"Ah....... brengsek!!! Kesya, Kesya, Kesya, Kesya, selalu Kesya." bunyi nada nyaring dari benda-benda yang beradu dengan lantai, begitu memekakan pendengaran. Dada Sheila naik turun karena emosi yang memuncak. "Wanita murahan itu sudah terlalu jauh menelusup kedalam hidup Sean. Aku tidak terima ini, aku tidak terima! Aku akan menghancurkan mu wanita murahan, jangan pernah bermimpi untuk menikmati indahnya hidup bersama Sean. Selama aku masih bernapas selama itu juga aku akan menjadi bayang-bayang kehancuran mu. Lihat saja, siapa diantara kita bertiga yang akan tersingkir, aku, kau, atau Sean. Jika Sean tidak bisa menjadi milikku, maka siapapun tidak bisa memilikinya, termasuk Kesya. Kisah ini belum berakhir dan aku akan menyingkirkan siapapun yang menghalangi langkahku untuk menjadi pemeran utama, karena Sheila tidak pantas menjadi seorang figuran."
Suara geraman beriring tawa mengerikan mengisi sebuah ruangan yang membisu dalam keheningan. Seperti predator yang siap memaTidak ada yang berani mengganggu suasana haru yang tercipta di ruangan itu, yang terdengar hanyalah suara tangis Kesya yang terbenam dalam pelukan Sean. Lengan kuat Sean mendekat erat seperti tidak ingin melepaskan walau sedetik pun. Mereka berdua tenggelam dalam dalam dunia mereka sendiri tanpa perduli keadaan sekitarnya. Sean berbisik lembut berusaha menenangkan Kesya dari derai tangis yang tak kunjung berurai."Sudah Kesya, aku ada disini, jangan menangis lagi." hiburnya pelan layaknya menghibur anak kecil yang menangis ketika permintaannya tidak dipenuhi.Ketika Sean berusaha untuk menciptakan jarak Kesya semakin merapatkan diri berusaha memeluknya kembali. Sean tidak bisa untuk tidak tersenyum, perasaannya sungguh lega ketika menyadari bahwa ini bukanlah mimpi. Hartanya yang paling berharga sudah kembali, kembali di sisinya."Sayang, aku akan sangat marah jika kau tidak berhenti menangis. Aku sudah pernah bilang bukan? Air matamu begitu menyakitkan. J
"Bagaimana hasil penyelidikan mu." belum juga Ben menarik nafas Charles langsung menodongnya dengan pertanyaan menuntut."Dari hasil penyelidikan saya tuan, kecelakaan nona Kesya bukanlah murni melainkan sudah direncanakan terlebih dulu." Ben berujar pelan mengamati lekat reaksi yang akan diberikan Charles.Charles mengangkat sebelah alisnya. "Aku tidak bodoh Ben, tanpa perlu kau jelaskan, aku sudah tahu kecelakaan itu sudah direncanakan. Kau tentu tidak lupa bukan? Ada banyak CCTV Kingston disana. Aku ingin lebih dari sekedar informasi murahan ini." geramnya kemudian."Maaf... maafkan saya tuan namun, sampai sekarang saya masih meraba terkait masalah kecelakaan itu. Terlalu sulit untuk menemukan titik terangnya." Ben menelan ludah gugup, raut wajah santai Charles benar-benar menakutkan. Dia seperti sungai yang tenang namun berpotensi untuk menghanyutkan."Benarkah? baiklah aku mengerti. Tapi... akhir-akhir ini pekerjaan mu selalu mengecew
"Lepaskan aku! Lepaskan aku! Aku tidak gila! Aku tidak gila!" Emily meronta sekuat tenaga melepaskan diri dari cengkraman kuat di kedua tangannya."Ibu.... Ibu... jangan bawa ibuku! Jangan bawa ibuku! Ibu...." Sean remaja berlari menghadang kedua pria yang membawa ibunya. Sambil menangis terisak-isak, dia berusaha melepaskan cengkraman di kedua tangan ibunya."Sean.... jangan menangis sayang. Kau tidak boleh menangis, anak ibu tidak boleh menangis." dengan nada bergetar Emily berusaha menenangkan Sean."Lepaskan ibuku! Ibuku tidak gila! Lepaskan dia!" kepalan tangan bertubi-tubi menghantam tubuh kedua pria itu."Sean....!!! Menyingkir dari sana, biarkan mereka pergi. Ibumu sedang sakit." Charles berdiri dengan gagahnya di Ujang tangga.Mendengar suara Charles langsung saja Emily menatap tajam padanya. "Bajingan kau Charles! Kau membuatku menebus segala dosa mu. Asal kau tahu, wanita yang kau anggap malaikat itu adalah ular berwu
