"P-putri Wilburn." salah satu wanita muda yang memakai gaun berwarna putih dengan bentuk bunga primrose menyebut nama lengkap Clarence dengan gugup."P-putri, salam."Niat awal Clarence mendatangi para wanita bangsawan itu adalah untuk menemui Dissy Lein Rosewood, seorang wanita muda bangsawan yang menurut Pangeran adalah musuh bebuyutannya. Clarence ingin berbicara secara langsung dengan musuh Clarence asli, untuk mengetahui siapa yang paling jahat. Pemilik tubuh ini, atau Dissy?Clarence juga perlu mengenal 'siapa' itu Clarence Wilburn yang asli. Karena bertanya pada Pangeran tidak memberikannya jawaban yang diinginkan, Clarence memutuskan untuk memulai langkah pertamanya dengan Dissy Lein Rosewood.Namun sayang, ketika Clarence menghampiri mereka semua, ekspresi ketakutan——yang semula Clarence pikir hanya ditujukan pada Pangeran——kembali menghiasi ekspresi mereka. Wajah yang dibubuhi oleh bedak tebal itu makin terlihat memucat. Ini membuat Clarence penasaran. Dia tertarik mencari ta
Meminta sesuatu pada takdir kematiannya adalah pilihan yang buruk.Dan sayangnya, Clarence baru menyadari hal itu setelah ucapannya keluar. Dia terdiam, dan membeku. Diam-diam menyalahkan diri sendiri karena telah bertindak impulsif tadi.Tidak ada tanggapan dalam waktu yang lama.Keheningan yang menyesakkan terjadi selama beberapa saat, dan baru menghilang saat Leopold tertawa mengerikan.Pundak Clarence seketika menegang. Terutama, saat tanpa sengaja dia menatap mata biru Leopold yang kini bak binatang buas, menatapnya dengan tajam."Yang Mulia——" Clarence menggigit lidahnya. Kehilangan kata-kata. Dimana keberaniannya yang sangat membeludak tadi? "S-saya..."Tiba-tiba saja, Leopold berdiri, membuat kalimat Clarence terhenti dengan paksa. Dada bidangnya kini berada tepat didepan matanya. Ketika Clarence mengangkat kepalanya sedikit, dia langsung berhadapan dengan dagu Leopold, yang... seksi.Clarence meneguk saliva dengan kasar. 'Bukan waktunya untuk memikirkan hal itu, Cla' dia mene
Clarence mengulum bibirnya ke dalam. Meminta perceraian secara langsung gagal. Jelas saja, itu adalah rencana yang buruk. Tidak mungkin ada orang yang akan menyetujui perceraian di hari pernikahannya.Jadi, Clarence harus beralih pada rencana lain. Namun apa itu?Dia tidak tahu. Dia masih akan memikirkannya. Yang jelas, saat ini, ada hal paling penting yang harus dia lakukan.Dan apa itu?Clarence mengembangkan senyum secerah matahari sembari melangkah dengan anggun menuju kamar milik pangeran Leopold. Pesta pernikahan sebetulnya belum selesai, masih ada beberapa rangkaian acara lagi. Namun, karena tipu daya yang ia lakukan, ia akhirnya berhasil menyelinap keluar dari aula tanpa diketahui oleh siapapun, bahkan pangeran Leopold sendiri.Yah, dia tidak bisa membayangkan apa yang ada di kepala orang-orang nanti saat menyadari, bahwa tokoh utama dalam acara ini malah menghilang. Pangeran Leopold mungkin akan marah, tapi Clarence berusaha untuk menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak ha
"Apa ini?" Clarence mengambil pigura foto dengan latar belakang kebun. Keningnya mengerut. Ini adalah pertama kalinya dia melihat gambar tersebut, tapi rasanya sangat familiar. Deja vu, yang cukup berat.Seakan-akan... itu adalah benda yang pernah ia lihat sebelumnya.Dibelakangnya, Erun dalam balutan baju handuk tersenyum. Dia mendekat, dan memeluk pinggang Clarence erat dari arah belakang. "Itu adalah foto yang kau ambil lima bulan yang lalu, Cla.""Mm-hm." Clarence bergumam tidak jelas. Dia memegang tangan Erun, lantas menjauh dari rengkuhan pria itu. "Aku gerah." Kata Clarence beralasan. Padahal, kenyataannya adalah dia merasa was-was. Ini adalah novel dengan latar kerajaan, dan tentu saja etiket dan adab sangat dijunjung tinggi. Makanya, Clarence ingin meminimalisir kemungkinan ketahuan.Pokoknya, tidak boleh ada masalah sebelum dia bertindak untuk merubah alur.Ada perubahan dalam ekspresi Erun——dia kecewa. Tapi, pada akhirnya, Erun tidak memaksa Clarence. Dia menuruti apapun yan
