“Buketnya yang spesial, ya!” kata Yudha di telpon. Wina tertegun sejenak, dia mengintip Yudha yang sedang berbicara dari balik tembok. Setelah tahu rencana Yudha timbul ide cemerlang di benaknya. Cepat-cepat dia menghubungi Nissa, calon menantu idamannya.“Baik Tante.” Lega sekali rasanya setelah mendengar Nissa setuju dengan rencananya.Wina dan Nissa membicarakan rencana mereka di telpon. Wina menjelaskan rencananya kepada Nissa, bahwa dia ingin memberikan sebuah buket bunga yang spesial kepada Yudha. Buket itu akan dibuat dalam bentuk yang unik dan menarik, tentu saja sebagai suprise. Walau itu adalah pesanan Yudha sendiri.“Besok pagi-pagi pergilah ke salon, semuanya sudah disiapkan, Ok,Sayang?” Wina menutup teleponnya setelah memberitahukan rencananya dengan detail kepada Nissa.Di kamarnya, Nissa senyum-senyum sendiri. Hatinya yang patah perlahan-lahan mulai ada lagi harapan untuk kembali lagi kepada Yudha. Besok akan dibisikkan kata-kata yang akan membuat gadis gendut itu mund
Ardhia tersenyum sendiri melihat muka kecut Nissa. Walau hatinya panas otaknya harus tetap dingin. Tidak boleh kalah dengan siasat mereka. Tampak olehnya Nissa meninggalkan tempat pesta setelah bisik-bisik dengan mertuanya. Ardhia yakin tentu ada lagi ulah mereka yang akan membuatnya jengkel. Baru sehari menjadi istri Yudha hidupnya sudah berbalik 180 derajat.“Apa lagi yang mereka rencanakan.” Ardhia memandang mereka dengan curiga. Ekspresi wajah Nissa yang tiba-tiba cerah membuatnya harus selalu waspada.Beberapa sesi pemotretan sudah dilakukan. Tamu-tamu khusus sudah pulang satu persatu. Tampak mereka puas dengan jamuan dan keramahan pengantin. Rupanya Ardhia mendapatkan point plus di depan sahabat-sahabat Wina.Tentu saja Wina semakin uring-uringan. Hatinya masih dongkol dengan kekalahannya harus bermenantukan Ardhia. Namun, demi keuangannya tetap aman dia harus menahan kedongkolanya itu.Wanita itu tersenyum mengingat kembali rencananya bersama Nissa. Dia yakin jika menantunya ka
Ardhia masuk ke dalam kamar, dilihatnya Yudha tidak ada. Terdengar bunyi air gemericik di kamar mandi. Gadis itu tersenyum sendiri, membayangkan wajah tampan suaminya.“Rupanya dia sedang mandi,” gumam Ardhia. Gadis itu duduk di kursi dan menyalakan televisi. Film kartun jadi pilihannya, gaya kocak animasinya membuatnya sedikit terhibur. Kembali pikirannya tertuju kepada orang yang tadi dilihatnya. Secara postur tubuh wanita tersebut mirip dengan Nissa. Mumet dengan pikirannya, membuatnya memejamkan mata. Raganya lelah dengan pikirannya sendiri.Ardhia hampir terlelap saat Yudha keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan handuk kecil di pinggang. Menutup hanya bagian aurat vitalnya. Gadis itu memalingkan wajahnya karena malu. Dia belum terbiasa melihat tubuh laki-laki yang sudah menjadi suaminya itu.“Me … mengapa kamu tidak memakai baju?” tanya Ardhia gugup. Mukanya merah menahan malu. Gadis itu memalingkan wajahnya dari pemandangan di hadapannya. Sumpah, itu membuat hatinya be
Sesampainya di kamar hotel, Ardhia duduk di sofa. Pemandangan menghadap ke laut membuat suasana hatinya sedikit rileks. Tidak terlalu kacau seperti balon hijau meletus. “Apa yang harus kulakukan? Rupanya Yudha membawa serta pacarnya ke sini.” Wanita itu sakit hatinya. Dia merasa berat badannya susut beberapa ons. Benar kata orang, sakit hati adalah diet terhebat dan tersukses di jagat raya ini.“Baru beberapa hari menikah, berat badanku seperti sudah 45 kg saja.” Ardhia penasaran, dia berdiri dan berdiri di depan cermin. “Mana ada aku kurus, tetap saja seperti kuda nil tersesat.” Ardhia mengeluh, dia ingin sekali langsing dan bergaya dengan berbagai macam model baju kekinian. “Apa yang harus kulakukan, tidak mungkin aku menangis memikirkan nasibku. Aku tidak boleh cengeng.” Walau hatinya sangat sakit rasanya, dia tidak ingin berjiwa cengeng. Dirinya harus kuat, ada mertua laki-laki di belakangnya.Ardhia mengambil HP, dia bermaksud menelpon Farah. Minta nasehat agar beban hidupnya se
