Share

Chapter 3

Tria melaju kencang berkejar-kejaran dengan Sena. Anak mentri ini ternyata pemain juga sepertinya. Jarak mereka berdua saling bayang membayangi. Tinggal dua tiang lagi. Tria akan mengambil resiko. Ia tidak mau membuat Ricard cuma kondangan saja. Ia harus menang bagaimanapun caranya. Tria melaju tenang saat Sena semakin dekat di samping kanannya. Ketika jarak tinggal satu tiang, ia langsung menggas habis motornya dan melaju kencang dalam posisi ampar-amparan. Tepuk tangan riuh menyambutnya yang duluan masuk dengan jarak sekebon dengan Sena. Ia melakukan selebrasi kemenangan dengan cara digantung dan atraksi superman. Aksinya ini disambut dengan tepuk tangan meriah dan cuitan riuh para pemegangnya.

"Lo emang gila, Tri. Sampe sekarang lo emang nggak ada obatnya. Gue sungkem dah liat kedigjayaan lo. Mana masuknya sekebon lagi. Pasti tengsin berat tuh si Sena nggak lo kasih muka." Ricard memyambutnya dengan gembira. Ia hanya tertawa dan saling bertoss ria dengan Ricard. Senyumnya terbit saat melihat para orang pinggiran juga sedang heboh membagi-bagi rezeki karena kemenangannya. Beberapa orang terlihat mengipas-ngipas lembaran uang kemenangan dengan gaya jumawa. Dari sudut matanya ia melihat Sena dengan wajah memerah menahan malu memandang kesal kepadanya. Masuk dengan jarak sekebon memang amat sangat memalukan. Sekebon adalah jarak finish yang terlalu jauh antara pembalap yang menang di depan. Harga diri si anak mentri ini pasti nyungsep ke got saking malunya.

Tiba-tiba sebuah mobil yang dikenal baik olehnya memasuki arena tracking dengan kecepatan maksimal. Decitan suara ban yang direm mendadak membuat kerumunan membelah dua. Memberi jalan pada mantan joki nggak ada obat lainnya. Mereka mengenali mobil Raphael Danutirta. Mantan pacarnya itu ternyata masih saja keukeh mengejarnya walau dalam keadaan hidung di perban.

Tria menghela napas panjang. Ini laki sebatang doyan banget ngerusuhin hidupnya. Tria sudah bertekad untuk memperlakukan Raphael seperti nyamuk saja. Terlihat dan berbunyi. Tetapi tidak berarti. Ia tidak mau terlihat marah atau histeris yang berlebihan. Baginya putus cinta ya the end, tamat, enceng. Udah gitu aja. Lain cerita kalau putus cintanya, udah putus tapi masih cinta. Bisa pengen ngunyah knalpot kalau kasusnya begitu mah. Ia hanya diam dan memperhatikan saat Raphael keluar dari mobil dan menghampirinya.

"Lo masih marah sama gue Tri? Gue kan udah berkali-kali minta maaf. Kasih gue kesempatan sekali lagi ya, Tri?" Raphael menahan laju tubuh Tria yang terlihat ingin masuk ke dalam mobil. Tria menghitung sampai sepuluh dalam hati. Mencoba menenangkan diri. Ia ingin menjaga lisannya. Kan tidak baik kalau ia mengabsen nama seluruh satwa yang menghuni kebun binatang padahal yang bersalah itu manusia. 

"Gini ya, Raph. Kalo lo masih mengerti bahasa manusia, tolong lo menjauh dari hidup gue. Karena untuk gue menerima lo lagi, itu kayak nungguin ayam beranak. Alias nggak mungkin. Sekarang lepasin tangan gue. Gue mau pulang!" Tria menyikut Rapha dengan satu gerakan cepat yang sayangnya sudah diperkirakan oleh si penghianat cinta ini. Raphael balik menahan kedua pergelangan tangannya dengan dua tangan besarnya.

