Share

5. My Beloved King

Meminta sesuatu pada takdir kematiannya adalah pilihan yang buruk.

Dan sayangnya, Clarence baru menyadari hal itu setelah ucapannya keluar. Dia terdiam, dan membeku. Diam-diam menyalahkan diri sendiri karena telah bertindak impulsif tadi.

Tidak ada tanggapan dalam waktu yang lama.

Keheningan yang menyesakkan terjadi selama beberapa saat, dan baru menghilang saat Leopold tertawa mengerikan.

Pundak Clarence seketika menegang. Terutama, saat tanpa sengaja dia menatap mata biru Leopold yang kini bak binatang buas, menatapnya dengan tajam.

"Yang Mulia——" Clarence menggigit lidahnya. Kehilangan kata-kata. Dimana keberaniannya yang sangat membeludak tadi? "S-saya..."

Tiba-tiba saja, Leopold berdiri, membuat kalimat Clarence terhenti dengan paksa. Dada bidangnya kini berada tepat didepan matanya. Ketika Clarence mengangkat kepalanya sedikit, dia langsung berhadapan dengan dagu Leopold, yang... seksi.

Clarence meneguk saliva dengan kasar. 'Bukan waktunya untuk memikirkan hal itu, Cla' dia menegur dirinya sendiri dalam hati.

Leopold menunduk, membuat napas hangatnya berembus mengenai Clarence. Dan seketika, ia menahan napas. Semakin sesak akan aura kuat yang berada dihadapannya ini.

"Bukannya aku telah mengatakan untuk memikirkan imbalan terlebih dahulu, istriku?" Tanya Leopold dengan nada rendah.

"Y-ya..." Suara Clarence bergetar. "Namun... ini..."

Tangan Leopold terulur untuk memegang dagu Clarence dengan lembut, lantas mengangkatnya sedikit hingga tatapan mereka bertemu. "Jadi kau telah memikirkannya?"

"Yang Mulia——" Clarence tercekat. Apa yang harus ia katakan?

"Kau sudah memikirkannya?" Sela Leopold dengan nada tajam.

Clarence menarik napas, lantas menggeleng. Masing-masing tangannya disisi tubuh mengepal. Sambil mengumpulkan sisa-sisa keberanian untuk menjawab pertanyaan Leopold.

"Tentu."

"Dan apa itu?"

Ada sedikit rasa masam di hatinya kala menatap mata Leopold. Pertanyaan itu, pangeran ucapkan tanpa sedikitpun rasa ingin tahu. Hanya ada kebosanan dan kemuakan.

"Kekuasaan penuh, dan banyak pendukung. Anda menginginkan hal itu, bukan?" Tanya Clarence sambil tersenyum manis——semoga saja terlihat begitu, walau yang terjadi adalah Clarence hanya menarik sudut bibirnya dengan paksa.

Leopold menyeringai. Tangannya, yang berada di dagu Clarence, mencengkeram dengan kuat. "Begitukah menurutmu?"

"Ya." Jawab Clarence dengan tegas, meski dirinya tidak benar-benar yakin. Salah atau benar belakangan, yang penting percaya diri dahulu.

Dan kepercayaan dirinya itu bukan omong kosong. Clarence lumayan mempercayai instuisinya. Dia sangat jarang keliru dalam menilai sesuatu.

"Kalau begitu... kau mengecewakanku, Putri."

Apa maksudnya...?

Leopold tidak menjelaskan ucapannya tadi. Sebaliknya, dia malah kembali duduk dengan postur sempurna, dan bersikap seolah-olah tidak baru saja mengatakan sesuatu yang ambigu.

Ini merupakan petunjuk, bahwa Leopold tidak lagi berminat akan apa yang ia katakan.

Namun, Clarence tidak bisa membiarkannya berlalu begitu saja. Dia harus segera meyakinkan Leopold untuk menceraikannya, agar bisa menghindari kematian.

