Home / Rumah Tangga / Yang Mandul Itu Kamu, Mas! / Bab 1. Menyuruh Untuk Poligami

Share

Yang Mandul Itu Kamu, Mas!
Yang Mandul Itu Kamu, Mas!
Author: YOZA GUSRI

Bab 1. Menyuruh Untuk Poligami

Author: YOZA GUSRI
last update Last Updated: 2022-12-20 11:07:05

"Nak, kamu sudah menikah selama delapan tahun. Bagaimana usaha kalian untuk punya anak? Kenapa sampai sekarang belum ada hasil. Istrimu kenapa belum juga hamil?" ujar ibu mertuaku pada Mas Amar.

Aku sedang menguping pembicaraan mereka dari pintu yang tidak tertutup rapat. Awalnya aku ingin  menaruh baju yang telah terlipat. Tetapi, mendengar pembahasan mereka, aku tidak ingin masuk. Namun, tak ingin pula beranjak.

"Sabar, Bu. Mungkin Allah belum percaya pada kami. Apa yang bisa kami lakukan kalau memang Allah belum memberi. Ibu 'kan tahu, kami sudah berobat kesana kemari, tetapi memang belum rezeki saja. Kita harus sabar, Bu. Kalau sudah waktunya, Allah pasti akan kasih."

Mas Amar berkata dengan pelan. Aku merasa tenang mendengar perkataannya. Bibir membentuk garis senyum.

"Kemarin ibu ikut arisan di Rumah Bu Rahma. Kamu tahu 'kan kalau para ibu-ibu sudah berkumpul? ... Mereka menggosipkan kamu dan Arumi. Ibu sebenarnya tidak ingin menggubris perkataan mereka. Tetapi, gimana ya, Nak. Yang teman-teman ibu katakan, ada benarnya. Masa kamu dan Arumi belum juga punya anak, padahal kalian sudah lama menikah. Ibu sering minder kalau sudah ngumpul dengan mereka. Teman-teman ibu selalu menceritakan kelakuan cucu-cucu mereka. Ibu malu karena kamu belum juga punya anak." Ibu mertuaku memang berkata dengan pelan. Namun, setiap kalimat yang keluar dari bibirnya terasa sangat mengiris hati.

Mas Amar terdiam beberapa detik, lalu berucap, "Ibu 'kan sudah punya cucu dari Mbak Mira dan Mbak Maya. Kenapa harus minder?"

"Beda, Nak. Walau bagaimanapun, ibu tetap minder karena kamu belum punya keturunan. Kamu anak lelaki ibu satu-satunya dan ibu belum mendapat cucu dari kamu."

Mas Amar tidak berucap. Mungkin dia ingin mendengar curhatan ibunya tanpa memotong perkataan. Aku memaklumi perasaan ibu mertuaku. Tidak salah jika seorang ibu menginginkan cucu dari anaknya.

Aku juga sudah lama ingin memiliki anak. Tetapi mau bagaimana lagi kalau Allah belum berkehendak. Tanganku mengusap perut yang hingga kini masih rata. Ada harapan bisa mewujudkan keinginan ibu mertua. Tetapi, aku bukan penulis takdir kehidupan.

Lagi pula yang menjadi penyebab aku belum juga hamil, bukan dari aku. Tetapi karena Mas Amar. Hingga kini aku dan Mas Amar masih merahasiakan dari semua orang. 

Aku sudah berusaha melakukan apapun yang mereka suruh. Berobat apa lagi yang belum aku lakukan? Semuanya sudah! Tetapi, ya memang belum di kasih. Di suruh ke tukang pijit, aku mengikut. Di suruh ke orang dokter, aku pun ke sana. Bahkan aku juga pergi ke dukun atas perintah mertuaku. Bukan untuk meyakini, tetapi demi menyenangkan hati ibu mertua.

"Ibu ingin kamu menikah lagi, Nak! Memiliki istri dua  bukan dosa. Agama kita memperbolehkan. Mungkin memang benar ucapan teman-teman ibu kemarin, istri kamu itu mandul. Jadi percuma, Nak, menunggu berapa lama pun, kamu tidak akan bisa punya anak. Karena masalahnya itu ada di istri kamu."

Aku menahan sesak mendengar kalimat dari perempuan yang sejak menikah sudah aku anggap seperti ibu kandung. Kok bisa, menyuruh Mas Amar untuk menikah lagi? Apa beliau tidak memikirkan perasaanku sebagai istri? 

Ibu mertuaku memang sering memperlakukan aku tidak baik. Tetapi, aku selalu masa bodoh dengan hal itu. Demi menjaga kewarasan, aku berusaha untuk melupakan. Tidak pernah terbesit rasa benci untuknya.

