Mentari kembali bangun dan duduk di samping Rangga dengan membawa satu nampan berisi makanan. Rangga melihatnya seraya tersenyum tipis.
"Makan dulu," ucap Mentari sambil mengangkat nampan yang ia pegang.
Rangga pun mengangguk perlahan, kemudian mereka makan hidangan yang disediakan Emak. Dua sejoli itu sudah seharian kelaparan. Pasangan pengantin baru itu itu tidak makan dengan benar sedari pagi. Mereka hanya makan beberapa suap untuk mengganjal perut saja.
Mereka terlalu sibuk menyalami tamu yang datang tanpa henti. Malam itu adalah pertama kalinya mereka makan bersama sebagai pasangan yang telah halal.
"Ayo habiskan, Cinta," ucap Rangga kepada istri kesayangannya itu.
Mentari tersipu malu mendengar sebutan Cinta untuk dirinya. Ia merasa geli ingin rasanya tertawa terpingkal mendengar kata rayuan untuk pertama kalinya keluar dari mulut Rangga.
"Udah, udah kenyang," jawab Mentari sambil menahan tawa.
Mentari tampak kesal melihat Rangga sibuk dengan layar benda pipih di tangannya. Entah apa yang sedang dilihat oleh sang suami, hingga tidak bisa mengalihkan mata dari gawai."Kamu lagi ngapain?" tanya Kirana penasaran.Rangga tampak acuh dan fokus dengan gawai, hingga membuat Mentari kesal. Gadis cantik itu pun merebut gawai dari tangan Rangga.laki-laki yang baru saja ia nikahi itu terlihat sedang bermain game online. Namun, ini sudah keterlaluan menurut Mentari, karena Rangga bermain seharian dan lupa waktu.Mentari terdiam di ujung ranjang dengan memanyunkan sebagian bibirnya. Rangga akhirnya mengalah dan menghampiri, untuk membujuk sang istri."Maaf ya, bentar lagi aja. Bentar lagi selesai kok mainnya," ujar Rangga seraya melipatkan kedua tangan memohon agar gawainya dikembalikan."Kamu lebih asik main game dibanding ngobrol sama aku. Terus aku harus ngobrol ama siapa? Sama tembok? kita ini masi
Lagi-pagi sekali pasangan suami-istri itu sudah sibuk masing-masing, untuk bekerja ke tempat masing-masing. Rangga mengantarkan Mentari terlebih dahulu ke cafe tempatnya bekerja, kemudian ia pergi ke Resto.Suasana Cafe tampak meriah menyambut kedatangan sang pengantin baru. Semua karyawan mengucapkan selamat dan bersorak sorai. Cafe tampak ramai pengunjung sejak pagi.Mentari tengah sibuk melayani tamu yang datang. Ada banyak pesanan online yang harus dikirim juga. Namun, hampir semua karyawan tampak sibuk. Sang manajer memutuskan mengirim Mentari ke salah satu pelanggan tetap mereka untuk mengantar pesanan.Berbekal alamat dari Cafe. Mentari pun berangkat menggunakan sepeda motor, membelah jalanan Ibukota yang mulai padat merayap.Setelah melewati jalanan padat, akhirnya Mentari sampai di sebuah gedung apartemen. Ia segera naik dan mengantarkan pesanan sang pelanggan istimewa. Masih terngiang di telinganya pesan dari sang manajer
Jantung Mentari berdetak kencang. Ia berdiri tepat di samping pria berotot tadi. Sesekali, netra mereka beradu temu hingga membuat wanita cantik itu salah tingkah."Kenalin, ini Pak Alex, pemilik Cafe ini," ucap sang manajer dengan tersenyum manis.Kedua manik cokelat Mentari membeliak. Wanita muda itu kaget bukan kepalang, selama bekerja, belum pernah sekalipun bertemu dengan sang pemilik Cafe. Ia berpikir orang yang memiliki Cafe ini adalah seorang yang sudah berumur. Namun, kenyataannya laki-laki itu mungkin lebih muda dari usia Mentari."Alex, senang bertemu dengan mi," ucap lelaki berotot itu seraya mengulurkan tangan kepada Mentari."Mentari, maaf untuk yang tadi siang," sahut Mentari sambil menjabat tangan sang pemilik Cafe."" It's oke, no problem," jawab Pak Alex dengan tersenyum tipis.Mentari tercengang untuk beberapa saat. Hatinya belum bisa menerima jika pemilik Cafe tempat nya bekerja i
