Share

Chapter 7

"Gue liat lo terobsesi banget ya sama gue, Bar? Minggu lalu lo ngaku-ngaku kalo udah buntingin gue. Terus lo juga berani-beraninya ngelamar gue. Udah gue tolak, sekarang lo masih usaha aja pengen ngekepin gue. Lo ini sebenernya pengen melakukan topik pengalihan issue atau bagaimana? Coba deh lo jelasin sama gue?" Tria melipat kedua tangannya ke dadanya. Memandang Akbar dengan tatapan skeptis. Sementara para nak muay farang yang tadi mengekorinya, memperhatikan perdebatannya dengan Akbar. Mungkin dalam benak mereka, Akbarlah coach di sini.

"Jangan menjawab pertanyaan gue dengan pertanyaan. Gue cuma mau lo jawab aja tantangan gue. Lo berani atau nggak? Kalo lo takut bilang aja. Manusiawi kok kalau manusia itu takut terhadap sesuatu. Apalagi kalau sesuatu itu ia yakini tidak dapat dihadapinya." Sahut Akbar santai. 

Wajah Tria memerah. Akbar secara tidak langsung ingin mengatakan kalau ia tidak yakin dapat mengalahkannya. Makanya ia takut. Ia memelototi Akbar. Berusaha mencari jawaban netral dengan resiko seminim mungkin. Tapi  ia belum menemukan kalimat yang pas. Sementara para petarung-petarung eksmud yang berdiri di belakangnya  mulai tidak sabar. Mereka pasti ingin segera menjajal kemampuannya dan mendapatkan upahnya. 

Melihat keadaan Tria yang terjepit, Akbar maju selangkah dan berbisik pelan di telinga Tria. "Kalo lo nggak berani menjawab tantangan gue. Itu artinya lo itu pecundang sejati. Karena hanya berani main aman aja. Lo tahu kalo lo pasti bakalan menang melawan anak-anak pemula itu, makanya lo ambil tantangan mereka. Tapi lo keok saat menerima tantangan dari gue. Menurut gue, lo sama sekali nggak cocok disebut sebagai seorang praktisi seni ilmu bela diri. Lo tau kenapa? Karena lo itu nggak sportif. Maunya main aman aja. Bacul! Ya sudah, sana main-main sama anak-anak yang masih ikan ikan itu. Pengecut!" Ejek Akbar di telinganya sembari melangkah menuju ruang ganti pakaian. Sepertinya Akbar juga akan ikut latihan di sini. Tapi mau bagaimana lagi. Sasana ini punya Om Saka dan terbuka untuk umum. Ia tidak bisa sesuka hati melarang-larang orang latihan di sini. Hanya saja hatinya panas sekali mendengar ejekan Akbar tadi.

"Tunggu! Gue terima tantangan lo. Kalo gue kalah, gue akan menjadi milik lo dalam semalam. Tapi kalo lo yang kalah, lo harus menari streaptease di hadapan gue semalaman. Deal?" Akbar membalikkan tubuhnya. 

Kena juga dia!

"Deal. Setelah semua anak-anak pulang, kita akan bertarung bersih. Ya sudah, sekarang silahkan lo unjuk gigi di hadapan semua anak-anak baru itu. Inget jangan terlalu bersemangat coaching-nya. Gue nggak mau lo kecapean dan akhirnya nanti malah jadi nggak maksimal saat lo harus ngelayanin gue." Tria hanya mendengus kasar dan berjalan menuju matras bersama dengan para anak-anak didik barunya. Dalam hati ia bertekad kalau ia harus menang!

Para rombongan eksmud yang tadi menantangnya mengerutkan kening saat mereka melihatnya tidak ikut berbaris dengan mereka. Ia malah berdiri sendirian di hadapan mereka dan beberapa petarung senior lainnya. Berbagai macam dugaan pun berseliweran di kepala mereka. Tria kemudian menepuk tangannya tiga kali. Kini semua anak-anak baru memandangnya dengan penuh tanda tanya. Menunggu apa yang akan di katakan oleh Tria.

"Selamat malam para petarung-petarung baru sekalian. Kenalkan nama saya Naratria Abiyaksa. Keponakan dari Arshaka Abiyaksa, coach kalian selama ini. Karena hari ini Om Saka ada keperluan di rumah sakit, maka saya lah yang akan menggantikan tugas beliau untuk melatih kalian semua." Suasana mendadak hening. Gerombolan yang tadinya ingin menantangnya langsung kicep. Mereka tahu bahwa Saka mempunyai dua orang keponakan yang sangat jago bela diri. Hanya saja mereka tidak tahu kalau Tria adalah salah satu dari keponakannya yang mumpuni itu. Mereka telah salah mengemop orang. 