Dia tidak tahu apa yang terjadi setelah itu. Ingatannya berhenti pada saat dirinya menaiki kereta, dan kemudian karena kenyamanan fasilitas, dia mungkin tertidur.Namun...Clarence membeku. Dia mengangkat tangannya, yang terdapat memar di pergelangan, lantas beralih ke jendela. Kaca besar itu menampilkan pemandangan malam. Langit tanpa bintang dan bulan, tertutup malam hitam yang membuat segalanya makin gelap.Ya. Gelap. Begitu Clarence terbangun, dia dalam keadaan berbaring di ranjang, di ruangan temaram. Tidak ada yang familiar disini, kecuali aroma wewangian yang mirip bunga melati.Siapa yang membawanya kesini?Pertanyaan itu akan dapat ia jawab apabila bisa melihat seisi ruangan dengan jelas. Namun sayangnya, Clarence bahkan tidak bisa bangun dari ranjang karena kedua kakinya dirantai. Dia sudah berusaha melepaskannya, tapi itu sia-sia. Bahkan sampai tangannya memar, borgol itu masih terpasang erat disana.Clarence mulai panik. Dia kemungkinan besar diculik. Mungkin oleh musuh A
Clarence menjadi sangat penurut hari ini. Itu lah yang menyebabkan Leopold merasa aneh. Ada perasaan gusar yang menyeruak di dalam hatinya, menyebabkannya bertanya-tanya. Bagaimana mungkin, seorang pemberontak seperti ini menjadi patuh tanpa sebab. Pernikahan ini memang hanya sebuah aliansi tanpa nama. Kerajaan ingin 'menggenggam' kekuatan Duke August, memastikan bahwa tidak akan ada pemberontakan di kemudian hari. Raja meminta, dan dia menyetujui tanpa syarat. Tentu saja, setelah sebelumnya menyelidiki tentang calon istrinya itu, dan mengetahui segalanya tentang dia. Tapi Leopold tidak menyangka, bahwa hanya dengan sedikit tekanan saja, Clarence bisa tunduk seperti ini. Matanya melihat wanita yang terengah-engah di bawahnya dengan sorot dingin. Pada awalnya, Leopold berpikir bahwa istrinya ini sedang merencanakan sesuatu yang bisa menodai nama baiknya. Namun... "Wanita yang diceraikan dengan tidak hormat oleh Pangeran setelah menjalani malam penyatuan, hanya akan berakhir dengan
Clarence tersenyum cerah. "Kalau begitu... bisakah anda mengabulkan keinginan saya, Yang Mulia?""... apa?"Ini adalah kesempatan, yang mungkin adalah terakhir kalinya. Dia tidak bisa melewatkannya begitu saja. Meskipun Clarence paham kalau apa yang terjadi semalam adalah 'hukuman', tapi dia tetap memasang muka tembok. Bertanya, seolah-olah Leopold mengambil sesuatu darinya secara paksa, dan meminta kompensasi dari suaminya itu.Lagipula, Clarence yang asli adalah gadis bangsawan bar-bar yang tidak tahu aturan. Jadi tidak tahu malu sedikit seharusnya tidak apa-apa. Toh, dia yakin tidak akan ada yang menyadarinya."Jika tidak bisa bercerai, maka... bagaimana dengan pernikahan kontrak?"Saat itu, matahari mulai bangkit. Sinarnya menelusup dari sela-sela tirai yang terbuka, dan membasuh dada telanjang Leopold. Wajah dinginnya nampak sedikit toleran karena itu. Dia... terlihat lebih mudah didekati dari biasanya, jadi Clarence berani mengajukan permintaan itu.Walau sialnya, dengan sinar
Mengejutkan!Gadis bangsawan yang dilewati Clarence seketika menahan napas, dan mematung, seolah-olah sangat ketakutan. Sementara yang laki-laki, memandanginya tanpa berkedip, sempurna takjub dengan kecantikan yang dia miliki.Tapi dia tidak berhenti atau menoleh sama sekali. Pandangannya tetap lurus pada punggung pria itu. Suasana yang Clarence buat menciptakan berbagai spekulasi di kerumunan. Perbincangan dengan nada rendah pun mulai terdengar, yang perlahan-lahan, semakin panas."Entah kalian sadar atau tidak, tapi semenjak pernikahan, gadis bar-bar itu tidak membuat ulah sama sekali. Aku jadi curiga..." Seorang gadis dengan gaun bunga yang memiliki belahan panjang hingga setengah paha pada bagian bawahnya berbisik."Benar, aku tidak tahu kau juga memikirkannya. Kupikir hanya aku saja." Yang lain tertawa. "Haha, apakah Nona Lien dan Kansas berpikir gadis gila itu berubah? Tidak mungkin. Aku yakin dia hanya bersandiwara saat ini.""Kenapa kau memikirkan hal itu, Nona Adama? Aku pik