"Lo inget nggak kalo setahun yang lalu kita ngetrack di sini? Gue ngalahin lo dan akhirnya kita jadian. Gue inget banget moment kita berboncengan berdua dalam derasnya hujan. So sweet sekali saat itu kan, Tri? Bagaimana kalo kita ulang lagi moment itu. Kita main sekali lagi. Kalo gue menang, lo harus mau balikan sama gue. Tapi kalo gue kalah, gue janji selamanya gue nggak akan mengusik hidup lo lagi. Gimana Tri? Deal? Setau gue lo ini bukan seorang pengecut yang takut pada tantangan bukan?" Raphael mencoba mengusik harga diri Tria. Ia tahu kalau ego Tria ini gampang panas kalau disenggol.

"Ck! Itu kan dulu, Raph. So sweet emang dulu ujan-ujanan naik motor dua-duaan. Tapi so sweet sekarang bagi gue itu adalah saat ujan-ujanan lo nyetir motor sendirian, terus kesamber petir," sembur Tria pedas. "Denger ya Raph, gue bukannya takut, gue cuma kagak napsu sama tawaran lo. Basi tau!" Tria membuka pintu mobil dan bersiap masuk ke dalamnya. Tiba-tiba saja Raphael menarik kuat lengan kanannya dan membawa tubuhnya dalam pelukan.

"Jangan begini, Tri. Gue mohon jangan begini. Gue tadi cuma cuma khilaf, Tri. Gue terjebak. Sumpah! Jangan tinggalin gue, Tri. Apa yang bisa lakuin agar lo tahu betapa menyesalnya gue, Tri?" Raphael terlihat sangat putus asa oleh penyesalannya sendiri. Ia tidak menyangka kalau keisengannya menyambut tawaran cuma-cuma Karin tadi bisa menjadi berbuntut panjang seperti ini. Sebenarnya sudah hampir dua bulan ini Karin memberinya kode-kode untuk melakukan affairs. Di mulai dari hanya sekedar pandangan menggoda sampai dengan chat-chat mesra. Puncaklah adalah kejadian beberapa jam yang lalu. Karin tiba-tiba saja sudah berdiri di depan pintu apartemennya. Ia sebenarnya sudah berupaya menolak. Tetapi ia laki-laki. Berpuasa hampir setahun lamanya membuat imannya goyah juga. 

Syarat dari Tria saat mereka jadian dulu adalah ia harus bisa merubah tabiatnya yang suka ONS sembarangan menjadi laki-laki yang setia. Walaupun untuk merubah habit itu tidak mudah, tapi ia terus berusaha mencobanya demi cinta. Hampir setahun ini, selama ia menjadi pacar Tria, ia berusaha setia. Sampai yah... beberapa jam yang lalu, saat ia tertanggap basah sedang melakukan foreplay dengan Karin. Ia menyesal! Sungguh-sungguh menyesal. Dia tidak rela saat membayangkan si tomboy seksi ini akan menjadi milik orang lain. 

Ia mencintai Tria. Ia mencintai ketomboyannya, kegaharannya, bahkan ketengilannya. Tria unik dengan cara yang pas. Ia bahkan sudah terlihat seksi tanpa harus berpenampilan terbuka. Mata Tria sangat seksi dan ekspresif. Tatapannya magis dan menghipnotis. Raphael sebelumnya tidak mempercayai apa yang dikatakan oleh teman-temannya tentang betapa seksinya tatapan mata Tria, sampai ia melihatnya sendiri di sini. Di tempat ini hampir setahun yang lalu. Darah kelelakiannya berdesir saat menatap kedua mata magis Tria, sehingga ia pun bertekad untuk dapat memilikinya. Jadi bagaimana mungkin ia akan menyerah begitu saja setelah hampir setahun si cantik ini ada dalam pelukan hangatnya.