"Oh ya kata Om Saka di sini juga ada adik-adik pelajar yang masih SMA ya? Kabarnya juga kalian sangat suka tawuran. Nah dari pada kalian  menyalurkan energi berlebih kalian untuk tawuran, maka saya mengajak kalian semua untuk menyalurkan hobby berantem kalian kearah yang lebih positif, yaitu dengan berlatih ilmu bela diri. Apakah ada pertanyaan?" Setelah acara perkenalan Tria memberikan mereka waktu untuk bertanya padanya. 

"Saya ingin bertanya Kak Tria. Perkenalkan, nama saya Thomas. Saya tahu kita berlatih bela diri ini bukan untuk menjadi sok jagoan. Tapi kejahatan kan ada di mana-mana. Seandainya kita amat sangat harus berkelahi karena di serang oleh gang lain, apa tips-tips yang harus kita lakukan agar kita tidak mati konyol." Seorang remaja abege berpenampilan nerd terlihat sangat serius ingin mendengar jawabannya. 

"Bagus sekali pertanyaan kamu, Thomas. Dengar, jika kita sangat terpaksa harus berkelahi, maka hal-hal yang harus kita perhatikan adalah, pertama; usahakan untuk melindungi bagian belakang tubuh kita agar tubuh belakang kita tidak terserang saat kita tengah fokus dengan musuh yang ada di depan kita.

Jadi arahkan bagian belakang tubuh kita pada tembok atau pun bangunan ada tepat di belakang kita. Jangan ruang lapang. Karena sekalipun dalam duel one by one, pasti akan selalu ada kecurangan di dalam perkelahian tanpa wasit. Ingat yang menghantam tubuh kita dari belakang tidak selalu harus musuh. Bisa saja itu driver gojek atau bus TRANSJAKARTA. Kita kan tidak akan pernah tau, namanya saja musibah." 

Gelak tawa terdengar membahana di balik penjelasannya yang tepat namun juga lucu. Akbar tersenyum geli. Si preman pasar ini memang gokil abis.

"Nah yang kedua ; tidak ada kata adil dalam perkelahian. Selama tidak ada surat bermaterai dan ditanda tangani oleh kedua pihak yang berlawanan, akan selalu ada kecurangan. Jadi tidak ada kata adil di sini. Jadi, jangan membawa timbangan. Tapi bawalah obeng, linggis, golok, cangkul dan sejenisnya. Ingat gunakanlah alat yang bisa kita gunakan untuk bela diri sekaligus kerja bakti jika tawuran batal atau diundur oleh pihak panitia." Gemuruh gelak tawa kembali memenuhi sasana. Kata-kata Tria membuat suasana menjadi rileks dan penuh canda tawa.

"Nah yang ketiga adalah ; kenali lawanmu dan senjata yang dipakainya. Ingat ini adalah poin yang tidak kalah penting. Lihat dan amati lambang, senjata maupun tatto perguruannya. Jika banyak terdapat lambang bekas kerokan atau bekam di sekujur tubuhnya, artinya dia adalah dari perguruan elemen angin. Cukup lemparkan saja jamu tolak angin pada mereka. Masalah pun selesai sudah." Tawa geli makin riuh saat Tria malah bercanda padahal para petarung sudah serius mendengar semua tips- tipsnya.

"Lihat juga senjata yang mereka gunakan. Jika senjata mereka adalah kunci inggris, maka kita serang balik saja dengan kunci T. Tapi jika lawan kita membawa tabung gas, maka berhati-hatilah. Kemungkinan besar mereka itu dari Taliban, ISIS, dan organisasi radikal lainnya. Saran saya adalah gunakan jurus terlarang dari saolin aja untuk menghadapi mereka, yaitu jurus langkah seribu. Ya, hanya teknik legendaris inilah yang mampu menyelamatkan kita semua dari kekalahan dan kematian. Kaburlah sejauh mungkin dari TKP.

Nah Thomas dan adik-adik pelajar sekalian. Itulah tips -tips dari saya untuk menghadapi tawuran kalau kita sudah kepepet. Tapi ingatlah, sebaiknya kalau masih bisa dibicarakan, hindarilah perselisihan apalagi tawuran. Damai itu indah, adik-adik dan saudara-saudara sekalian. Kalau semua masalah bisa kita hadapi dengan bersalaman, ngapain juga kita musti tonjok-tonjokkan? Berkelahilah dalam dunia game saja, hindari dalam dunia nyata. We are human not barbarian KING. Kita ini manusia bukan COC yang sedikit-sedikit main bacok dan serang pake massa atau golongan.

Gunakanlah IQ kita daripada EQ kita. 

