Home / Romansa / With Mr. Old / Bab 25 - Kembalinya nyonya Gloe

Share

Bab 25 - Kembalinya nyonya Gloe

last update Last Updated: 2021-05-24 08:23:08

Seperti sebelum kepergiannya dari rumah Belle bangun 30 menit lebih awal. Memasak makanan kesukaan paman Marlon, serta membuatkan menu sehat untuk anaknya William. Keuletan ibu muda satu anak itu tak dapat diragukan lagi semenjak dua tahun hidup mandiri. Belle bekerja dengan sukses, aroma masakannya sampai membangunkan Marlon yang tertidur lelap karena kelelahan.

Belle berjingkat saat merasa embusan napas Marlon di tengkuknya, lantas berbalik dengan cepat. Yang ditatap hanya tersenyum miring. Mentowel hidung bangir Belle, lalu mencomot kentang krispi di atas penggorengan. Lelaki itu makan dengan santai, tak memedulikan tatapan sangar Belle. Kendati Marlon tahu jika istrinya si cerewet, paling benci melihat dirinya mengunyah sebelum basuh muka. 

"Kau jorok sekali, Paman, iewh." Belle menonjok lengan kekar Marlon, lalu memindahkan kentang ke nampan. 

"Bell, ayolah, biarkan aku habiskan sarapanku." Tidak menyerah, Marlon mengejar Belle. Berusaha mengambil bagiannya, tetapi terasa sulit sekali. 

"Tidak, kau harus mandi dulu!" tekan Belle sambil melotot, tak ada pilihan akhirnya Marlon nurut dengan lesu. 

Ketika Belle semakin lama bertambah dewasa, paman Marlon kebalikannya. Mengingat usia beliau di mana waktu memasuki pubertas kedua. Tak jarang lelaki itu bertingkah kekanakan atau melakukan hal-hal di luar kesadaran. Belle menggeleng pelan, sikap paman Marlon tak jauh beda dengan William anak mereka, sehingga dirinya tidak kesulitan menghadapi model begitu.

Hap! Belle melompat mengambil dot yang terletak di paling atas bupet. Saat pertama kali membuka mata si kecil William pasti merengek minta susu, maka sebelum itu terjadi harus sudah ada dan selalu siaga waspada. Sambil mengocoknya Belle berjalan menuju kamar William, berencana membangunkan agar mereka dapat sarapan bersama 'tuk pertama kali. 

"Mom ..." panggil William yang sudah duduk di kasur, Belle pun buru-buru menghampiri, lalu memeluknya erat. 

"Kau sudah bangun Sayang," sambut Belle sambil lalu membelai rambut ikal William, dan mengecup singkat. 

Tidak merengek bahkan tak meminta susu, dahi Belle mengernyit menatap sang anak yang menunjuk sesuatu di belakangnya. "Candice?"

"Eh, hai." Wanita itu tersenyum lebar, bahkan saking lebarnya tindik emas yang tertancap di bibir sampai lepas. 

Otomatis Belle bangkit tanpa melepas William sedetik pun, mengantisipasi setiap gerakan yang Candice ambil. Di saat itu pula paman Marlon muncul. Menyeret tangan Candice seolah tak ingin pikiran polos si kecil terganggu dengan kehadirannya, apalagi sampai mendengarkan perdebatan mereka. Yang tetap saja kedengaran sekalipun keduanya sudah berada di luar sana. 

Dengan begitu Belle semakin kencang mendekap William, tak membiarkan anaknya mendengar kata-kata kasar, bentakan, bahkan sampai bantingan. Praang! Tidak dapat dibiarkan, Belle pun menggendong William ke gazebo kamar. Mengalihkan perhatian sang anak dari keributan di dalam dengan pemandangan kota pada pagi hari. 

"Kau menyingkirkanku dari rumah utama demi menantu tidak berguna sepertinya, hah? Di mana pikiranmu Marlon, gadis miskin itu penyebab ibumu meninggal dunia, dia yang ..."

"Jangan bawa-bawa ibuku, kubilang jangan, atau tangan ini melukaimu."

"Kau anak paling bodoh yang pernah kulihat, tidakkah kau mengerti bahwa ibumu membenci gadis miskin itu?!"

Sialan! Di luar kendali tangan Marlon terangkat, hendak memukul Candice. Namun pekikan Belle menghentikan semuanya, menarik paksa tangannya sehingga turun dan refleks melemah. 

