Ketika sesuatu yang lunak menempel di seluruh permukaan Kesya, meninggalkan jejak-jejak basah di beberapa bagian, dengan terpaksa Kesya membuka mata dan menyadari bahwa Sean tengah menatap mesra padanya. Kesya menekuk wajah hingga membuat dirunya semakin terlihat menggemaskan, Sean semakin gencar melancarkan aksinya hingga mengecupkan bibirnya di bibir Kesya. Tak ingin terbawa arus suasana Kesya menggunakan sebelah tangannya untuk mendorong wajah Sean menjauh darinya.
"Sean, aku masih ingin tidur." bisik Kesya dengan suara serak gaya khas bangun tidur."Kau sudah terlalu lama bersemedi dalam mimpimu sayang, dan aku tidak rela. Ayo bangun." aksi Sean malah semakin menjadi, dengan cepat dia merangkak naik ke atas tubuh Kesya."Apa yang kau lakukan? Menyingkirlah. Badan mu sangat berat." Kesya menempelkan kedua telapak tangannya menahan dada Sean, sementara dirinya berusaha menjauh."Kenapa hm? Kau gugup sayang, jantung mu berdetak kencang."Kesya terdiam menyembunyikan kesedihannya. Adrian yang kini mendorong kursi Kesya pun turut terdiam seakan mengerti apa yang tengah di rasakan oleh wanita itu. Setelah Kesya selesai melakukan terapi pertamanya, Sean pergi tiba-tiba meninggalkan Kesya bersama Adrian yang baru saja menampakkan diri pada saat itu. Sementara Dastan dan dokter Derrick pergi entah kemana, seperti sedang menghindar dari Kesya."Kesya, lihat taman itu." Adrian tidak bisa lagi menahan diri untuk bersuara."Bunga?" Kesya berujar pelan mengikuti arah telunjuk Adrian. "Ada apa dengan bunga?" lanjutnya kemudian."Bagaimana menurut mu bunga-bunga itu?" Adria berhenti mendorongan kursi roda keysa tepat di dekat taman.Kesya tersenyum tulus. "Indah.... sangat indah, bahkan keindahannya mampu menyihir setiap mata yang melihat." ujarnya kemudian.Adrian mengubah posisi, dia berjongkok mensejajarkan tingginya dengan Kesya. "Kau tahu, kau sama seperti bunga itu. Ke
Sean meringis kecil tatkala merasakan sakit yang luar biasa di kepalanya. Tangannya terulur pelan untuk memberi pijitan kecil disana. Mencoba meraih kesadaran sepenuhnya Sean mengerjapkan kedua kelopak mata dengan tempo teratur. Tersadar bahwa matahari sudah bersinar terang, secepat kilat Sean duduk dari posisi terbaring. Jantungnya berdegup kencang ketika melihat sisi ranjang Kesya yang sudah kosong."Kesya.... dimana Kesya?" Sean seketika turun dari ranjang mencari sosok wanita yang dicintainya.Belum sempat Sean menyentuh kenop pintu kamar mandi, suara pintu terbuka seketika menghentikan gerakannya. Disana, wanita yang sangat dicintai Sean berdiri lengkap dengan kedua tongkat yang menopang bobot tubuhnya."Kau sudah bangun? Maafkan aku harus meninggalkan mu, aku baru saja selesai terapi. Dan aku tidak tega untuk mengganggu tidurmu tadi. Lihatlah, kaki sudah mulai bisa bergerak, sebentar lagi aku akan sepenuhnya pulih. Aku benar-benar tidak sabar m
Kesya menutup mulutnya menggunakan kedua telapak tangan. Kedua matanya kompak membola melihat keindahan tempat itu. Udara segar langsung menerpa seluruh permukaan kulitnya. Hijaunya dedaunan menyelipkan damai tersendiri di hati. Saat ini Kesya berada di sebuah perkebunan luas milik keluarga Kingston. Semua tebakannya salah, ternyata kencan yang dimaksud Sean adalah berkunjung di desa terpencil ini.Kesya tersentak karena kaget saat merasakan kehangatan di balik punggungnya. Rupanya Sean melampirkan jas padanya menghalau dari rasa dingin yang kian menusuk."Bagaimana? Kau menyukainya?" Sean mensejajarkan tingginya pada Kesya yang sedang duduk di kursi roda."Aku tidak hanya menyukainya tapi teramat sangat menyukainya. Terimakasih untuk mu sayang." dengan cepat Kesya mengecup singkat pipi Sean.Sean tersenyum manis, debaran jantungnya terasa menggila. "Sayang? Terakhir kali kau memanggilku dengan sebutan romantis itu, pada saat kau sedang me