Nissa berlari mengejar Yudha yang baru beranjak ke pintu. Gadis itu tidak mau jika ditinggal sendirian. “Aku tidak boleh terus di sini. Ardhia bisa mengadu kepada Papaku. Bisa-bisa semua yang sudah ditandatangani dibatalkan semua.” Yudha berusaha menjelaskan jika dirinya harus pergi kepada Ardhia.“Jangan pergi! Hiks hiks hiks.” Nissa berjongkok sambil memegang tangan Yudha. Air matanya mengalir deras di pipinya, menyisakan rasa perih karena tadi tersungkur ke pasir.“Mengertilah, Nissa. Kita tidak boleh bersama-sama terus. Apakah kamu mau menjadi miskin?” tanya Yudha. Perlahan-lahan lelaki itu melepas tangan Nissa yang menggelayutinya.Nissa tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Percuma dirinya memohon juga, kekasihnya itu tetap akan meninggalkannya.Nissa hanya bisa nangis terisak-isak. Dia menutup pintu dengan hati hancur. Menyandarkan tubuhnya sambil berfikir, mengapa hidupnya malang nian.Tentu saja dia tidak merasakan jika hati Ardhia juga sama hancurnya seperti dirinya. Dirinya han
Seno tersenyum bahagia melihat video yang dikirim Yudha. Pria itu melihat Ardhia tengah duduk sambil memainkan HP-nya. Akhirnya apa yang diharapkan olehnya akan terwujud.“Lihat, Ma. Mereka tampak rukun. Tidak sia-sia aku mengeluarkan banyak uang untuk kebahagiaan mereka.” Seno memperlihatkan layar handphone ke arah istrinya.Sejenak Wina melihatnya sambil tersenyum sinis. Dia yakin jika anaknya itu pura-pura bahagia. Bukankah dirinya sudah menyiapkan sesuatu untuk kebahagiaan anaknya itu.“Nissa di mana, ya?” tanya hati Wina. “Oh, iya. Pesan dari dia belum kubuka.” Mata wanita cantik itu melirik suaminya. Cepat-cepat dipasang senyum manis di bibirnya. Dia menunggu suaminya lengah. Dipasangnya headset biar tidak ada suara yang keluar dari video yang akan dilihatnya.Sebuah video yang dikirim Nissa memperlihatkan gadis itu masuk ke kamar hotel. Lalu beralih ke seorang pemuda yang berjalan di belakangnya.“Semoga dia cepat hamil.” Tanpa sadar Wina bergumam. Suaranya cukup keras untuk di
Ardhia melirik sebentar ke arah suaminya. Walau belum sepenuhnya melaksanakan kewajiban paling utama, dia merasa akan menang pada waktunya. Dirinya sudah cukup bahagia dengan tidur di sampingnya.Di sosmed Ardhia berteman dengan Nissa. Dia akan membuat sesuatu yang menggegerkan jagat raya. Layar aplikasi sudah siap di fitur siaran langsung. Dengan tersenyum dia memijit tombol on. Volume disetel sekecil mungkin. Yudha jangan sampai mendengar suaranya. Seketika bermunculan beberapa mata yang melihatnya. Beberapa ada yang tahu jika Ardhia pengantin baru. Komentar-komentar manis bermunculan.{Wah yang sedang bulan madu, selamat ya}Itu dari sohibnya Dina.{Hotelnya mewah sekali}Seseorang bernama Siti menimpali. Facebook Ardhia memang disetel publik, jadi siapa pun bisa melihat.{Gak nahaan, akhirnyaaa} Emut tutup mulut dan nyengir terlihat ditambahkan.Itu ulah Farah. Dia tahu jika perkawinan Ardhia sedikit bermasalah. Dia terharu saat sahabatnya bisa melewati itu semua. Tampaknya kini
Ardhia tertawa puas sambil menutup mulut. Dia berjingkat-jingkat menuju kursi dekat meja rias. Ingin melihat siapa saja yang komen. “Hah, ibu mertuaku kasih emot melongo. Ckckck … di luar nurul.” Ardhia senang karena orang-orang yang dibidiknya sudah melihat siaran langsungnya. Cepat-cepat Ardhia menghapus postingannya tersebut.Ping ping ping ping.Terdengar tanda pesan masuk di HP Yudha. Entah berapa puluh kali, pasti itu dari Nissa. Puas rasanya Ardhia sudah melakukan sesuatu yang memaksa mereka untuk mengakuinya sebagai istri Yudha.“Kurus aku jika lama-lama makan hati.” Ardhia mengusap lehernya yang rata. Tidak ada tulang menonjol seperti model-model. Dia yakin jika ikut senam BL (Body Language) juga dirinya pasti langsing. “Hoam.” Terganggu dengan bunyi ponselnya, Yudha membuka matanya. Dia meraba-raba kasur mencari benda tersebut sambil menguap.Rupanya rasa kantuk yang luar biasa tidak membuat lelaki itu membuka ponselnya. Dia malah tertidur lagi dengan layar ponsel yang terb