Share

Chapter 4

"Tri... Tria... bangun Tri!" Tria merasa tubuhnya terguncang-guncang saat mengikuti ajang balap liar di medan yang berat. Sesaat kemuadian ia merasa terlempar ke laut lepas karena mulutnya mencecap rasa asin yang seketika membuat matanya terbuka. Ya salam, ternyata ia sedang bermimpi. Parahnya lagi, ibunya membangunkannya dengan cara menyiramkan segelas air ke wajahnya. Bukan itu saja, ibunya juga mencekoki mulutnya dengan garam dapur! Ia tengah dibangunkan paksa rupanya sodara-sodara. Bukannya sedang mengikuti ajang bali, apalagi terlempar ke laut lepas.

"Ahelah Bu, cara banguninnya B aja kali. Nggak usah pake cara ekstrem disembur-sembur air kayak mbah dukun segala. Basah 'kan Tria jadinya? Lagian ini kan hari minggu. Biarkan Tria berkencan sedikit lebih lama dengan bantal dan guling dulu kenapa sih?"

Tria mengucek-ngucek matanya yang basah dengan gerakan malas-malasan. Namun tak urung ia bangkit juga dan berjalan ke kamar mandi sambil meludah berkali-kali. Saoloh bibirnya bisa jontor ini. Uasin tenan mulutnya. 

"Gimana ibu nggak ngebangunin kamu dengan cara ekstrem kalo sekarang di ruang tamu kita udah heboh aja pagi-pagi. Sebenernya kamu ini pacarannya sama Rapha atau sama itu si anak mentri? Eh tunggu... tunggu... bukannya kamu semalem baru putus sama Rapha gara-gara dia selingkuh dengan Karin?" 

"Ya iya dong, Bu. Kan videonya udah Tria share ke Kak Tama dan sebentar lagi pasti bakal viral minimal seIndonesia raya. Emangnya kenapa sih, Bu? Apa ada hal yang Tria lewati?" Tria menyambar sehelai handuk dari kamar mandi untuk menyeka wajah basahnya. 

"Oh jelas ada yang kamu lewatkan dan tidak kamu ceritakan pada Ibu sepertinya. Sekarang sebaiknya kamu jawab dulu pertanyaan Ibu dengan jujur sebelum masalah malah melebar kemana-mana." Air muka ibunya sekarang berubah serius. Saoloh serius amat sih ini pagi-pagi? Mana nyawanya belum terkumpul semua lagi.

"Kamu selama ini sudah pacaran hampir setahun lamanya dengan Raphael Danutirta. Betul?" Tanya ibunya.

"Betul." Jawab Tria.

"Kemarin malam kamu putus karena kamu memergokinya sedang nananina dengan Karin di apartemennya. Betul?"

"Betul sekali. Pas banget. Begitulah kronologis kejadian ketangkulnya Jaka Gendeng dan Bunga Bangkai." Tria menunjukkan jempolnya kepada ibunya.

"Terus kenapa sekarang di ruang tamu ada keluarga besar Bratayudha Pangestu dan Sri Sinta Pangestu yang konon katanya mau melamar kamu untuk Bratasena Pangestu? Cerita kamu ini nggak bisa dipertanggungjawabkan karena penuh dengan plot hole di mana-mana. Coba revisi dulu cerita kamu yang sebenarnya. Jangan di skip-skip sampai alurnya menjadi tidak jelas seperti ini." Sembur ibunya kesal.

Ahelah cara berbicara ibunya sudah mirip dengan editor saja. Masa pagi-pagi ia sudah dilamar orang? Eh tapi tunggu... tunggu... sepertinya ia melewatkan sesuatu juga di sini. Huapah? Ia dilamar? Tria melakukan gerakan salto beberapa kali. Berusaha menjernihkan pikirannya sambil menunggu aliran darahnya lancar kembali.

"Ada orang yang melamar? Maksudnya melamar Tria gitu, Bu?" Tria kebingungan sendiri. Perasaan pacaran cuma sekali, malah sudah putus lagi. Masa tiba-tiba saja ia dilamar orang? Kan aneh!

"Ya iyalah melamar kamu? Masak melamar ibu?" Ibunya berkacak pinggang di depannya.

"Ah, salah orang kali. Jangan-jangan mereka mau ngelamar Mpok Lela anaknya Pak Haji Muchtar tetangga kita, noh. Sudah Ibu tanyain bener-bener alamat rumah yang mereka tuju?" Tria masih bingung perkara ia yang dilamar orang pagi-pagi. Perasaan selama ini tidak ada laki-laki yang mengagumi kecantikan gantengnya yang hakiki. Apalagi merindukan kasih sayangnya seperti di novel-novel atau drama korea? Bagaimana ia tidak bingung coba? Mana ibunya mondar mandir terus lagi. Persis seperti orang yang ingin menyeberang jalan tetapi kendaraannya tidak habis-habis.