One Month Later.....Sudah hampir satu bulan lamanya, Kesya terkurung di sebuah kamar yang didominasi warna coklat. Berkali-kali Kesya mengerek bahkan memohon pada Sean agar diberi izin untuk keluar walau hanya sebentar, namun, Sean sama sekali tidak menghiraukan rengekan Kesya, sejak wanita itu diperbolehkan pulang, Sean berubah menjadi lelaki protektif bahkan over protective. Padahal keadaan Kesya sudah semakin membaik dan kini dia bahkan sudah bisa melakukan aktivitas seperti biasanya.Kesya mendudukkan dirinya di atas ranjang dan langsung saja matanya melirik ke samping tempat tidur. Seperti biasa, setiap paginya Sean hanya akan menitipkan pesan di atas nakas kamar sebelum berangkat ke kantor. Kesya melepas nafas kasar, tanpa membuka dia sudah sangat hapal isi surat itu, isinya tidak berbeda jauh dari hari sebelumnya. Apalagi kalau bukan kalimat-kalimat manis untaian cinta.Dengan malas, Kesya segera beranjak dari tempat tidur lalu menuruni
"Semua sudah siap?" Sean berujar setengah berbisik, sesekali matanya bergerak liar ke arah ranjang."Kalau bukan karena kau sahabatku, sudah ku bunuh kau saat ini juga." balasan suara dari balik panggilan terdengar meninggi."Aku tidak butuh retorika mu saat ini, yang ku inginkan hanya hasilnya." Sean dengan nada angkuh sama sekali tidak menanggapi kekesalan Dastan."Semua berjalan sesuai rencana mu." balas Dastan singkat."Kerja bagus. Kau memang bisa diandalkan. Tidak sia-sia aku memelihara mu selama ini." Sean berujar dengan nada ringan, sengaja semakin menabur bara di dada Dastan."Apa kau bilang! Kau pikir aku hewan peliharaan mu! Dasar gila! Kau memang...."Langsung saja Sean memutus panggilan secara sepihak, telinganya hampir meledak ketika Dastan berujar dengan suara membahana. Sean sama sekali tidak peduli apa yang tengah di rasakan Dastan disana, hanya saja sebagai sahabat yang sudah lama menjalin hubu
Suasana di hotel itu begitu mengharukan, semua tamu bahkan turut terhanyut dalam manisnya lautan bukti cinta Sean. Bulir-bulir air mata yang terasa hangat menghujani pipi Kesya, telapak tangan itu bergerak tanpa sadar menempel di di kedua bibirnya."Kau.... kau... bagaimana aku mengatakannya." kepala Kesya tertunduk saat bibirnya tak bisa mampu tuk sekedar berucap.Sean berusaha menahan diri untuk tidak segera membawa tidak tubuh bergetar Kesya ke dalam pelukan.Kesya menarik nafas panjang sebelum kemudian berujar. "Aku merasa tidak pantas untuk semua ini Sean, kau bahkan merendahkan dirimu di hadapan semua orang hanya untuk wanita seperti ku." Kesya menyeka air matanya yang semakin berjatuhan. "Kau tidak perlu melakukan seperti ini padaku, harga ku tidak semahal itu."Sean tersenyum tipis. "Kau tidak hanya sekedar berharga bagiku Kesya, tapi segalanya. Kau segalanya bagiku, aku tidak peduli dengan asal usul mu, yang ku tahu aku mencintaim
"Apa-apaan ini!" Charles melempar ponsel di atas lantai sesaat setelah menyaksikan sebuah berita yang mampu menghebohkan dunia. "Bisa kau jelaskan apa maksud semua ini!" tatapan mata Charles menggelap, ingin rasanya meremukkan seluruh tulang Ben detik ini juga."Maafkan saya Tuan namun, Tuan muda tidak menginginkan salah satu dari keluarga Kingston turut serta dalam pertunangannya tadi malam." dengan hati-hati Ben merangkai kalimat sebaik mungkin mencegah kemarahan Charles yang sudah tampak di wajahnya."Apa mulutmu tidak bisa berkata tidak! Apa kau lupa bahwa aku masih pemilik sah seluruh kekayaan Kingston. Seharusnya kau lebih patuh padaku daripada Sean!" dada Charles naik turun karena desakan emosi."Maaf Tuan namun, sesuai amanat para leluhur Kingston dahulu ketika putra tertua Kingston menikah maka secara otomatis seluruh harta dan kekayaan Kingston akan jatuh padanya. Sama halnya dengan hamba seperti kami, secara tidak langsung Tuan muda Sean a
Hai....Sesuai janji bakalan up lebih dari satu chapter..Terimakasih buat bintangnya yang mahalnya seperti darah🤣 Terimakasih juga yang udah kasih review..Kalian tau gak sih, sebenarnya jari aku udah pada pegel... Semoga gak patah yah kakak kakak.... WkwkwkkwPerlahan kaki Sheila mendekati ranjang Emily. Seperti merasa sedang dalam bahaya sontak saja tubuh Emily memberi respon. Dia meringsut mundur hingga terjebak di tembok."Kenapa nyonya Kingston yang terhormat, apa kau takut padaku?" seringai tajam Sheila seperti ingin mengoyak lapisan kulit Emily. "Kau... terlihat sangat mengerikan saat ini. Lihatlah, kulit mulus mu yang dulu terawat kini berubah menggelap dan menjijikkan. Wajahmu yang dulu selalu membuat kaum hawa berteriak iri kini tak lebih dari si buruk rupa. Rambut panjang yang dulu sehalus sutra kini berubah jadi kasar bagaikan aspal. Rasanya aku ingin menangis saat ini, dulu kau dipandang ratu oleh dunia tapi sekarang kau sama