Ya, Clarence ingin mengubah alur novel agar dia tidak mati di tangan suaminya itu. Dan jalan satu-satunya yang mampu ia pikirkan adalah... menjauhi Leopold, dan sebisa mungkin tidak berurusan dengannya.

"Yang Mulia——" Clarence seketika terdiam. Bukan karena Leopold menyela ucapannya lagi, melainkan baru terpikirkan sesuatu. Mengenai sesuatu yang ia ucapkan sebelum turun ke aula tadi.

Dan sontak saja, sudut bibir Clarence berkedut. Apa dia mengecewakan Leopold karena tidak mampu membuat kekacauan besar di bawah tadi?

Wah. Bagaimana bisa dia membuat onar setelah tahu takdir kematiannya?

***

My Beloved King, adalah novel romansa tragis yang menjadi bacaan favorit Clarence dahulu.

Berkisah mengenai sebuah kerajaan besar yang ada di Utara, namun memiliki kutukan berupa raja tiran. Wilayah besar, sumber pangan berlimpah, namun rakyatnya amat menderita. Segala bahan yang ada di alam telah bangsawan rampas habis-habisan, menyebabkan rakyat banyak terjangkit busung lapar.

Kepemimpinan tiran itu dimulai dari raja pertama, dan terus diturunkan penerusnya. Tak terkecuali, raja ketujuh, Leopold Dale Wilburn. Kejam merupakan nama belakangnya. Ketika masih berusia lima tahun, dia sudah mampu menghilangkan nyawa sepuluh orang dewasa. Dan semakin bertambahnya usia, semakin ringan pedangnya menggorok leher seseorang.

Julukan Leopold adalah iblis kematian.

Naas, meski anak tunggal, tahta itu tidak secara resmi menjadi milik Leopold. Tetap harus terjadi perebutan, untuk membuktikan siapa yang pantas menjadi raja. Dan lawannya, adalah Erun Lexion Uli——keponakan jauh ratu.

Berkebalikan dari apa yang Leopold lakukan, Erun justru berupaya menarik cinta para rakyat sebanyak-banyaknya. Dia rajin bersedekah dan terjun langsung untuk membantu rakyat. Sifatnya juga ramah, dan selalu tersenyum. Karena itu, dia menerima banyak cinta, serta pendukung juga.

Tahta sama sekali tidak berarti tanpa adanya pengikut setia. Dan lambat laun, dibandingkan kepemimpinan tirani yang Leopold tampilkan, pengikut Erun semakin bertambah besar.

Dan ini hanya berarti satu, terancamnya posisi Leopold sebagai calon raja.

Sebagai Auva, dia mengingat jelas apa solusi yang Leopold pikirkan setelah menghadapi ancaman itu.

"Pernikahan?" Raja bertanya dengan sebelah alis terangkat.

Didepannya, Leopold menekuk lututnya hingga menyentuh lantai. Anggukan menjadi jawaban. "Ya, saya meminta restu Ayahanda untuk menikah."

Raja tertawa sarkas. "Lantas siapa calon istri yang kau inginkan, Leopold?" Tanyanya dengan nada tajam. Dengan kentara, raja menunjukkan asumsinya, kalau tidak mungkin ada seorang gadis bangsawan yang mau menikahi putranya yang tiran itu dengan sukarela.

Dan tebakan raja memang seratus persen benar. Leopold tidak berniat mencari pasangan dengan cara normal. Jika dia bisa merebut paksa dari keluarganya, mengapa masih melakukan sesuatu yang rumit?

Berkebalikan dengan reaksi keras yang raja tunjukkan, ratu masih mau bersikap ramah pada sang putra. "Apa kau mengizinkan Ibu untuk memilihkan kandidat untukmu, Putraku?"

"Tidak perlu, Ibunda." Leopold menjawab datar. "Saya telah memiliki pilihan."

"Siapa itu?"

"Clarence Divn Rivas."

