Share

7. Who is Jehan?

Karina menurunkan wajah kesalnya, “Ditampar?” tanyanya mengulang peryataan Floe.

Yang ditanyai mengangguk dengan cepat. Nasi bungkusnya telah ia buka di atas piring yang dia ambil tadi, juga botol mineral yang telah terbuka dan meminumnya setengah sebelum menjawab pertanyaan dari Karina. “Aku mendengarnya dari Anhe tadi, karena kemarin saat Sarah menggendongmu ke UKS, hanya aku dengan dia. Sedangkan Anhe dan Kate dipanggil ke ruang kepala sekolah untuk penyambutan. Dan kamu tahu, ternyata guru yang mengetahui kejadian dan siswa yang melukaimu langsung memanggil ayah dua anak itu dan menggabungkan kedua acara berbeda itu sekaligus!”

Tangannya terulur mengambil piring lain yang disorkan oleh Floe, “Kok kamu nggak bilang sama aku soal ini dari semalem?”

Floe mengerutkan bibir, “Kan aku tahunya dari Anhe saat kita sama-sama di ruang olahraga pagi tadi. Asalnya Kate bilang nggak usah bicaraain ini sama kamu, takutnya nanti kamu tambah pikiran. Sarah juga setuju yang keberulan dengar hal inipun setuju untuk nggak usah bilang sama kamu.”

“Kalau nggak dibolehin, kenapa kamu bilang sama aku?”

“Gimana, ya. Sebagai seseorang yang cukup tahu kamu gimana, mending bicarain ini. Dari pada nanti kamu tahu dari orang dan buat semuanya tambah rumit. Benar, kan aku?” Floe melahab satu suapan pertamanya setelah memberikan pertayaan pada Karina.

“Iya, kalau kamu memberitahu aku kayak gini. Aku bisa mempertimbangkan sikapku kepada mereka nanti, kamu benar.”

Karina menatap nasi bungkus yang telah ia buka. Ada nasi sebesar kepalan tangannya, ayam suwir dengan sambal yang membuat perutnya bergemuruh tidak karuan. Dia pikir, masalah yang terjadi sama dia adalah masalah simple. Tidak dia sangka kalau masalah ini sampai mendapat tamparan segala. Karina menghembuskan napas lelah, hampir saja dia berfikiran akan menghukum kedua anak-anak itu habis-habisan setelah dia sembuh dan masuk nanti.    

Meskipun dia tidak tahu rasanya dimarahin sampai ditampar oleh orang tua, yang sejatinya sudah tidak ia miliki sejak ia menginjak sekolah kelas 3. Tapi, mendengar kata tampar apalagi dihadapan orang lain, bukankah itu tidak baik. Bukan Karina ingin menghakimi ayah dari kembar yang telah membuatnya seperti ini, namun terasa menyakitkan saja jika hal itu terjadi pada dirinya.

Karina menyerngitkan dahinya saat mengingat sesuatu, dia menoleh pada Floe yang telah menikmati makannya, “Kamu bilang tadi, Sarah yang membawa aku ke ruang kesehatan saat itu?”

“Iya, memangnya kamu nggak tahu? Yang bawa kamu ke sini juga dia, kuat banget tahu dia. Tapi, kalau lihat kamu gini, wajar sih kan kamu kecil.”

Lupakan tentang Floe yang mengejek dia kecil atau ringan, sejak kapan Sarah anak kehutanan itu mau membantu dia? Sejak pertemuan pertama mereka di depan ruangan khusus milik Ucup, gadis tinggi itu sama sekali tidak menyukai dirinya. Melihat Karina seolah dia adalah musuh bebuyutan yang telah mengenal lama, padahal saat itu adalah kali pertama mereka bertemu. “Aneh nggak sih, Sarah mau bantuin aku? Susah payah gendong pula. Apa dia punya dua kepribadian?”

“Jangan ngaco, Karina. Sarah emang baik kok orangnya, sayangnya dia tuh judes, terus suka lirik-lirik nggak jelas. Udah, jangan mikir yang aneh-aneh. Habiskan dulu itu makannya, nanti kalau semakin dingin malah nggak enak.”

Anggukan malas Karina berikan, dia mencoba tidak terlalu memikirkan masalah tentang Sarah. Meskipun dia masih kesal dengan tingkah anak itu kemarin-kemarin, tapi dia harus berterima kasih atas bantuan yang dia berikan waktu itu. Dan, Karina kini harus memfokuskan perhatiannya pada nasi di depannya, satu suap sendokk masuk dan dia langsung merasakan gemuruh pada perutnya.

...