Nah sekarang kita bisa memulai sesi latihan kita. Kepada gerombolan yang tadi mau menantang saya, ayo sini." Tria melambaikan tangannya pada para eksmud yang tadi begitu bersemangat menantangnya. Tria melakukan sedikit pamer kebolehan dengan melakukan sedikit gerakan hook, jab, swing bahkan cobra. 

Akbar tersenyum kecil. Ia ingin sedikit berbaik hati pada preman pasar ini. Ia melihat ada sebuah kayu balok dan juga botol-botol yang berjajar rapi di sana. Balok, batu bata, botol bahkan es balok, kadang dijadikan sebagai media latihan oleh Om Saka. Ia mengambil sebuah balok dan melintangkannya pada dadanya. Tria menatapnya sejenak sebelum akhirnya melakukan tendangan memutar dan mematahkan balok itu menjadi dua bagian. Ia kembali mengambil dua botol kaca dan menyerahkannya pada Tria. Tria memotong botol itu dengan cepat melalui punggung tangannya dengan gerakan membacok. Melihat dua botol itu pecah dengan rata oleh tebasan punggung tangan Tria, membuat gerombolan eksmud itu memandang Tria dengan ngeri. Akbar menutup sesi pamer kekuatan itu dengan meraih sebuah balok yang agak panjang. Ia kemudian mematahan balok itu dengan tebasan tangannya sendiri dalam tiga ruas yang merata. Semua petarung yang menyaksikan peragaannya ternganga. Mereka sepertinya terkesima melihat keganasannya dan juga Tria.

Para gerombolan eksmud yang tadi menantang Tria, kini merangkapkan kedua tangan didada sambil menggelengkan kepala sebagai tanda kalau mereka semua sudah menyerah.

Akbar tersenyum sumir. Para eksmud ini tidak ada yang pantas untuk si preman pasar, Tria. Laki-laki cantik dan menye-menye begini tidak cocok sama sekali untuk Tria. Sejurus kemudian Akbar melihat Tria sudah sibuk untuk melatih para anak didik yang masih baru. Ia datang ke sini sebenarnya juga adalah atas permintaan Om Saka. Om Saka ingin agar ia membantu Tria melatih anak-anak baru. Om Saka terpaksa meminta bantuannya karena Tama yang biasanya dimintai tolong sedang sibuk memodusi Merlyn. Ingatan akan pertarungan pribadinya bersama Tria nanti membuatnya juga bergegas melaksanakan tugasnya melatih dengan secepat mungkin. Dia tidak sabar untuk menanti acara puncaknya dengan Tria nanti. Dia sudah tidak sabar untuk menjadikan Tria itu miliknya sebenarnya. Hehehe...

==================================

Suasana club mulai sepi. Tujuh sasana  ring tempat anak-anak bertarung sudah kosong semua. Yang ramai saat ini adalah ruang ganti pakaian. Semuanya seperti tidak sabar ingin segera menyalin pakaian dan beristirahat di rumah. Wajah-wajah yang pada saat datang tadi begitu bersemangat dan sumringah. Sekarang terlihat begitu lelah dan lesu. Tria memang selalu all out dalam melatih.

Apalagi murid-murid baru yang ia latih. Ia membuat anak-anak baru yang ditanganinya tepar karena stamina mereka kedodoran. Ia yakin, nanti malam semua anak-anak didiknya ini pasti akan tiduk nyenyak karena kelelahan.

Tria duduk di pinggir sasana. Memperhatikan kesibukan orang-orang yang berlalu lalang sebelum pulang. Ia sendiripun sebenarnya juga lelah sekali. Tapi ingatan akan adanya pertarungan hidup matinya dengan Akbar kembali membuatnya bersemangat. Ia harus menang kalau tidak ingin menjadi boneka mainan Akbar. Sepanjang ia melatih tadi, benaknya telah dipenuhi oleh berbagai tips and triks yang bisa ia maksimalkan jikalau ia ingin menang.

"Jadi gimana Tri, apa sudah bisa kita mulai jajal? Ring sudah kosong semua. Kasihan si mamang kalau kita kelamaan di sini. Beliau kan ingin pulang dan istirahat juga." Tanpa menoleh pun Tria sudah tahu siapa ini yang berbicara. Inilah saatnya!

"Boleh saja. Kita gunakan ring pribadi Om Saka saja agar pertarungan kita sifatnya private dan tidak mengundang kericuhan dari petarung yang lain. Gue ingin kita tarung bebas tanpa sarung tinju. Ayo ikut gue. Semakin cepat gue selesaikan masalah taik kucing ini, semakin cepat juga gue bisa pulang dan istirahat." 

