut Soraya.

"Ya sudah, bye Mommy! I love you!" ucap Davina seraya melayangkan ciuman jarak jauh.

"Bye, Vivin. I love you more dear," balas Soraya seraya menunjukkan senyuman terbaiknya untuk anak gadisnya tersebut.

******

"Halo Miss D'angel, aku senang sekali bisa bertemu langsung dengan mu," 

"Hai Olivia, aku juga senang bertemu dengan mu," balas Davina seraya tersenyum hangat.

Perempuan bernama Olivia itu kemudian mempersilahkan Davina masuk ke dalam mobil sedan nya. "Kau ingin kemana? Aku bisa mengantarmu kemanapun asalkan itu masih di Italy," ujar Olivia.

"Ooh, kalau begitu antar aku ke restoran pizza terenak di Milan," pinta Davina.

"Oke, permintaan mu dikabulkan, Miss D'angel," sahut Olivia sambil fokus menyetir.

"Kau tak perlu memanggil ku Miss D'angel, Olive. Jika sedang berada di luar dunia hacker, panggil saja aku Vivin, lagi pula kau termasuk teman akrab ku di dunia hacker, maka tak perlu terlalu formal padaku. Santai saja," ucap Davina yang sebenarnya tidak nyaman jika temannya memanggilnya dengan nama samaran. Lain halnya dengan musuh, Davina justru bangga dan senang jika musuhnya menyebutnya dengan nama D'angel. Karena artinya dia disegani atau ditakuti oleh musuhnya.

"Sorry, aku masih sedikit kaku untuk memanggil nama aslimu, tapi akan kucoba."

"Hai, Vi-vin." Olivia mencoba melafalkan nama panggilan Davina.

Sontak itu membuat Davina tertawa karena pelafalan Olivia terdengar sangat aneh ditelinganya. "Susah sekali ya?" tanyanya.

Olivia ikut tertawa menyadari kepayahannya. "Ya, susah sekali, bagaimana kalau aku memanggilmu dengan nama Angel?" usulnya yang bermaksud mempermudah lidahnya sendiri.

"Berarti kau hanya menghilangkan huruf D saja dalam nama samaran ku?" tanya Davina yang dibalas anggukan oleh Olivia.

"Boleh, nama Angel juga sepertinya cocok-cocok saja untuk ku."

"Finally, lidahku terbebas dari kesulitan," sahut Olivia yang membuat Davina terkekeh.

Sebegitu sulitkah pelafalan namanya?

"Olive, aku ingin bertanya."

"Ya, tanyakan saja."

"Kau bukan orang Italy asli kan?"

"Of course not, aku orang Swiss, orang tuaku juga orang Swiss, tapi kakekku penduduk asli Italy, jadi aku mengetahui segalanya tentang Italy dari kakekku," jawab Olivia dengan jujur.

"Ooh begitu, jadi sekarang kamu tinggal di mana? Di sini atau di Swiss?"

"Pertanyaan mu sangat lucu, Angel, tapi akan tetap menjawabnya, sekarang aku tinggal di sini, di Milan. Sometimes, aku pergi ke Swiss untuk mengunjungi kedua orang tuaku, kau tahu Swiss itu bertetangga dengan Italy bukan?"

"Ya, tentu aku tahu."

"Ada yang ingin kau tanyakan lagi, Angel? Ah, kurasa cukup, kamu sudah tahu banyak tentang ku."

"Terimakasih, Olive. Kamu sudah menjawab pertanyaan orang yang rasa penasarannya berlebihan seperti aku ini," ucap Davina yang khawatir Olivia merasa risih dengan sifat kepo nya yang memang sudah melekat dan susah dihilangkan dari dulu.

"No problem, Angel. Kita kan sudah seperti teman dekat, wajar jika kamu ingin tahu lebih banyak tentang ku."

"Ngomong-ngomong sebentar lagi kita sampai di restoran Pizza terenak yang aku rekomendasikan," ujar Olivia sekedar memberitahu.