"Tidak, jangan pukul Candice." Belle mengubah tindakan Marlon begitu cepat, dengan wajah bak malaikat. 

"Wow! Lihatlah Marlon, jago sekali istri kesayanganmu cari perhatian."

Umpatan Candice akan dirinya terus terdengar, sementara Belle berusaha keras melunakkan hati panas paman Marlon sambil mengawasi William. "Tahan seluruh emosimu, anak kita akan takut padamu kalau melihat kau mengangkat tanganmu seperti tadi."

"Aku akan urus perceraian kita," kata Marlon di sela deru napasnya, penuh penekanan bahkan menusuk tajam. 

"Sayangnya tidak bisa, Marlonku. Kau tak bisa menceraikanku begitu saja." Candice tertawa girang, menyibakkan rambutnya ke kanan lalu ke kiri. "Seluruh kekayaan Exietera berada di dalam genggamanku, kau tidak bisa. Jika kau ceraikan aku berarti kau gila. Menyerahkan semua harta padaku."

Oh, apalagi ini? Belle tidak mengerti kenapa Candice begitu licik, sosoknya bagaikan seekor ular mematikan. Di mana hidupnya sudah dipermudah, tetapi malah menghancurkan. Tidak tahu terima kasih bahkan menusuk. 

"Paman, sudah, aku tak apa-apa. Biar saja Candice tinggal bersama kita."

"Tidak, Bell."

"Sungguh, aku tak keberatan."

Sekali lagi Candice bertingkah konyol, menyibakkan rambutnya di hadapan Belle, sebelum benar-benar berjalan. Sementara Marlon menutup matanya penuh penyesalan, Belle memberikan semangat pada lelaki itu berupa kata-kata romantis beserta kecupan kecil. Belle sangat tahu jika paman Marlon tidak menginginkan ini semua, dulu, bahkan hingga sekarang tatapannya kepada Candice tak berubah. Mereka dipersatukan tanpa ikatan perasaan. Dan Belle cukup memahami keadaan, paman Marlon enggan menceraikan Candice karena ingin menetapi janji, Gloe mengatakannya kemarin siang. 

Dia anak yang berbakti pada ibu. 

"Mom," racau William menarik daster Belle kenakan, pun dia berjongkok.

"Iya Sayang, ayo kita sarapan." Belle tersenyum selebar mungkin, lantas mengangkat tubuh mungil William menuju dapur diikuti oleh Marlon.

Ternyata di sana sudah ada Candice mendahului mereka. Wanita licik itu dengan santai menyantap makanan yang Belle sediakan untuk Marlon. Tapi, ya sudahlah! Belle tidak ingin ribut, jadi ikut bergabung, lagipula William juga tampak bersemangat. Mereka duduk bersebrangan. Belle menyiapkan makanan William, dan paman Marlon berdiri kaku. Tidak berminat mengambil tempat duduk. 

Belle menyuapi William begitu sabar, tanpa sedikit pun terusik oleh tatapan Candice yang terus mengikuti gerak geriknya seperti hendak menerkam. Paman Marlon masih mengawasinya, jadi Candice tak mungkin berani berbuat apa-apa di hadapan beliau. Mencuci sekitar mulut William menggunakan tisu basah, Belle bangkit untuk mengambil minum paman Marlon.

"Minumlah," tawar Belle perhatian, di meja makan Candice menatap mereka dan sepertinya terbakar api cemburu.

"Menyebalkan sekali!" umpat Candice, beranjak cepat, tampak buru-buru.

Tidak Marlon maupun Belle tak ambil pusing. Keduanya hanya saling tatap untuk seperkian detik, lalu balik pada kegiatan mereka tanpa memedulikan Candice yang kelihatan murka. Aaaa! Mendengar teriakkan itu sontak Belle berlari menghampiri William, lantas menggendongnya sebelum menangis. Kemudian mengekori paman Marlon yang mencari dari mana suara itu. Di mana tampak Candice berdiri tegang dengan kulit wajah sepucat mayat, dia menunjuk ke arah lemari ketakutan. 

Dari balik lemari Gloe muncul sekilas, seperti bayangan di film horror, lalu menghilang begitu cepat. Tidak jauh beda dari Candice, Marlon memucat. Mereka amat syok melihat bayangan Gloe yang muncul bagaikan hantu. 

"Belle, a-pa kau melihat itu?" Suara Candice bergetar, Belle menggeleng cepat, lalu menyikut paman Marlon.

