Share

Jadi?

"Kita harus cari ke mana?" tanya Thalium pada Lawren dan Nikel yang berada di hadapannya.

"Bentar, gue telepon Wolfram dulu," ucap Nikel. Lawren dan Thalium mengangguk.

Mereka memperhatikan ponsel Nikel yang berdering, beberapa detik kemudian sapaan di seberang sana terdengar dengan sangat jelas.

"Yo, ada apa, Nik?" tanya Wolfram.

"Hallo, Fram. Lo tahu gak, Selen ke mana, kemaren pulangnya sama siapa? Soalnya dia nggak pulang ke rumah, nih. Kita-kita khawatir banget sama keadaan dia." 

"Selen? Nggak pulang? Gue tutup dulu teleponnya, nanti kalo ada info gue kabarin!" 

Tut ...

Panggilan diputuskan secara sepihak, Lawren, Nikel, dan Thalium mengangguk pasrah. Mereka akhirnya duduk di taman, menunggu kabar dari Wolfram. Mereka percaya, Wolfram akan menghubunginya kembali.

°°°

Di sisi lain, Wolfram tengah panik. Dia takut Xenon berubah menjadi psikopat gila, sehingga melukai Selen. Mengingat sebegitu dinginnya sikap Xenon pada Selen.

"Astaga, kok gue mikirnya ke sana, sih. Gimana kalo mereka kecelakaan coba?" tanya Wolfram pada dirinya sendiri.

Wolfram mencoba menghubungi Xenon, tak lama kemudian telepon pun tersambung, Xenon mengatakan bahwa Selen ada di apartement-nya dengan kedua orang tua mereka. Wolfram menghembuskan napas lega, meskipun ada beberapa pertanyaan di dalam benaknya. Dia pun langsung memberitahu Nikel akan hal itu melalui sambungan teleponnya.

"Selen aman, kalian nggak perlu khawatir. Dia baik-baik aja."

"Thanks, Bro!"

°°°

Kini, ruang tamu apartement Xenon tengah dihuni enam orang. Arsen dan Hydrargyrum—orang tua Selen, telah berada di sana. Mereka tentunya kaget akan fakta bahwa putri mereka telah melakukan hal tak senonoh dengan putra dari rekan kerjanya. Awalnya mereka tak percaya, bahkan marah pada Xenon dan Selen, karena perbuatan mereka keterlaluan.

Namun, setelah mendengar penjelasan dari kedua belah pihak, mereka akhirnya dapat memaklumi. Karena memang itu bukan sepenuhnya salah mereka, melainkan pengaruh obat perangsang yang telah dimasukkan ke dalam minuman, yang belum ditemukan siapa pelakunya.

"Kita perlu cari tahu, siapa yang telah menjebak putra dan putri kita," ucap Arsen, diangguki oleh semuanya.

"Namun, tetap saja kalian telah melakukan zina. Maka dari itu, kalian perlu menikah." Arsen melanjutkan pembicaraannya.

"Benar, ini bukan hal kecil yang dapat dianggap remeh." Seng membenarkan perkataan Arsen.

"Lebih cepat lebih baik," ucap Hydrargyrum.

"Iya benar, mereka harus segera dinikahkan," sahut Titanium.

Xenon dan Selen tidak ikut berbincang dengan kedua orang tua mereka. Hal yang dilakukan mereka adalah menunduk, mengangkat kepala mereka pun sangat malu. Mereka mendengarkan apa yang dibicarakan oleh orang tuanya. Apa pun itu, mereka akan mengikutinya. 

"Kalian setuju?" tanya Arsen menatap keduanya. 

"Xenon, Selen!" Arsen sedikit meninggikan suaranya, membuat keduanya tersentak kaget.

"Iya, Pah?"

"Iya, Om?"

Mereka bertanya pada Arsen, pasalnya Xenon dan Selen sama-sama bingung harus menjawab apa. Mereka juga sama-sama tidak mengetahui, apa yang perlu mereka setujui. Telinga mereka mendengar dari sebelah kanan, ke luar melalui telinga sebelah kiri. Jadi, tidak ada yang masuk sama sekali.

"Apa kalian siap dinikahkan empat hari dari sekarang?" tanya Arsen menatap keduanya lekat.

"Apa? Nikah? Jadi?" tanya Xenon kaget.

"Serius, Pah? Secepat itu?" tanya Selen, sama kagetnya.

"Iya, kalian akan dinikahkan empat hari dari sekarang," sahut Seng memperjelas.

"T-tapi, Pa—"

"Nggak ada tapi-tapi. Kalian akan segera dinikahkan, tidak ada penolakan!" seru Seng.

Kedua insan yang masih muda itu mengangguk pasrah, mau tak mau mereka harus menikah muda. Tuhan, apakah ini benar takdirmu untuk mereka? Tentu saja pasti, itu takdir dari Tuhan. Lagipula benar tindakan orang tua mereka, untuk mencegah hal-hal buruk yang bisa terjadi kapan saja, maksudnya hal serupa, lebih baik segera dinikahkan agar halal. 

"Untuk urusan dekorasi dan segala macam, biar kami yang urus semuanya," ucap Arsen.

"Urusan sekolah, kalian tak perlu khawatir. Itu urusan kecil bagi kami," sahut Seng yang tahu kedua anak itu akan berbicara ke arah mana.

Lagi-lagi, Xenon dan Selen hanya menunduk pasrah, berbicara pun tidak akan ada gunanya. Sungguh, ini di luar dugaan seorang Selenium Rutherfordium, menikah dengan Xenon dalam waktu dekat tidak pernah terlintas dalam benaknya. Tiba-tiba, Selen teringat sesuatu, ia menyenggol sikut Xenon.