"Bagaimana dengan Arumi, Bu? Dia pasti tidak setuju jika aku menikah lagi."

Aku akhirnya mendengar suara Mas Amar setelah suamiku itu lama terdiam. Perkataannya sungguh membuatku kecewa. Kenapa harus aku yang menjadi alasan? Kenapa tidak dengan tegas mengatakan, dia tidak ingin menikah lagi, karena mencintaiku?

Aku menaruh baju yang telah terlipat di atas meja, dekat pintu kamar. Mata mulai berkaca. Dada terasa sesak menahan tangis.

Rasanya ingin berlari ke kamar. Tetapi, aku masih penasaran, tentang akhir dari percakapan antara ibu dan anak yang kini masih berdiskusi. Apa mereka akan tetap memutuskan sesuatu yang menyakitkan bagiku?

"Arumi pasti akan setuju, Nak. Dia harusnya sadar diri karena sudah lama menikah, tetapi belum bisa memberimu keturunan. Kamu lihat tuh Si Deni, dia saja baru menikah tiga bulan lalu, tetapi istrinya langsung hamil"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Amy Amy
seru baru mulai baca..
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Yang Mandul Itu Kamu, Mas!   Bab 185. Hidup Tanpa Arah

    POV Amar Aku menggelengkan kepala. Bibir kembali menghisap benda yang ada di tangan, lalu mengepulkan asap. Aku tidak suka ketika ibu menjelek-jelekan Arumi dan Lilis. Mereka perempuan baik yang pernah aku sakiti. Sekarang mereka sudah hidup bahagia dengan pasangan masing-masing. Kabar yang aku pernah dengar dari Tante Lasmi, Lilis melahirkan anak kembar laki-laki. Dia menikah dengan seorang pedagang kaya raya. Setelah menjatuhkan talak, aku belum pernah lagi bertemu dengannya. Pasti sekarang dia sudah hidup bahagia bersama suaminya."Berhenti menjelek-jelekan Arumi, Bu. Aku tidak suka mendengarnya." Aku berkata tanpa melihat wajah ibu. Kini hati sudah terasa panas. Namun masih berusaha sopan dan tidak berkata kasar pada ibu. "Kenapa kamu sekarang selalu membela perempuan itu? Apa kamu menyesal karena telah bercerai dengan dia? Sadar, Amar! Arumi itu sudah menghina ibu. Dia juga mengusir ibu saat datang ke rumahnya, padahal kami hanya datang untuk bersilaturahmi. Mentang-mentang se

  • Yang Mandul Itu Kamu, Mas!   Bab 184 Aku Tak Ingin menikah Lagi

    POV Amar ***"Sekarang sudah lima tahun kamu hidup sendiri, Amar. Kenapa belum menikah juga? Ibu capek selalu menyuruh kamu menikah, tetapi kamu tetap keras kepala." Saat ini aku dan ibu sedang berada di teras rumah. Aku sudah tinggal menetap di rumah Mbak Maya sambil menjaga anak-anaknya. Rumahku sudah dijual sebagai modal usaha. Hanya saja usaha itu bangkrut, tak berkembang.Ibu sudah sering bertanya begini padaku. Tetapi aku selalu mengacuhkan. Selalu merasa jengkel jika ibu bertanya tentang menikah. "Amar, jawab ibu! Kamu tidak bisa begini terus. Ibu capek mendengarkan perkataan orang yang selalu menggosipkan kamu tidak punya istri. Sekarang hidup kita sudah kembali pulih. Kita sudah tidak punya utang lagi. Kenapa kamu belum juga mau menikah? Dulu kamu mengatakan pada ibu jika ingin melunasi semua utang lebih dulu, setelah itu baru mencari perempuan untuk dinikahi." Aku hanya menjadi pendengar atas keluhan ibu. Dulu aku memang pernah mengatakan pada ibu jika akan menikah setel

  • Yang Mandul Itu Kamu, Mas!   Bab 183. Malaikat Kecilku

    POV Yuda"Tidak apa-apa, sayang. Melahirkan normal dan tidak, kamu tetap sudah menjadi ibu. Tidak ada bedanya, sayang. Perempuan yang melahirkan normal dan operasi sama saja. Perjuangannya tetap bernilai pahala di mata Allah. Allah yang lebih tahu yang terbaik." Arumi tersenyum, matanya mengecil. Aku mencium bibirnya yang masih pucat. Lalu berkata, "makasih sudah melahirkan anak kita. Makasih sudah melewati masa kritis. Dan terimakasih sekarang sudah membuka mata." Ucapan lembutku membuat mata Arumi berkaca. Aku pun merasa haru dengan keadaan yang sudah dilewati. Dulu aku berjuang. Berkali-kali dipaksa untuk berhenti, tetapi aku tak mengindahkan. Sekarang aku telah mendapat Arumi dan Allah memberikan bonus anak dalam rumah tangga kami. Rencana Allah terlalu indah.Sekarang Arumi sedang di temani oleh ibu dan ayah. Aku meminta izin sebentar untuk keluar, ingin menelepon seseorang. Ada hal penting yang harus diselesaikan."Keluarkan mereka dari penjara. Tolong lunasi semua hutang mere