Hari itu Mentari ditugaskan ke luar kota bersama Pak Alex. Mereka akan mengecek lokasi yang akan dijadikan cabang Cafe di daerah puncak. Awalnya, Mentari menolak karena takut tidak diizinkan oleh sang suami. Namun, enah kenapa Pak Alex lebih nyaman pergi dengan Mentari dari pada dengan sang manajer. Akhirnya setelah dibujuk oleh sang manajer. Mentari pun setuju dan ikut menemani pak Alex ke luar kota.Mentari pun bergegas menelpon sang suami .ia mengusap layar gawai dan menghubungi nomor Rangga.[Yang, hari ini aku tugas keluar kota. Mungkin besok pagi baru pulang] ucap Mentari di balik gawai[Loh kok ngedadak? Emang nggak ada karyawan lain?] Suara Rangga terdengar kaget.[Aku udah nolak, tapi Manager memaksa. Yang, gimana nih? Kalau kamu nggak setuju , aku ngundurin diri aja deh[[Ya udah, deh. Aku juga ada lembur malam ini. Koki pengganti lagi sakit] Ujar sang suami dari balik layar gawai.Komunikasi pun
Rangga tidak pulang ke rumah setelah mendapati sang istri berada satu kamar dengan laki-laki lain. Lelaki itu memilih untuk pulang ke rumah orang tuanya.Mentari bergegas di antar pulang oleh Pak Alex ke rumahnya, dengan tujuan ingin menjelaskan langsung kepada Rangga.Mobil melaju cepat, membelah jalanan yang agak lengang. Urusan pekerjaan terpaksa dilakukan oleh orang kepercayaan Pak Alex.Mentari tampak gelisah sepanjang jalan. Rumah tangga yang baru seumur jagung itu terancam kandas hanya karena kesalahpahaman."Tenang, Tari. Aku punya rekaman CCTV kita di kamar hotel. Asalkan Rangga mau menonton sampai habis. Semua akan baik-baik saja," ucap Pak Alex untuk menenangkan hati Mentari."Iya, Pak. Semoga Rangga mau nonton."Mobil pun kembali melaju kencang. Hingga tidak terasa sudah sampai di depan rumah Mentari. Namun, sesampainya di sina, lelaki yang dinikahi Mentari itu tidak tampak di mana pun.
Rangga dan mentari akhirnya dapat meluapkan rasa rindu yang telah lama tersimpan. Hubungan mereka semakin menghangat. Bukankah setelah pertengkaran akan lebih membuat hubungan menjadi lebih lengket?***Mentari akhirnya memutuskan untuk berhenti bekerja. Ia memilih menjadi seorang istri dan ibu rumah tangga, menunggu sang suami pulang bekerja, di rumah. Sudah hampir tiga bulan ia berdiam diri di rumah.Matahari bersinar cerah hari itu, Mentari mengantar sang suami yang akan berangkat kerja sampai ke teras rumah. Seperti biasa, Mentari bergegas pergi ke depan rumah untuk membeli sayuran.Para ibu muda sedang berkumpul di lapak tukang sayur langganan. Semua tampak asik memilih dan memilah sayuran segar yang ada di gerobak. Mentari ikut bergabung dan memilih beberapa sayuran."Tari, udah ngisi belum?" tanya salah satu tetangga seraya menatap perut ramping Mentari."Belum, Pok. Belum dikasih sama yang di atas," jawa
Burung-burung terdengar berkicau riang, menyambut sang surya yang telah nampak dari ufuk timur. Tetesan embun pagi masih terliat di dedaunan. Mentari sudah bersiap untuk pergi ke klinik mengambil hasil tes laboratorium tentang kesuburan mereka."Ayo, berangkat sekarang. Ntar keburu macet," ujar sang istri saat sang suami tengah bersantai di teras rumah.Rangga pun beranjak dari tempat duduknya. Memudian bergegas mengambil kunci motor dan pergi bersama sang istri.Suasana klinik masih sepi, hanya ada beberapa pasien yang terlihat menunggu di depan ruang praktek.Pasangan suami istri itu duduk di depan meja. Menunggu sang dokter mengambil hasil tes dari laboratorium.Rangga menggenggam erat tangan Mentari yang semakin terasa dingin. Dadanya berdebar disertai jantung yang berdetak kencang. Perasaan takut dan khawatir mulai menyergap, menghantui keduaya.
Setelah mengetahui hasil tes kesuburan mereka baik-baik saja. Kedua orang tua Rangga pun tidak pernah mempertanyakan masalah anak lagi kepada Mentari. Namun, terkadang mereka selalu menanyakan kapan dirinya akan mendapatkan cucu.Orang tua Rangga akan langsung bungkam setelah anak kesayangannya membela sang istri. Akan tetapi, Rangga tidak selamanya bisa membela sang istri di hadapan kedua orang tuanya. Ada kalanya Rangga tidak bisa berkutik saat kedua orang tua menekan dirinya.Waktu berlalu begitu cepat, hingga tidak terasa usia pernikahan mereka sudah menginjak yang ke dua tahun. Namun Mentari, tidak kunjung hamil. Entah apa yang terjadi dengan wanita muda itu. Ia seringkali menangis dalam diam. Memohon kepada Yang Maha Kuasa agar diberikan kepercayaan dan memberinya seorang buah hati.Bari berganti minggu, bulan berganti tahun, hingga terlewati dua tahun lamanya. Namun, doanya tak kunjung terkabul sampai saat hari itu tiba