Share

9|Akhir Pekan

Sebentar lagi shift kerjaku akan berakhir. Café masih terlihat cukup ramai, meskipun kebanyakan dari mereka jarang menghabiskan makanan ataupun minuman yang dipesannya. Aku baru beberapa hari bekerja disini, aku sedikit-sedikit sudah mulai terbiasa dengan pekerjaannya, dan aku juga sudah mulai terbiasa dengan para karyawan yang lain. Mereka ramah, dan juga baik padaku.

“Alan, shift kamu udah abis kan? Udah sini biar aku aja yang lap mejanya,” ucap kak Asri yang baru saja datang untuk menggantikan shiftku.

“E-eh. Terima kasih kak, kalau begitu saya permisi.”

Aku langsung menyerahkan lap meja itu pada kak Asri, dan berjalan menuju ruangan ganti. Aku bersyukur jika karyawan disini itu ramah-ramah, dan kebanyakan dari mereka lebih tua dariku. Sebelum mengganti pakaian, aku memeriksa ponselku terlebih dulu. Aku melihat riwayat panggilan tak terjawab dari Anton.

Aku langsung menelponnya balik karena takut jika ini hal penting. Tak lama Anton langsung mengangkat telponnya.

“Hallo, Anton? sorry tadi aku masih ada shift. Ada apa?” tanyaku.

“Besok masih ada kerja gak?”

“Besok sabtu ya… nggak ada.”

“Bisa nemenin aku besok gak? Sampe orang tuaku pulang nanti. Besok orang tuaku mau ke luar kota, katanya sih hari minggu juga pulang.”

“Baiklah-baiklah…”

“Pokoknya dateng aja ya, kamu belum tahu rumahku kan? Nanti aku share alamatnya. Kalau begitu sampai besok…” Anton pun menutup telponnya setelah itu, dan tak lama setelah itu dia langsung mengirim alamat rumahnya padaku.

Setelah berpamitan kepada karyawan yang lainnya aku pun pergi pulang.

Sesampainya di depan rumah, aku melihat ibu yang berdiri di depan teras. Dia menyilangkan kedua tangannya, dan mulai menatapku saat sadar aku sudah pulang. Aku jadi ragu-ragu untuk masuk ke rumah. Ibu tersenyum ramah padaku, meskipun begitu aku ragu ini semua akan baik-baik saja.

“Aku pulang… n-ngapain ibu disini, di luar dingin tau…” ibu semakin mempertajam senyumannya.

“Kamu pasti capek, ayo masuk. Kalo mau mandi cepet ya, selagi kosong…”

Aku langsung jalan cepat memasuki pintu rumah untuk kabur. Setelah mandi, dan makan, aku mulai merapihkan pakaianku untuk pergi menginap besok di rumah Anton. Aku mengambil sebuah tas selempang yang ada di dalam lemari pakaianku.

Aku tadinya hanya ingin mengambil dua buah pakaian santai untuk besok, tapi secara tak sengaja aku malah membuat semua isi lemariku keluar, dan berserakan di lantai.

Saat sedang sibuk merapihkan pakaian yang berserakan, aku mendengar suara ketukan pintu dari luar pintu kamar. 

Tok…

Tok…

“Alan? udah tidur?”

“Belum. Ada apa bu?”

Pintu perlahan terbuka, dan aku melihat ibu perlahan masuk ke kamarku.

“Kamu bekerja paruh waktu ya…?”

Pada akhirnya akan ketahuan juga ya… ya disembunyikan pun tidak akan bertahan lama.

“Y-ya… hanya, tunggu darimana ibu tahu?”

“Tentu saja tahu. Kamu selalu pulang telat akhir-akhir ini bukan? Kenapa kamu bekerja? Apa uang jajanmu kurang?”

“Tidak, aku hanya ingin punya tabungan sendiri saja…”

“Kamu… mau pergi ke Jepang ya?”

Aku langsung terdiam saat ibu mengatakan itu. 

“Entah berapa besar upah kamu disana, tapi tiket pesawat itu mahal… kamu beneran ingin pergi kesana?”

Pergi ke Jepang ya… mungkin itu ide yang bagus. Itu bisa jadi kesempatanku untuk pergi menemui Mitsuki… 

“Mungkin lain kali, sudah bu. Aku mau tidur…”

“Jangan lupa belajar ya… ibu gak ngelarang kamu kok. Lain kali jangan disembunyiin lagi ya…”

Setelah itu ibu pun pergi keluar dari kamarku. Aku menutup pintu, dan menyalakan komputer di kamar. Komputer ini bekas ayahku, dia bilang sudah tidak memerlukannya lagi karena lebih sering menggunakan lapto. Aku beruntung sekali jika dia memberikannya padaku.