Ratu tercekat. "Keponakan bangsawan Rivas itu? Si Ratu Iblis?"

"Benar, Ibunda."

Ya. Clarence, seorang putri bangsawan cantik yang memiliki sifat bak antagonis sejati. Dia nyaris tidak memiliki kebaikan dalam dirinya. Segala hal yang ia lakukan hanya demi dirinya sendiri, tanpa mempedulikan orang lain.

Padahal, dia adalah gadis yatim piatu. Orangtuanya meninggal dalam perang besar yang terjadi dua puluh tahun yang lalu, dan menyebabkan dia terpaksa tinggal bersama sang paman——satu-satunya keluarga yang tersisa. Namun, karena kekayaan yang August miliki, Clarence menjadi tidak terkontrol, dan makin egois.

Itu adalah karakter yang sangat buruk, tapi sangat sesuai dengan apa yang Leopold inginkan. Dia membutuhkan seorang istri dengan latar belakang kuat, dan karakter baja, sehingga dapat membantunya mengukuhkan posisi kelak.

Bagian itu adalah adegan yang paling disukai Auva. Permulaan kisah. Sebuah novel tragedi, yang dikemas dalam cerita romansa manis antara Clarence Divn Rivas, dengan selingkuhannya, Erun Lexion Uli. Cinta keduanya begitu indah, dan amat mengharukan karena dihalangi oleh fakta bahwa Clarence merupakan seorang istri dari pangeran.

Jenis kisah cinta yang sangat Auva sukai. Dia bahkan membacanya berulang kali, hingga halaman novel menjadi lecek.

Sayangnya, ending yang ada di novel sangat jauh dari apa yang Auva harapkan. Clarence mati, karena tuduhan perselingkuhan dan pembocoran data internal kerajaan. Disana disebutkan, bahwa hakim telah mengungkap pada publik bahwa Clarence, yang saat itu telah memiliki posisi sebagai ratu, sengaja memberikan data rahasia itu pada pamannya, demi tujuan pemberontakan.

Karena itu, tanpa pikir panjang, Leopold yang telah menjadi raja segera memerintahkan pemenggalannya.

"Aku ingin menghilangkan nyawamu, istriku."

Lantas pedang itu terayun, dan memotong kaki Clarence dengan kejam.

Clarence membuka mulut, tapi tidak ada teriakan yang terdengar. Lidahnya telah dicabut beberapa hari yang lalu, menyebabkan dia kehilangan kemampuan untuk berbicara.

"Dia merealisasikan rencana balas dendam itu memakai tangan kanannya, maka potong segera."

Clarence segera menatap mata Leopold dan memohon tanpa kata, namun pria itu lagi-lagi tidak mengacuhkannya.

Dan segera, kapak yang dipegang pengawal lain mengayun, memotong tangan kanan Clarence tanpa belas kasihan. Dia memekik lagi, namun tidak ada suara yang dapat keluar.

Sangat menyakitkan. Sensasi ketika benda tajam itu memotong anggota tubuhnya begitu menyakitkan, hingga dia merasa bahwa ini adalah neraka.

Terutama, ketika suaminya sendiri yang memerintahkan pengawal untuk membunuhnya secara perlahan, agar dia bisa merasakan ribuan rasa sakit yang mengantarnya pada kematian.

Hening beberapa saat, dan Leopold, melangkahkan kaki mendekat. Dia berjongkok, mengelus wajah Clarence. Jari telunjuknya itu menelusuri mata, hidung, dan bibir Clarence secara perlahan. Hingga, berhenti di bibir bawah, dan Leopold mencubitnya dengan keras.

Pandangan kosongnya beradu dengan pupil bergetar Clarence.

"Kau menyelingkuhiku, Cla." Bisik Leopold dengan nada serak.

Dan kemudian, dari belakang punggung Clarence, belati yang ada di tangan Leopold menusuk jantung istrinya itu tanpa belas kasih.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status