"Tidak, aku juga tak melihat apapun." Marlon menangkap kode dari Belle, mengakali pengelihatannya barusan.

Sejurus kemudian Candice pucat pasi, napasnya terengah hebat, tidak lama jatuh ke lantai karena mengira telah melihat hantu nyonya Gloe. Pingsan. Dalam hitungan detik wanita tua itu kembali muncul dengan penampilan jauh lebih baik, menerima dekapan Marlon, dan mereka menangis haru. Sesaat pelukan terlepas Gloe melirik Belle, juga William yang sangat lucu.

Daritadi William hanya melongo lucu menyaksikan semuanya. Tidak rewel sama sekali seakan dia mendukung. Gloe mendekati Belle, mengulas senyum seraya mengusap rambutnya, lalu membelai lembut pipi William.

"Kau mirip sekali dengan ayahmu ini, semoga prilakunya tidak ya. Maafkan nenek yang sempat tak suka padamu." Gloe mengambil alih gendongan Belle, menimang William selayaknya nenek yang telah mendambakan lama cucu. 

Cucu laki-laki. 

"Belle, sekali lagi maafin ibu," katanya penuh penyesalan, Belle mengangguk sambil tersenyum haru. Berbahagia. 

"Dan Marlon, mulai detik ini ibu merestui hubungan kalian."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • With Mr. Old   Bab 54 - Kedewasaan Belle

    Undangan pernikahan?Kening Marlon mengernyit saat menemukan selembar kertas undangan di meja depan rumahnya, dengan bingung pria itu pun membukanya dan membaca dalam hati. Alangkah terkejutnya dia begitu melihat nama Gloe Exietera dan Robert Downey yang tertera.Apa-apaan ini, kenapa tidak ada pemberitahuan?Dengan wajah yang merah padam dikuasai amarah Marlon pun masuk ke dalam rumah, mengurungkan niatnya yang hendak pergi kerja. Acara itu tidak boleh dilanjutkan, dia harus bersikeras melarang ibunya agar membatalkan pernikahan tersebut."Belle ...""Isabeau Chambell, kemarilah!""Sayaaang," panggilnya terus menerus.Dari arah dapur Belle datang tergopoh-gopoh, dia baru saja selesai dengan tugasnya, tetapi Marlon sudah berteriak-teriak seperti Tarzan liar. Dengan heran Belle menatap pria itu, karena dia pikir Paman Marlon sudah berangkat kerja sejak tadi."Loh, Paman, ada apa?" tanya Belle panik, apalagi saat melihat wajah Paman Marlon yang menegang, lalu dia pun bertanya lagi. "Buk

  • With Mr. Old   Bab 53 - Pelayanan ekstra

    Dari samping gadis itu Belle menyikut lengan Rose, tetapi sepertinya gadis itu tampak tidak peduli, entah apa yang ada di pikirannya sampai menerima dua orang pria asing. Dengan senyuman yang manis Rose menampilkan wajah terbaiknya, dia begitu ramah sekali, sementara Belle seperti orang kebingungan."Ngomong-ngomong kalian sudah semester berapa?" tanya salah satu pria dari mereka, kalau tidak salah namanya adalah James."Oh ... Aku semester 4, kemungkinan sebentar lagi akan wisuda." Rose mengerjapkan matanya beberapa kali, Belle bisa melihat dengan jelas jika sahabatnya itu sedang tebar pesona. "Kalau kalian?""Kami berdua sudah kerja," jawab yang satu lagi, namanya kalau tidak salah juga Nial.Rose dan kedua teman barunya itu pun langsung akrab, mereka berbicara dengan panjang kali lebar, bahkan melupakan Belle yang masih duduk di situ. Dengan perasaan yang tidak enak semampunya Belle bersikap biasa saja, dia tahu Rose sakit hati oleh Liam, tetapi tidak seperti ini juga caranya.Masi

  • With Mr. Old   Bab 52 - Rose dan Belle

    Seperti rutinitas pagi biasanya Belle menyiapkan keperluan Paman Marlon dan William sebelum berangkat, wanita berumur 23 tahun itu dengan gesit menjalankan tugas yang sudah menjadi santapannya sehari-hari. Semua itu Belle lakukan dengan hati yang riang dan bahagia.Tidak lupa sebagai istri dan ibu yang baik Belle juga memberikan bekal makanan bergizi, selain untuk kesehatan, tentunya bisa lebih sedikit menghemat. Bukan Belle pelit, hanya saja dia baru menyadari ternyata keuangannya menurun drastis sejak William lahir hingga saat ini."Paman, hari ini makan malam di rumah saja ya," pesan Belle sambil menaruh bekal di hadapan Paman Marlon yang sedang mengenakan sepatu."Kau memasak makanan kesukaanku?" tanyanya."Ah, tidak, aku hanya ingin kau sedikit berhemat saja.""Berhemat?" Kening Marlon mengernyit, tetapi belum sempat dia bertanya lagi Belle sudah berlalu di depan sambil menggandeng William.Sejenak Marlon terdiam, dia melirik bekal yang sudah Belle siapkan di depan matanya. Bekal