Ketika Sheila melihat bahwa Sean sendirilah yang datang di ruangan itu. Dalam sekejap hanya memerlukan waktu satu detik ekspresi wajah Sheila langsung berubah. Wajahnya yang tadi dipenuhi emosi menggila, tiba-tiba beralih rupa menjadi memucat bahkan teramat sangat memucat."Kak.... Sean." Sheila berujar bergetar karena keterkejutan bercampur ketakutan.Begitu mendengar nama Sean, Kesya membeku sesaat. Rasa sakit di keningnya semakin bertambah, dia tidak ingin menunjukkan kelemahannya saat ini. Sean akan sangat khawatir padanya jika sampai dia mengetahui bahwa dirinya terluka lagi. Kesya melirik sekilas, benar saja, wajah Sean sudah berubah rupa menjadi seperti predator buas."Aku tanya apa yang kau lakukan!" Sean mendesis dengan memberi penekanan pada setiap kata. Sean sama sekali tidak fokus pada Sheila, matanya hanya berhenti pada satu titik, pada seorang wanita yang duduk di atas ranjang."Aku....aku...tadi hanya sedang bicara pada Kaka
Ketika sesuatu yang lunak menempel di seluruh permukaan Kesya, meninggalkan jejak-jejak basah di beberapa bagian, dengan terpaksa Kesya membuka mata dan menyadari bahwa Sean tengah menatap mesra padanya. Kesya menekuk wajah hingga membuat dirunya semakin terlihat menggemaskan, Sean semakin gencar melancarkan aksinya hingga mengecupkan bibirnya di bibir Kesya. Tak ingin terbawa arus suasana Kesya menggunakan sebelah tangannya untuk mendorong wajah Sean menjauh darinya."Sean, aku masih ingin tidur." bisik Kesya dengan suara serak gaya khas bangun tidur."Kau sudah terlalu lama bersemedi dalam mimpimu sayang, dan aku tidak rela. Ayo bangun." aksi Sean malah semakin menjadi, dengan cepat dia merangkak naik ke atas tubuh Kesya."Apa yang kau lakukan? Menyingkirlah. Badan mu sangat berat." Kesya menempelkan kedua telapak tangannya menahan dada Sean, sementara dirinya berusaha menjauh."Kenapa hm? Kau gugup sayang, jantung mu berdetak kencang."
Kesya terdiam menyembunyikan kesedihannya. Adrian yang kini mendorong kursi Kesya pun turut terdiam seakan mengerti apa yang tengah di rasakan oleh wanita itu. Setelah Kesya selesai melakukan terapi pertamanya, Sean pergi tiba-tiba meninggalkan Kesya bersama Adrian yang baru saja menampakkan diri pada saat itu. Sementara Dastan dan dokter Derrick pergi entah kemana, seperti sedang menghindar dari Kesya."Kesya, lihat taman itu." Adrian tidak bisa lagi menahan diri untuk bersuara."Bunga?" Kesya berujar pelan mengikuti arah telunjuk Adrian. "Ada apa dengan bunga?" lanjutnya kemudian."Bagaimana menurut mu bunga-bunga itu?" Adria berhenti mendorongan kursi roda keysa tepat di dekat taman.Kesya tersenyum tulus. "Indah.... sangat indah, bahkan keindahannya mampu menyihir setiap mata yang melihat." ujarnya kemudian.Adrian mengubah posisi, dia berjongkok mensejajarkan tingginya dengan Kesya. "Kau tahu, kau sama seperti bunga itu. Ke
Sean meringis kecil tatkala merasakan sakit yang luar biasa di kepalanya. Tangannya terulur pelan untuk memberi pijitan kecil disana. Mencoba meraih kesadaran sepenuhnya Sean mengerjapkan kedua kelopak mata dengan tempo teratur. Tersadar bahwa matahari sudah bersinar terang, secepat kilat Sean duduk dari posisi terbaring. Jantungnya berdegup kencang ketika melihat sisi ranjang Kesya yang sudah kosong."Kesya.... dimana Kesya?" Sean seketika turun dari ranjang mencari sosok wanita yang dicintainya.Belum sempat Sean menyentuh kenop pintu kamar mandi, suara pintu terbuka seketika menghentikan gerakannya. Disana, wanita yang sangat dicintai Sean berdiri lengkap dengan kedua tongkat yang menopang bobot tubuhnya."Kau sudah bangun? Maafkan aku harus meninggalkan mu, aku baru saja selesai terapi. Dan aku tidak tega untuk mengganggu tidurmu tadi. Lihatlah, kaki sudah mulai bisa bergerak, sebentar lagi aku akan sepenuhnya pulih. Aku benar-benar tidak sabar m
Kesya menutup mulutnya menggunakan kedua telapak tangan. Kedua matanya kompak membola melihat keindahan tempat itu. Udara segar langsung menerpa seluruh permukaan kulitnya. Hijaunya dedaunan menyelipkan damai tersendiri di hati. Saat ini Kesya berada di sebuah perkebunan luas milik keluarga Kingston. Semua tebakannya salah, ternyata kencan yang dimaksud Sean adalah berkunjung di desa terpencil ini.Kesya tersentak karena kaget saat merasakan kehangatan di balik punggungnya. Rupanya Sean melampirkan jas padanya menghalau dari rasa dingin yang kian menusuk."Bagaimana? Kau menyukainya?" Sean mensejajarkan tingginya pada Kesya yang sedang duduk di kursi roda."Aku tidak hanya menyukainya tapi teramat sangat menyukainya. Terimakasih untuk mu sayang." dengan cepat Kesya mengecup singkat pipi Sean.Sean tersenyum manis, debaran jantungnya terasa menggila. "Sayang? Terakhir kali kau memanggilku dengan sebutan romantis itu, pada saat kau sedang me