Aku mencari tau di internet tentang harga tiket pesawat, dan hasilnya benar-benar membuatku terkejut. Ini benar-benar mahal, terlalu berlebihan untuk seorang pelajar jika mengeluarkan uang sebanyak ini. Tapi, meskipun begitu… niatku untuk pergi menemui Mitsuki di Tokyo masih belum gugur. Mungkin perlahan, tapi pasti. 

Jika saat ini aku tidak bisa menemuinya di Tokyo, mungkin nanti. Aku tidak tahu kapan, tapi aku yakin hari itu akan benar-benar datang. Hari dimana aku… aku akan melihatnya tersenyum lagi secara langsung.

Setelah semua pakaian selesai aku merapihkan pakian-pakaian yang berantakan, aku mengambil ponselku yang tergeletak di atas kasur. Aku melihat ada pesan dari Mitsuki, dan karena shift bekerja tadi aku belum sempat membalasnya.

Dan sekarang Mitsuki tahu jika aku bekerja paruh waktu. Karena sekarang aku bekerja paruh waktu, akhir-akhir ini aku hanya saling bertukar pesan saja dengan Mitsuki. Aku juga tidak ingin menelponnya jika sudah terlalu malam, karena perbedaan waktu yang cukup jauh itu membuatku berhati-hati saat berkomunikasi dengannya.

-

-

-

Esok harinya aku bersiap pergi menuju rumah Anton, untungnya aku tidak bangun kesiangan, dan terhindar dari tamparan Naomi yang menyebalkan.

Setelah bersiap-siap, dan meminta izin pada ibuku untuk menginap di rumah teman, aku pun berangkat menuju rumah Anton pagi ini. Sebelum berangkat aku memeriksa ulang alamat rumah Anton lewat peta. Rumahnya ternyata cukup jauh juga, sekitar delapan kilometer dari sini. Di tengah perjalanan aku sengaja mengunjungi minimarket terlebih dahulu untuk membeli beberapa cemilan untuknya.

Setelah cukup lama berkendara, akhirnya aku menemukan ciri-ciri rumah yang Anton katakan. Aku sampai di depan rumah yang… ya ini rumah yang cukup besar. Aku bisa melihat Anton menungguku di depan teras rumahnya. Aku menyapanya dengan membunyikan klakson, Anton yang menyadari itu langsung menghampiriku, dan membuka gerbang rumahnya.

Rumah besar yang di dominasi oleh warna kuning, dan juga oren. Di dekat pagar rumahnya juga banyak tumbuhan yang tertanam, meskipun sebagian besarnya sudah mati, dan mengering… Aku merasa prihatin pada tanaman tersebut.

“Maaf ya, ngerepotin. Ayo masuk.” 

Tanpa basa-basi Anton langsung mengambil kresek cemilan yang aku bawa, dan meninggalkanku masuk.

“Oi, tunggu lah…”

Anton membuka pintu rumahnya, dan begitu aku masuk banyak foto-foto keluarga yang di tempel di dinding. Bahkan aku bisa menebak foto mana saat Anton masih kecil. Yang berjanggut putih itu… sepertinya kakek Anton, dia terlihat berwibawa sekali. 

“Kamu mau minum apa Alan?” teriak Anton yang entah sedang berada dimana.

“Apa aja…”

Begitu masuk aku malah asik mengamati foto-foto keluarga Anton. Tak lama kemudian Anton muncul sambil membawa dua buah gelas besar yang berisi air minum, dari luar sepertinya itu jus jeruk.

“Ayo sini, kamarku di depan sana.” Mata Anton menunjuk ke sudut Lorong rumah itu, Anton berjalan perlahan sembari berhati-hati membawa dua gelas minuman.

Aku pun mengikutinya berjalan dari belakang, sambil masih terus melihat-lihat seisi rumahnya.

“Lan bukain dong pintunya. Aku susah nih…”

“Ribet banget sih…,” aku membuka sebuah pintu berwarna coklat gelap yang penuh dengan sticker.

“Ini airnya, abisin ya,” setelah pintu terbuka Anton pun masuk, dan meletakkan kedua gelas yang dibawanya.