“Mau makan apa? Mau sate? Soto? Kebab? Atau kamu mau makanan prancis kayak biasanya? Apa, apa kamu mau apa?”

Karina menutup matanya rapat-rapat mendengar ocehan Chelsy yang tidak ada habisnya, “Kak, kakak belum tanya keadaanku gimana?”

Chelsy mendudukkan dirinya di samping Karina, gadis itu baru saja datang dan langsung mencerca Karina dengan pertayaan. Dia menghembuskan napas pelan, kemudian menarik kedua tangan Karina untuk ia genggam. “Maaf, aku benar-benar khawatir dengan keadaan kamu. Aku juga minta maaf baru menjengukmu hari ini, kemarin-kemarin kita sangat sibuk hingga tidak punya waktu untuk hal lain.”

“Kenapa harus meminta maaf, aku hanya sakit bukan sekarat. Kalian nggak perlu jauh-jauh hanya untuk menjenguk aku, lagi pula aku sudah baik-baik saja kok,” ucap Karina dengan tambahan jawaban dari pertayaan yang ia ajukan sendiri. “Yang lain mana? Kakak tidak datang sendiri, kan?”

“Tidak, aku datang dengan Ucup, hanya dia dan aku yang tidak punya jadwal hari ini. Jadi, aku berinisiatif untuk menjenguk kamu. Mereka hanya titip salam buat kamu, maaf ya,” Chelsy tiba-tiba memajukan badannya, memeluk erat Karina dengan perasaan legah yang begitu membuncah. Saat ucup mendapatkan kabar bahwa Karina sedang sakit karena suatu insiden, dia tidak dapat berpikir jernih dan ingin langsung mengunjungi Karina. Namun, dia tidak bisa. Karena hari itu juga mereka sudah setengah dari perjalanan.

Karina memang pernah sakit, bahkan lebih dari ini. Tapi, Chelsy tidak pernah bertingkah tiba-tiba seperti ini. Terlihat sangat menghawatirkan dirinya dan seolah membuat dia telah melakukan sesuatu yang fatal. “Kak, aku sungguh baik-baik saja. Jangan terlalu khawatir, besok aku sudah bisa beraktifitas kok. Lagi pula jadwalku banyak yang kosong dan terbengkalai. Jadi, aku harus segera mengisinya dan menggantinya.”

“Beneran sudah tidak apa-apa? Sudah tidak keram?”

Karina melepaskan pelukannya, “Perutku sudah baik-baik saja, selama dua hari ini Floe rajin memberikan aku minuman air hangat dan mengompres perutku dnegan air hangat juga.”

“Hai, Karina. Sudah merasa lebih baik?” Ucup menyembulkan kepalanya pada pintu yang terbuka dan masuk perlahan ke dalam kamar.

Karina mengangguk, mendadak wajahnya menjadi masam. “Iya, aku sudah baik-baik saja. Dna katakan pada mereka semua, kalau aku sudha baik-baik saja. Dan besok aku sudah bisa memulai kegiatan ku mengajar. Aku sungguh tidak bisa terus berdiam seperti orang bodoh, sednagkan mereka semua sudah menjalankan tugas.”

Ucup tertawa, dia berjalan mendekat dan berdiri di samping Chelsy, “Aku sudah bilang pada mereka kok, tenang aja. Akujuga tahu, kamu tidak akan sakit terlalu lama, kan?”

“Tentu saja,” sahut Karina dengan cepat.

“Lalu, bagaimana dengan anak yang telah membuatmu seperti ini, Karina? Apakah mereka sudah mendapatkan hukuman?” tanya Chelsy penasaran.

“Kak Ucup pasti sudah tahu, kakak tanya saja ada dia. Aku sedang malas menjelaskan.”

Chelsy mengangkat sudut bibirnya ke atas tanpa senyum, kemudian melirik Ucup yang menyeringgai ke arahnya. “Iya, iya. Aku akan mendengarkannya bersama anak-anak nanti.”

Ucup kembali bertanya mengenai progam yang sudah dibagi sama rata menjadi tugas tersebut pada Karina, dan Karina akan dengan senang hati membicarakan panjang lebar dan meminta nasihat atau saran. Chelsy yang merupakan anak hemat garis keras terus masih bertanya apakah Karina menginginkan sesuatu, namun Karina menolaknya dan berakhir Chelsy yang kesal karena diabaikan.

Tiba-tiba pintu kamar terbuka lebar, kepala hitam panjang menyembul dari sana dengan suara datar, “Kak Jehan, aku mau bicara.”

Karina mengangkat alisnya, “Kak Jehan, siapa?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status