"Sering terjadi memang. Giliran enak lo bilang khilaf. Begitu nggak enak, lo bilangnya terjebak. Sorry ya, Raph. Gue nggak segoblok itu! Lepasin gue, Raph. Lagian gue udah nemu pengganti lo yang lebih hot luar dalam."

Tria mendorong dada Raphael dengan sekuat tenaga. Saat mengatakan hot luar dalam, Tria sengaja membuat suaranya mendesah dan membuka sedikit bibirnya. Ia berusaha sebaik mungkin meniru pose photonya Angelina Jolie dengan bibir yang sengaja dibuka dua senti seperti ikan mas koki yang filternya mati.

"Secepat ini? Gue nggak percaya. Mana orangnya?" Raphael berdecih sinis. Ia tidak percaya kalau Tria sudah mendapatkan penggantinya hanya dalam hitungan jam saja. Karena ia tahu, Tria ini bukanlah type orang yang gampang untuk jatuh cinta.

"Oh, lo nggak percaya? Oke. Bentar, gue panggilin orangnya." Tria memutar kepalanya ke samping kanan seraya berteriak kencang," Sena sayang, ke sini sebentar dong. Ini mantan gue pengen ketemu lo!" Tria melihat Sena yang tengah berbincang-bincang dengan beberapa joki terpana sejenak. Namun ia menghampiri juga tempatnya berdiri. Saat ini sedang berdiri berhadap-hadapan dengan Raphael.

"Apa apa, Babe? Ada yang berani mengganggu kamu, hmmm? Cup!" Bola mata Tria membesar saat merasakan Sena merangkul tubuhnya begitu erat dan mencium pipi kirinya dengan gemas. Panasnya bibir Sena yang merambati pipi kirinya membuat Tria merinding.

Dasar tukang cari kesempatan! 

"Ini mantan gue nggak percaya kalo lo sekarang udah ngegantiin posisi dia di hati gue. Coba tolong lo ceramahin dia dulu tentang apa yang disebut dengan mantan, supaya otak bebalnya itu bisa kebuka." Tria menggelayuti lengan kekar Sena dengan manja. Seumur hidup ia tidak pernah bertingkah secentil ini dengan siapa pun kecuali pada keluarganya dan Altan tentu saja. Tetapi demi membunuh ego Rapha, kali ini dia rela sejenak bertingkah seperti cabe cabean ayam penyet begini.

"Ooohhh... jadi lo nggak terima kalo pacar lo udah moved on dan punya gandengan baru? Makanya ingatlah slogan jagalah pacar sebelum kehilangan. Kalo perlu kunci stang sekalian biar nggak diambil orang!" Kata-kata Sena membuat wajah Rapha berubah menyeramkan. Selama ini ia tidak pernah melihat Tria tersenyum manis pada pria lain apalagi memanggilnya sayang. Melihat Tria melakukan kedua hal tersebut secara bersamaan pada laki-laki selain dirinya, membuat emosinya langsung naik pada level tertinggi. Ia tidak menyahuti kata-kata Sena, tapi ia langsung menghadiahkan beberapa bogem mentah padanya. Ia emosi sekali. Sena mengelakkan pukulannya sebelum membalas tak kalah ganas. Akhirnya mereka berdua saling jual beli pukulan dengan beringas.

Inilah saatnya! 

Tanpa membuang-buang waktu lagi Tria masuk ke dalam mobil dan melesat kencang meninggalkan dua banteng marah yang sedang mengamuk itu. Finally ia terlepas juga dari keharusan memandang wajah memuakkan Rapha. Mengenai dua orang pria yang telah ia adu domba eh lebih cocok dengan sebutan adu banteng karena melihat postur tubuh keduanya, ia hanya bisa mengucapkan kata turut prihatin dalam hatinya.