"Jangan maju mundur cantik kayak orang mau menyebrang jalan begitu dong, Bu. Awas ntar ketabrak truk gandeng, lho!" Tria mencandai ibunya yang masih sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Atau sebenarnya selama ini diam-diam kamu juga berselingkuh di belakang Rapha ya, dengan ini si anak mentri?" Gerakan maju mundur ibunya terhenti mendadak. Nyaris menabrak tubuhnya yang berdiri di sampingnya.

"Apa? Tria selingkuh?" Tria memasang ekspresi wajah seperti wanita yang terzholimi. Selingkuh apaan? Lha wong punya pacar sebatang aja ribet banget urusannya, apalagi mau nambah satu lagi dari hasil selingkuh? Hah, yang benar saja. Eh tapi, bentar... bentar... ibunya ngomong apa tadi? Anak mentri? Jangan... jangan...? Tria berlari keluar kamar untuk menegaskan dugaannya. Ia lupa kalau saat ini ia hanya mengenakan "kaus tempurnya". Ia memang suka memakai kaus gombrong tanpa bawahan dan no bra saat tidur. Lega dan lapang rasanya. 

"Astaghfirullahaladzim! Tria... Tri... ganti dulu pakaianmu, Nak!" Camelia berlari menyusul putrinya setelah terlebih dahulu menyambar bathrope dari kamar mandi. Camelia tidak bisa membayangkan bagaimana suasana ruang tamunya sebentar lagi akibat penampakkan spektakuler putrinya.

Tria berlari kencang menuruni dua anak tangga sekaligus. Ia tidak sabar melihat penampakan orang yang sudah berani melamarnya tanpa konfirmasi terlebih dahulu. Bayangan seseorang singgah di kepalanya? Jangan... jangan... 

Dan benar saja! Si anak mentri Bratasena Pangestu lah yang sedang duduk manis di ruang tamunya pada pukul 07.30 pagi. Di samping kanan dan kirinya, duduk sang mentri Bratayudha Pangestu dan istrinya Sri Sinta Pangestu. Mereka bertiga terlihat berbincang-bincang dengan ayah dan kakaknya. 

Kemunculan tiba-tibanya sambil berlari-lari membuat perbincangan mereka seketika terhenti. Ia bahkan nyaris menabrak lemari pajangan kalau saja laju tubuhnya tidak ditahan oleh Sena. Sena memang refleks berlari ke arah tangga saat melihat tubuh Tria meluncur tidak terkendali dari lantai dua.

Pandangan Sena terpaku pada satu titik saat memandang tubuh yang ada dalam rangkulannya. Penampakan dada sekal Tria yang hanya dilapisi kaos putih tipis sepaha, membuat darah kelelakiannya berdesir. Suara tarikan nafasnya menyadarkan Tria akan keadaannya. Ia segera menyilangkan kedua tangannya dengan cepat ke dadanya. Untung saja ibunya kemudian muncul dan memakaikan bathrope sembarang ke tubuhnya. Detik berikutnya ia telah didorong ibunya ke dapur.

"Kamu bikin malu saja!" Camelia menjewer telinga putrinya.

"Sekarang mandi dan berpakaian yang rapi sebelum kamu menemui keluarga Pangestu. Apapun jawaban kamu, Ayah dan Ibu akan menyetujui karena kamu lah yang akan menjalani. Inget! Jangan memakai jeans sobek-sobek apalagi jaket stud-mu. Berpakaianlah yang normal. Kami semua menunggu kamu di depan. Satu lagi, nggak pakai lama!" 

==================================

"Apa Lia? Tria dilamar orang pagi-pagi begini? Masyaallah, jodoh memang nggak bisa diprediksi ya? Baru aja lo semalem sesengukan bilang kalo anak-anak lo diselingkuhin sama calon mantu-mantu lo. Eh sekarang tiba-tiba anak perawan lo udah dilamar orang. Selamet ya Lia, bisa besanan sama mentri. Hehehe." 

Akbar yang baru saja selesai mandi menghentikan langkahnya saat mencuri dengar pembicaraan mamanya di telepon. Si preman pasar dilamar anak mentri? Jangan-jangan si bajingan Sena. Anak mentri yang doyan balap liar di arena sekitaran sini kan memang cuma dia. Kalau Om Aksa dan Tante Lia sampai menerima lamaran itu si penikmat selangkangan, maka nasib Tria tidak akan jauh berbeda walau pun seandainya Tria menikah dengan Raphael Danutirta. Bukannya ia menyamaratakan semua anak-anak racing. Hanya saja 90 % anak-anak racing itu mirip dengan anak band. Kehidupan mereka tidak akan jauh-jauh dari yang namanya make, main dan minum. Memang tidak semuanya seperti itu. Tetapi sebagian besar begitulah keadaannya.