"Atau semakin cepat juga lo ada dalam kekuasaan gue. Hehehe." Akbar dengan sengaja memancing emosi si preman pasar. Si Tria ini semakin ia emosi, maka semakin kacau saja konsentrasinya. Itulah sebenarnya tujuan utamanya. Ya, ia ingin agar Tria tidak fokus dan akhirnya bisa dengan mudah dimilikinya.

Mereka berhenti saat tiba pada ring pribadi Om Saka yang terletak di ujung ruangan. Dekat dengan kamar pribadi Om Saka. Om Saka memang mempunyai kamar di sini. Terkadang jika terlalu letih Om Saka suka beristirahat di sini. Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa masuk ke sayap kanan daerah privacy Om Saka ini. Tria terlebih dahulu naik ke ring dan disusul oleh Akbar.

"Peraturannya siapa yang kalah ditentukan dengan tehnik kuncian. Jika salah satu dari kita tidak bisa bergerak lebih dari satu menit, berarti kalah. Ingat ya Tri, peraturan kalahnya adalah salah satu dari kita terkunci selama satu menit, bukan salah satu dari kita dalam keadaan mati. Deal?" 

Tria menggeleng, ia tidak setuju dengan peraturan yang dibuat oleh Akbar. Orang yang bertubuh lebih besar dan kuat seperti Akbar cenderung akan memaksa musuhnya yang lebih kecil untuk bergulat. Dan bila itu sampai terjadi, ia pasti akan kalah tenaga. Ia akan mempunyai peluang yang lebih besar untuk mengalahkan Akbar jika ia bertarung dengan cara berdiri. Teknik seperti itulah yang selalu digunakan oleh Bruce Lee.

"Gue mau siapa yang lebih dulu jatuh, dia yang kalah. Deal?" Tria menawar. Hah, dia pikir gampang apa membodohinya! 

Akbar menaikkan satu sudut bibirnya. Preman pasar ini memang pintar. Karena bertubuh kecil, pasti ia akan lebih leluasa untuk mengelak. Tria ingin mengunakan teknik menari di ring seperti Chris Jhon. Pukul lari, pukul lari. Sampai ia mempunyai kesempatan untuk menjatuhkannya. Pintar sekali si Tria ini. Baiklah, tidak masalah. Apa pun teknik yang ia maui akan ia penuhi. Asal si preman pasar ini puas. 

"Oke. Deal. Mari kita mulai." Akbar membuat gerakan memancing Tria ke depan dengan memberikan pancingan jab kanan. Tria memposisikan tangan di atas untuk melindungi kepala setiap saat. Lengannya ia tempatkan secara vertikal dan paralel dengan telapak tangan menghadap ke dalam, ke arah pipi. Dan ia pun mulai menari. 

Akbar tersenyum. Benar saja perkiraannya bukan? Tria akan melakukan teknik pukul lari. Baiklah, ia terpaksa akan sedikit menyakiti si preman pasar ini. Ia melayangkan satu uppercut pada pelipis kanan Tria. Dan hebatnya, Tria bahkan tidak goyah sama sekali. Gadis ini kuat! Ia kembali melayangkan dua kali hook kanan dan kiri untuk memecah konsentrasi Tria dan memaksa Tria membalas serangannya. Dan benar saja, Tria langsung panas dan mencoba membalas dengan ganas. Ini adalah kesempatan emas untuk menjatuhkannya. Tepat pada saat memberi satu jab lagi ke arah rahang Tria, gadis itu segera menjauh. Akbar tersenyum kembali. Tria ini pintar sekali. Ia tidak mau menangkis serangannya, tetapi ia hanya berupaya mengelak saja dengan lincah. 

Sambil terus mengelakkan pukulan Akbar, Tria juga berpikir keras bagaimana caranya agar ia bisa segera menjatuhkan Akbar. Tidak bisa dipungkiri, walaupun ia terus menari, tetapi beberapa bagian wajahnya sudah mulai berdenyut terkena pukulan sesekali Akbar. Saat ini Akbar terlihat berupaya menarik tangannya agar ia jatuh dan terkunci. Tria menggelengkan kepalanya, mencoba menjernihkan pikirannya. Ia terus berkonsentrasi menghindari cengkraman tangan Akbar. Sekali saja gerakannya salah, pasti ia akan kalah.

Akbar mulai bosan untuk bermain-main dengan Tria. Ia merasa sudah cukup untuk menyenangkan hati si preman pasar ini. Saat Tria ingin menendang sendi-sendi lututnya agar ia terjatuh, Akbar menarik kuat tangan kanan Tria sampai ia terjatuh dalam posisi terlentang dan membawa tubuh besarnya ikut terjatuh di atas tubuh empuk dan berlekuk-lekuk Tria.

"Kamu kalah, Tria!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status