Baru saja berkendara tidak lebih dari lima belas menit, tiba-tiba saja sebuah mobil Ferrari California T 2015 memotong laju kendaraannya di tengah-tengah jalan. Tria yang kaget refleks menginjak rem. Ia seperti mengalami dejavu. Sepertinya ia perlu di rukyah karena dalam beberapa jam saja ia sudah hampir menabrak dua orang. 

Tok! Tok! Tok!

Seorang mengetuk pintu. Bratasena Pangestu. Ck, sepertinya perkelahian telah usai. Cepat sekali. Padahal menurut perkiraanya, butuh waktu sekitar 10 sampai 15 menit baru ketahuan siapa yang menang dan siapa yang kalah. Ketika ketukan di pintu mobilnya semakin kencang, mau tidak mau ia keluar dari mobil juga. Mau apalagi lah ini si anak mentri ini?

"Ape lo!" Bentak Tria sambil berkacak pinggang.

"Ape lo, ape lo! Pinter banget lo ya, ninggalin gue gitu aja setelah lo manfaatin gue buat ngusir mantan lo." Sena mencengkram rahang Tria dengan gemas. Tria menepis tangan Sena kasar. Ini orang tangannya geratil sekali.

"Lah kenapa lo mau? Oon-nya tadi eh sadarnya baru sekarang. Ya udah, berhubung gue lagi baik hati, gue ngucapain banyak-banyak terima kasih deh atas bantuan nggak seberapa lo tadi? Semoga amal ibadah lo diterima oleh yang maha kua--"

"Sialan! Lo ngarepin gue mati? Lo kecil-kecil begini ternyata ngeselin juga ya?" Bentak Sena geram. Gerahamnya saling beradu saking geramnya melihat kedegilan Tria. 

"Tapi gue orangnya ngangenin lo, kalo-kalo lo nggak nyadar. Ya udah langsung aja deh, lo ngapain pake nyusulin gue di mari? Mau minta ucapan terima kasih dari gue? Pan udah tadi." Tria kini bersedekap, menatap kedua mata Sena dengan tajam. Sena terkesima sejenak. Jika wanita-wanita yang dikenalnya akan tertunduk malu-malu atau memberikan tatapan penuh arti bila sedang ditatap tajam olehnya. Tapi Tria ini berbeda. Ia malah menyiratkan tatapan menantang balik padanya. Berandal kecil ini tidak ada takut-takutnya jadi manusia.

"Gue mau lo. Jelas?" Sena memajukan wajahnya mendekati Tria. Kini jarak wajah mereka hanya tinggal sejengkal.

"Mau gue? Sana minta sama kedua orang tua gue kalo lo berani. Awas, gue mau pulang. Udah hampir pagi. Gue capek, mau pulang istirahat. Pinggirin mobil lo kalo nggak mau gue tabrak!" Tria masuk ke dalam mobil kembali setelah melihat Sena memundurkan mobilnya. Saat melewati mobil Sena, ia dengan sengaja membuat gerakan seolah-olah akan menabraknya. Ketika melihat Sena memaki, ia tertawa geli. Puas sekali rasanya ia bisa mengerjai seorang anak mentri.

Meminta lo pada kedua orang tua lo? Baiklah, besok bakalan gue boyong keluarga gue buat melamar lo. Liat aja, batin Sena.

NOTES.

Kondangan adalah kalah taruhan digambarkan sepeti orang yang pergi kondangan. Hanya mengantar uang.

Ngampar atau ampar-amparan adalah menandakan jarak menang motor cukup jauh dengan motor antara yang ada di depan dan yang di belakang.

Pinggiran adalah orang lain yang taruhan di luar kesepakatan kedua bengkel, biasanya dilakukan saat di garis finish.

Sekebon adalah jarak finish yang terlalu jauh antara pembalap yang menang di depan dengan yang di belakang (yang di plesetkan menjadi seluas perkebunan).

Di gantung adalah posisi menang di depan lawan sambil mainin gass di depan lawan yang ketinggalan saat posisi balapan

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status