Seperti istilah cabe-cabean misalnya. Sebelum istilah itu booming sekarang-sekarang ini, sebenarnya istilah itu sudah lebih dulu populer di kalangan anak racing pada awal tahun 2010. Para anak racing menyebut fans mereka yang rata-rata abege siap pakai itu dengan istilah cabe-cabean. Sama seperti sebutan groupie untuk para fans anak band yang memang bisa dipakai. Suka atau tidak suka fenomena seperti ini memang ada dan benar adanya.

Ia tahu bahwa Sena memiliki nilai plus dibandingkan dengan anak-anak racing lainnya karena tiga hal, yaitu tampan, kaya dan anak pejabat. Hal itu membuat Sena merasa sah-sah saja kalau ia mengambil kesempatan yang ditawarkan oleh para cabe-cabean padanya. Secara cuma-cuma lagi. Sena memang sudah menjadi raja kecil sejak ia dilahirkan. Sebagai anak tunggal, Sena terbiasa mendapatkan apapun yang ia inginkan. Kedua orang tuanya begitu mendewakan putra tunggal mereka. Apapun akan mereka berikan asal putra kesayangan mereka itu senang. Bukan berarti Sena itu jahat. Hanya salah ia salah asuhan. Akbar tahu semua ini karena ia mempunyai teman yang sama dengan Sena. Minggu lalu Sena baru saja "menghabisi" perusahaan temannya sendiri hanya karena kalah dalam bermain game. Seorang raja kecil seperti Sena ini tidak bisa menerima kekalahan.

Jika Sena tiba-tiba ingin melamar Tria pasti ada satu kejadian sebelumnya. Mungkin saja Tria mencuil harga dirinya makanya si raja kecil itu langsung ingin membelinya. Itu artinya Sena ingin memilikinya, bukan mencintainya. Sama seperti ia memiliki mobil mewahnya, koleksi jamnya atau sepatu-sepatu mahalnya. Orang seperti Sena tidak akan mengerti defenisi dari sebuah kata cinta. 

Dan ia ingin menolong Tria. Ia kasihan melihat Tria yang ibarat keluar dari mulut buaya putih hanya untuk masuk lagi ke dalam mulut buaya bercorak. Hanya beda motif saja. Tetapi buayanya  sama. Ia tahu kemungkinan besar kedua orang tua Tria akan menerima lamaran keluarga besar Pangestu. Keluarga ini bisa di bilang sempurna bila dipandang oleh mata telanjang. Tidak salah memang jika Om Aksa dan Tante Lia menyukai calon suami Tria ini. Karena seluruh negeri ini juga tahu nama besar Bratasena ini. Orang tua mana pun di dunia pasti ingin agar kelangsungan hidup anak-anaknya terjamin lahir batin bukan? Mereka tidak salah. Hanya saja mereka berdua pasti tidak tahu betapa bajingannya tingkah laku sang raja kecil ini sebenarnya. Tetapi ia tahu. Oleh karena itu ia akan berusaha untuk menolong Tria dengan caranya sendiri.

Diam-diam ia masuk ke dalam kamar lama adiknya, Michellia. Mich telah menikah dan saat ini ia tinggal di luar negeri bersama dengan suami dan dua anak kembarnya. Kamar ini baru akan ia tempatinya saat adiknya itu pulang ke tanah air. Ia membuka beberapa laci meja rias adiknya sebelum akhirnya menemukan apa yang ia cari. Sebuah amplop putih berlogo salah satu rumah sakit terkenal negeri ini. Ia membawa amplop putih itu ke ruang kerjanya. Dengan cepat ia membuka amplop putih dan mengeluarkan isinya. Ia  mengeluarkan laptop dan mengetik beberapa kalimat di sana sebelum memprint-nya. Amplop kemudian dibuka dengan hati-hati hingga semua perekatnya terbuka dan menjadi kerangka amplop. Ia mengetik beberapa kata lagi di laptop dan mem-printnya sekali lagi.

Hasil print kedua, Akbar mengambil gunting dan mengunting sisi-sisi hasil print seperti amplop pertama. Ia kemudian merekatkan sisi-sisi amplop hingga menyerupai sebuah amplop  baru dengan logo rumah sakit yang sama. Setelah memasukkan hasil pertama print-annya ke dalam amplop, ia menyambar jaket dan kunci motornya. Untuk mempersingkat waktu, ia akan ke rumah Tria dengan mengendarai motor saja. Toh rumah mereka hanya berjarak beberapa blok saja. Semoga saja semuanya belum terlambat.