"Hm?" 

"Lo denger, gak? Kemaren, gue sumpahin lo bakalan jadi suami gue." Selen mengatakan hal itu.

"Hm," jawab Xenon.

"Bakalan jadi nyata, dong," ucap Selen polos. Xenon merasa sebal, ia tak menggubris perkataan Selen.

"Sempat-sempatnya kalian bercanda seperti itu!" tegur Hydrargyrum.

"Sangat tidak sopan," sahut Titanium.

Oke, sekarang apa pun yang dilakukan oleh mereka salah di mata orang tuanya. Memang, kenyataannya anak tidak pernah benar di mata orang tua. Hal itu bukan hal yang tabu di kehidupan manusia.

Xenon dan Selen menjadi serba salah, meskipun memang benar kenyataannya mereka salah. Mereka kembali menunduk, enggan untuk berbicara atau melakukan apa pun, hanya akan membuat mereka semakin terpojokkan.

"Ayo, kita pulang!" ajak Hydrargyrum pada Selen, segera saja diangguki oleh Selen.

Mereka berpamitan, tetapi Arsen tetap di sana, ada beberapa hal yang perlu mereka bahas lebih lanjut. Hydrargyrum merangkul Selen, di dalam hatinya ia merasa sangat bersalah, tidak dapat menjadi ibu yang baik bagi anaknya. Dia terlalu sibuk dengan urusan kerjanya, sehingga membuat putrinya seperti ini.

"Maafin, Mamah." Kata itu yang terucap dari bibir seorang Hydrargyrum. 

"Selen yang harusnya minta maaf, Mah. Selen nggak bisa jadi anak baik yang mamah dan papah harapkan," jawab Selen seraya terisak.

                              °°°

Kepulangan Selen dan Hydrargyrum disambut hangat oleh Thalium, Lawren, dan Nikel. Mereka sangat berbahagia, melihat Selen baik-baik saja. Hanya saja, mereka melihat mata  Selen yang sedikit membengkak.

"Selen!" Mereka bertiga langsung menabrak tubuh Selen, memeluknya erat, mereka berpelukan saling melepas rindu.

"Lo baik-baik aja, 'kan? Tapi, kok, mata lo sembab?" tanya Thalium melepaskan pelukannya, menatap Selen dari atas sampai bawah.

"Iya, lo kenapa, Sel? Bikin kita khawatir aja." Lawren ikut bertanya.

"Lo nggak diapa-apain, kan, sama Xenon?" tanya Nikel.

Selen tak menjawab, ia malah merentangkan tangannya, mengisyaratkan agar mereka memeluknya kembali. Mereka akhirnya kembali berpelukan, Selen menangis di sana, sungguh dia merasa kotor, tak sanggup untuk bercerita pada mereka.

"Gue kangen kalian, sumpah! Gila sih, tapi gue bahagia kok bisa sama Xenon pas malem. Gara-gara mobil Xenon ada kendala gitu." Selen dengan gampangnya kembali ceria dan cerewet, sungguh dramatis sekali hidupnya.

"Beneran nggak papa, 'kan?" tanya Lawren masih penasaran.

"Beneran, pake banget. Gue nggak papa, serius dah," ucap Selen. 

"Awas aja kalo lo bohong!" Nikel menjitak kepala Selen.

"Udah, yuk, gue laper mau makan!" 

Mereka akhirnya masuk ke dalam rumah, untuk mengobrol lebih banyak. Lagipula, mereka sama-sama belum makan, hal itu yang menjadi faktor utama mereka masuk secepat mungkin.

°°°

Senja tampak terlihat indah, langit sebentar lagi akan berubah menjadi gelap. Meninggalkan sang senja yang datang hanya sesaat, tetapi meninggalkan bahagia yang melekat. Tampak dua pria tengah berbincang di bawah pohon rindang, mereka datang sejak beberapa menit yang lalu, di saat para pengunjung taman mulai pulang.

"Lo beneran ngelakuin 'itu' sama Selen, Xen?" tanya Wolfram dengan raut wajah serius.

"Iya, ada orang yang naro obat perangsang di minuman gue, dan Selen waktu itu minum juga."

"Gimana ceritanya sampe kayak gitu?" tanya Wolfram.

Xenon menjelaskan semuanya pada Wolfram, dari semenjak minum, di mobil, hingga di apartement. Semuanya rinci Xenon ceritakan, Wolfram mengangguk, mencerna setiap kata yang terlontar dari bibir Xenon.

"Apa pun keputusan lo, gue dukung, Xen." Wolfram merangkul Xenon, menyemangati.

Mereka sangat akrab, Wolfram bersedia mendengarkan keluh kesah yang Xenon alami. Sungguh, nikah muda tidak terlintas sedikit pun di benak Xenon. Memang benar, ekspektasi terlalu tinggi, hanya akan membuatmu terjatuh, hal itu terjadi pada Xenon. Sebenarnya, dia telah merancang kegiatan apa saja yang akan dia lakukan sebelum menikah, tetapi rencananya akan sia-sia, sebentar lagi dia akan menikah dengan Selen, gadis yang selalu mengejarnya.

"Gue ngerasa bersalah udah merawanin dia, meskipun dengan pengaruh obat." Xenon menunduk lesu.

"Apa? Jadi semalem lo perkosa Selen, hah? Sialan!" geram salah seorang pria yang tak sengaja menguping pembicaraan mereka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status