Kamarnya bersih, aku pikir akan berantakan… Kasurnya terlihat rapih, buku-bukunya juga. Disini tidak sesak, dan jendelanya terbuka. Kasurnya ternyata cukup besar juga, ini mungkin akan muat untuk tidur dua orang, atau mungkin tiga orang.

Karena merasa haus aku pun mengambil gelas itu, dan meminumnya. Saat baru saja menyentuh bibir, dan lidah, aku langsung meletakan gelas itu kembali di atas meja. Rasanya asam sekali, Anton bikin apaan sih…”

“Asem banget, apaan nih?” tanyaku.

“Jus jeruk, campur lemon. Bagus ini, banyak vitamin C nya…”

Anton meneguk itu sampai habis, dan mendesah panjang. Aku yang merasa tak enak pun ikut menghabiskan minuman itu, wajahku tak tahan menahan rasa asam yang begitu tajam.

“Main game yuk, aku punya game konsol. Biasanya aku main sama kakak perempuanku sih, tapi dia sekarang dia sibuk.” Anton mengambil dua buah controller game, dan menunjukkan sebuah playstasion tiga padaku.

“Aku baru tahu kalau kamu punya kakak perempuan.”

“Kalau Alan? anak tunggal?”

“Aku punya adik perempuan, dia masih kecil, dan menyebalkan.”

“Haha, kakakku juga terkadang menyebalkan. Ini teh mau main gak sih?”

“Iya-iya, ayo.”

Setelah itu kami berdua pun bermain game cukup lama, Anton selalu kalah olehku, dan terus beralasan jika controllernya rusak. Meskipun sudah ditukar tetap saja kalah, dasar…

Hingga akhirnya Anton berhenti bermain setelah mendengar suara pukulan mangkok di luar rumah. Seolah dikejar anjing, dia bergegas berlari keluar rumah. Aku yang penasaran pun menyusulnya keluar.

Dan di luar ada seorang pedagang bakso yang kebetulan lewat. 

“Mang! Tunggu mang!” teriak Anton sambil terus berlari menuju gerbang.

Pedagang bakso yang sadar ada yang memanggilnya pun langsung berhenti, dan tersenyum ramah. Pria tua pedagang bakso itu terlihat sudah ber uban, tapi saat aku lihat lebih dekat, meskipun sedikit pendek, badannya itu cukup kekar.

“Alan kamu mau gak?” tanya Anton.

“Ah, iya mau. Pak saya gak pake pedes ya, di bening aja.”

“Kalau saya saus kecap, dan kasih sambel ya pak.”

Pria tua itu pun mengangguk, dan mulai membuat pesanannya. Tak lama kemudian pesanan kami berdua pun selesai, setelah membayar kami berdua pun kembali masuk ke dalam.

“Aku ambil mangkuk dulu ya.”

Setelah Anton mengambil mangkuk, aku pun menuangkan plastik berisi bakso itu. Saat baru saja ingin melahap bakso, ponselku berbunyi karena ada sebuah pesan, dan ternyata itu ada pesan dari Mitsuki. Karena ada sebuah notifikasi layar ponselku juga menjadi menyala, dan menarik perhatian Anton.

“Wah, siapa tuh? Cantik banget. Artis Korea ya? gak nyangka, aku baru tau kalo kamu suka begituan Lan…”

“Apaan sih, dia ini… dia ini, cuma temenku yang dari Jepang.” 

“Apakah betul hanya sebatas teman? Aku tidak yakin soal itu…” wajah Anton menjadi terlihat serius.

Aku berusaha untuk tak mempedulikan Anton, dan mulai mengetik untuk membalas pesan Mitsuki. Saat sedang fokus mengetik pesan, tiba-tiba saja ponselku menjadi sedikit lag, dan kemudian bergetar. Aku terkejut, dan sepertinya itu tergambar jelas di wajahku. 

“Kamu kenapa Lan?” tanya Anton, dia mendekat ke arahku, dan kemudian melirik ke arah ponselku, “waduh, ayo angkat Lan, gak bakal aku ganggu kok…” 

Ponselku menjadi bergetar karena Mitsuki menelponku, tapi… baru kali ini dia melakukan panggilan video padaku, dan bahkan ini baru pertama kalinya kami berdua akan melakukan panggilan video…

Bertatapan dengan Mitsuki?! Aku ragu-ragu untuk mengangkat panggilan video ini. Sedangkan Anton terlihat greget padaku.

Ini benar-benar terlalu mendadak… Apa aku angkat saja kali ya…?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status