==================================

Tria mandi ala bebek yang sedang mandi bebek. Istilah mandi bebek adalah orang yang mandi dengan hitungan menit saking buru-burunya. Itu orang ya? Bayangkan saja jika bebek yang mandi bebek, pasti kecepatan mandinya akan melebihi cahaya. Tidak heran dengan waktu kurang dari 15 menit Tria telah rapi jali persis seperti anak perawan yang sedang dilamar orang. Eh kan ia memang sekarang sedang dilamar ya? Cocok sekali perumpamaannya.

Ting!

Ada SMS masuk. Hah, paling juga dari provider ponsel yang tidak pernah bosan-bosannya menawarkan paket ini itu. Coba sekali-sekali mereka menawarkan mobil gratis tanpa syarat dan ketentuan, pasti para penggunanya akan ramai-ramai sujud syukur berjamaah. Dan ia jamin, selepas itu orang-orang akan tersenyum bahagia apabila di SMS oleh provider ponsel.

Drttt... drttt... drttt...

Kali ini ponsel khususnya bergetar dan menampilkan sederet nomor yang tidak ia kenal. Nomor ponsel yang ada di ponsel khususnya ini memang hanya keluarga dan teman dekat saja yang tahu. Ia tidak akan pernah mau mengangkat panggilan dari nomor yang tidak dia kenal. Bukan apa-apa, nanti ujung-ujungnya mereka malah  menawarkan saham atau berbagai macam prospekan. Bukannya ia tidak menghargai profesi orang lain. Hanya saja ia juga ingin agar para marketing itu juga menghargai privacy orang lain. Minimal kalau sudah dijawab, maaf saya tidak tertarik seharusnya sudah bisa membuat mereka berhenti. Bukannya malah tambah beringas dan terus mengejar-ngejar sampai ia merasa seolah-olah punya hutang terhadap mereka semua.

Ting! Ting! Ting!

Ai mak, SMS-nya kian bertubi-tubi. Ia jadi penasaran. Wuih nomornya sama dengan nomor yang missed call tadi. Penasaran, Tria pun membuka isi SMSnya.

0812500677*

Gue Sena. SMS nggak dibales, telepon nggak diangkat, berasa kita kayak pasangan yang lagi berantem aja. Padahal jadian aja belum. Gue cuma mau bilang, gue jawab tantangan lo. Gue tunggu lo di depan dengan jawaban YA. Ibu gue udah ngebet banget pengen punya cucu banyak. 

Wah ngajak gelud ini laki sebatang. Ia tidak mau menjadi istri ini si anak mentri. Kagak ada nyetrum-nyetrumnya, Coeg! Ia hanya ingin menikah dengan laki-laki yang bisa membuatnya merasakan apa yang namanya getaran cinta. Tsehhh! Misalnya pada saat dicium, harus nyetrum. Ada rasa senang, deg-deg-an, panas dingin sampai meriang. Bukannya kalau dicium berasa cuma lagi ngemut daging mentah. Itu sudah terlalu mainstream bukan?

0819301234*

Maaf ya, Bro. Rahim gue limited edition. Lagian udah ada yang panjar mau nitip anaknya tiap tahun di sini.

Eh, ngomong apa sih gue! Tria menggeplak kepalanya sendiri. Kenapa dia jadi terbayang-bayang dengan ucapan dan tatapan penuh janji Akbar ya? Ah mungkin gue lagi lelah. 

Ia mempercepat langkahnya ke ruang tamu. Kehadirannya kali ini juga membuat pembicaraan kedua belah pihak keluarga yang sepertinya mulai akrab itu kembali terhenti. Jika yang pertama tadi diakibatkan oleh cara berpakaian serampangannya, maka kali ini karenakan jawaban yang akan diberikannya. Ragu-ragu ia berjalan menghampiri ruang tamu. Tatapan tajam mata Sena menyambut kehadirannya di sana. Dengan sopan Tria menyalim tangan kedua orang tua Sena. Saat Sena dengan iseng turut mengulurkan punggung tangannya agar dicium juga oleh Tria, Tria mendelikkan matanya dan menepis kasar tangan Sena begitu saja. Perbuatan Tria membuat kedua orang tua Sena saling bertatapan sejenak. Sekarang mereka mengerti mengapa putra mereka mati-matian memaksa mereka berdua untuk melamar Tria pagi ini juga. Putra mereka ternyata masih tidak bisa menerima penolakan rupanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status