  • With Mr. Old   Bab 51 - Pasal potong bulu

    Hari ini Marlon sangat badmood, suasana hatinya yang tidak menentu membuat pikiran meracau ke mana-mana, entah apa yang sebenarnya terjadi pada Gloe. Sebagai seorang anak Marlon tahu persis pria seperti apa Edward, dia pasti hanya memanfaatkan ibunya, apalagi perbedaan umur mereka sangatlah jauh.Tetapi yang lebih menjengkelkan Belle malah membela Edward, bahkan mendukung ibunya yang sedang puber kedua itu."Paman, kenapa William belum pulang ya?" Belle bangkit dari duduknya, wajah wanita itu tampak cemas, wajar saja karena sudah hampir pukul 10 malam William juga tidak kunjung pulang."Mungkin saja menginap di rumahnya Rose," jawab Marlon sambil memijat pelipisnya yang mulai terasa berat, dia tidak bisa menutupi betapa bingungnya saat ini, apalagi mengingat sang ibu meminta restu."Tapi teleponku tidak jawab oleh Rose, dokter Liam juga ponselnya tidak aktif," keluhnya benar-benar begitu cemas, dengan gusar Belle pun berjalan ke arah jendela dan mengintipnya sedikit.Enggan menyahut l

  • With Mr. Old   Bab 50 - Karma

    Wajah Belle merah padam, Paman Marlon memang paling bisa membuat dirinya tersipu hingga memerah sampai di sekujur tubuhnya. Untuk pertama kali setelah sekian lama menikah pria itu mengajak Belle melakukan sesuatu yang baru, dan memberikan sensasi yang beda terhadap tubuh polosnya tersebut.Menepuk pipinya berulang kali dengan semaksimal mungkin Belle berusaha mengembalikan napas dan pikirannya yang kacau, semua itu berkat ulah Paman Marlon, dengan segala trik dan permainan yang aneh."Kau sudah siap, Sayang?" tanya Marlon sambil membawa segelas teh hangat untuk Belle, sebagai suami yang baik dia tentu tahu apa yang istrinya butuhkan setelah berendam bathtub selama 4 jam.Belle menoleh, tangannya masih menggosokkan handuk pada rambutnya yang basah, lalu dia bertanya. "Aku ingin susu cokelat hangat, Paman.""Oh, iya?" Paman Marlon tampak menggaruk tengkuknya, lalu dia menyengir. "Tidak apa-apa, minum teh saja dulu, biar tubuhmu menjadi hangat."Tanpa persetujuan Belle, dengan cepat Marl

  • With Mr. Old   Bab 49 - Mandi bareng?

    Dengan sempoyongan Marlon pulang sedikit larut, untuk menghilangkan stres yang menikam kepalanya dia berhasil menghabiskan dua botol alkohol, dan sedikit hiburan. Telepon sengaja dia matikan, Marlon seakan lupa akan janjinya yang baru kemarin dia tangguhkan. Perkataan Miller saudaranya itu cukup mempengaruhi, sehingga Marlon menjadi pusing."Kau habis dari mana saja, Paman?" tanya Belle yang berdiri di ambang pintu, wajahnya begitu merah membara."Aku habis bertemu dengan Miller," jawab Marlon."Ayahnya Rose?" Wanita itu bertanya lagi, kali ini Marlon hanya mengangguk, lalu melewati Belle begitu saja. "Kenapa kau tidak membawaku ke rumah Ibu mertua, aku kan juga ingin berkunjung menemuinya.""Aku hanya bertemu dengan Miller." Dia menegaskan, seraya mengambil handuk yang menggantung di rak.Menghela napas lelah Belle hanya menatap kepergian Paman Marlon, lalu menghilang di balik pintu kamar mandi. Entah apa yang merasukinya? Terus terang, Belle merasa bingung dengan sikapnya Paman Marl

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status