Wajah Davina langsung antusias, gadis itu tak sabar ingin mencicipi Pizza yang di buat langsung di Negara asalnya yakni Italia.

"Yes! Aku sangat antusias untuk makan Pizza sebanyak-banyaknya di sana," ucap Davina yang malah membuat Olivia meragukan ucapannya.

"Kau tidak akan bisa menikmati Pizza dalam ukuran besar di sana karena harganya sangatlah mahal, orang Italy pun jarang yang membeli Pizza di sana karena faktor itu."

Davina menaikkan satu alisnya, sedikit tak memercayai ucapan Olivia. "Really? Seberapa mahal? Apakah harus menjual gedung hanya untuk makan Pizza terenak di Italy?" 

"Tidak hanya menjual gedung, kau juga harus menjual mobil, tanah, beserta semua harta milik mu," canda Olivia dengan nada bicara seperti orang yang tengah serius.

Davina lantas menggelengkan kepalanya. "Yang benar saja, masa aku harus menjual semua aset ku hanya untuk makan Pizza terenak, kau pasti bercanda."

"Aku serius, lihat saja nanti, kau pasti menyesal meskipun hanya menggigit satu potong Pizza di restoran itu," kata Olivia yang kini terlihat benar-benar serius.

"Ya, ya, ya. Aku sama sekali tidak percaya pada ucapan mu," sela Davina. "Lihat saja, sesampainya di sana aku akan mentraktir mu makan Pizza sepuasnya," lanjutnya dengan sombong. 

"Sungguh? Hahaha, percaya diri sekali dirimu, Miss D'angel," ejek Olivia sambil melirik Davina yang masih kelihatan arogan.

"Aku percaya diri karena uang ku banyak, kau tahu kan keluarga ku dinobatkan sebagai pengusaha terkaya ke tiga se-Asia?"

"Ya, aku tahu ... tapi kau harus ingat, kekayaan itu milik keluarga mu, bukan milik mu pribadi, Angel."

"Aku sangat tahu itu."

Ckkiitt.

"OMG!" teriak Davina yang kaget karena Olivia tiba-tiba mengerem mobilnya.

"Bisakah kau hati-hati dalam menginjak rem?!" omelnya yang malah ditertawakan oleh Olivia.

"Hahaha, maaf-maaf, aku memang sedikit ugal-ugalan," ucap Olivia sambil meringis.

Davina memutar bola matanya sebal. "Seharusnya kau bilang jika kita hampir sampai di tempat tujuan," katanya sedikit ketus.

"Ya, sekali lagi maafkan aku, Angel."

"Karena aku ingin segera makan Pizza yang kata mu paling enak di Italy itu, maka kesalahan mu ku maafkan," ujar Davina yang setelahnya bergegas keluar dari mobil Olivia disusul temannya itu. 

"Kau akan tercengang setelah mengetahui harganya."

"Meskipun begitu aku tidak akan menarik ucapan ku di mobil tadi, aku akan tetap mentraktir kamu makan Pizza sepuasnya di sini, tak peduli berapa banyak uang yang harus ku keluarkan untuk membayarnya."

"Woah! Kau sungguh baik, kalau begitu ajak aku ke sini setiap hari, bagaimana?" 

Davina mencubit lengan Olivia yang menggandeng lengannya. "Kau ini temanku atau bukan sih?" tanyanya yang membuat Olivia terkekeh geli. "Aku bukan teman mu, Miss D'angel. Aku hanya ingin memoroti uang mu saja," jawabnya tak serius.

Davina menggeleng-gelengkan kepalanya. Jelas ia tak percaya jawaban teman sesama hacker nya itu. Ia sudah paham betul karakteristik Olivia yang sudah menjadi teman dekatnya di dunia pemograman sejak ia masih berada di bangku sekolah. Selama ini mereka menjalani Long Distance Friendship karena Davina tinggal di Indonesia sementara Olivia tinggal di Italia.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status