  • Yang Mandul Itu Kamu, Mas!   Bab 182. Hari Bahagia

    POV Yuda ***Aku yang sedang melamun tersadarkan dengan pergerakan tangan Arumi. Aku langsung berdiri dari kursi. Hati sangat senang melihat mata Arumi yang perlahan terbuka. Untaian dzikir dan doa terucap. Memohon untuk melindungi kekasih hati. Aku sungguh tidak siap kehilangan Arumi. Tak tahu akan hidup bagaimana jika Arumi tidak di sampingku."Sayang," ujarku dengan pelan, sambil menggenggam lembut tangan Arumi.Aku tersenyum. Menginginkan Arumi melihat senyumku saat pertama kali membuka mata. Aku sudah meminta tolong pada perawat untuk menjaga anakku dengan baik. Ibu dan ayah sedang di perjalanan menuju ke sini. Begitupun dengan orang tua Arumi, mereka juga sudah di perjalanan. "Aku di mana?" ujar Arumi dengan pelan, nyaris tak terdengar. "Kamu di rumah sakit, sayang. Anak kita sudah lahir setelah kamu dioperasi." Aku mengusap dan mencium kening Arumi. Arumi masih tampak bingung melihat sekeliling. "Terimakasih, sayang." Aku kembali berkata di jarak yang dekat.Arumi belum

  • Yang Mandul Itu Kamu, Mas!   Bab 181. Aku Pergi!

    POV AmarYa Allah, selamatkan Arumi. Sehatkan dia. Jika harus ada takdir buruk yang terjadi. Gantilah takdir kami. Aku rela merasakan sakit asalkan Arumi bisa sembuh. "Arumi tidak tahu jika aku melaporkan mereka ke kantor polisi karena telah mengancam akan melukai Arumi. Sebenarnya aku akan mencabut laporan jika Arumi telah melahirkan. Aku hanya ingin menjaga Arumi agar tetap baik-baik. Aku sengaja tidak memberitahu Arumi karena di hari itu dia mengatakan padaku kalau dia kasihan pada ibumu. Meskipun ibu dan kakakmu telah melukainya, Arumi tetap menyuruh agar aku tidak melakukan sesuatu pada mereka … Arumi sangat baik, bukan? Kamu tidak usah khawatir, mereka akan aman di penjara. Aku hanya ingin membuat mereka merasa jera. Semoga bisa, karena mengubah karakter setiap orang itu sangat sulit. Jika kamu marah padaku, silahkan! Tetapi jangan melampiaskan amarah pada istriku, karena kamu akan berurusan dengan aku dalam kondisi emosi yang sangat parah."Semua perkataan Yuda membuatku ingin

  • Yang Mandul Itu Kamu, Mas!   Bab 180. Aku Yang Salah

    Pov Amar "Mana istriku?" Suara bas terdengar di telinga. Aku langsung berdiri dan menatap lelaki yang berada di hadapan dengan tatapan murka. Mungkin dia dari kantor. Pakaian kerjanya masih lengkap menutupi badan."Belum keluar. Masih di ruang operasi," ujarku pelan. "Jika terjadi sesuatu pada istri dan anakku. Kamu tidak akan selamat. Aku pastikan kamu akan celaka." Tak takut dengan ancaman lelaki yang aku ketahui bernama Yuda. Aku memang salah. Jika dia akan mencelakaiku, tak mengapa. Itu memang hukuman yang pantas untuk aku.Yuda duduk di kursi, aku pun menyusul untuk duduk. Aku kembali menatap pintu ruang operasi. Melirik Yuda, ternyata dia juga melakukan yang sama denganku. Arumi jatuh ke tangan yang tepat. Lelaki ini terlihat sangat mencintai Arumi. Jika Arumi tidak mendapatkan kebahagiaan saat bersamaku dulu, mungkin bersama lelaki ini, Arumi sudah bahagia.Seharusnya aku tidak lagi mengganggu hidup Arumi. Jika aku menyelesaikan sendiri masalah ibu dan Mbak Mira tanpa meli

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status