Share

Zahrana Gadis Tangguh
Zahrana Gadis Tangguh
Penulis: ummi asya

01. Melahirkan

Zahrana Laily, gadis berusia dua puluh tahun. Hidup hanya dengan kakaknya saja bernama Rania Bila, kakaknya Rania sedang hamil besar. Zahrana dan Rania adalah kakak beradik yang telah di tinggalkan kedua orang tuanya sejak Zahrana sekolah SMA kelas sepuluh.

Ketika itu, Rania sudah lulus sekolah SMA dan bekerja di kota di ajak oleh temannya. Satu tahun setelah kakaknya Rania bekerja di kota, kehidupan Zahrana dan ibunya membaik. Tetapi satu tahun kakaknya merantau, ibunya meninggal.

Sejak itu, Zahrana hidup sendiri. Di tambah lagi sejak ibunya meninggal itu, Rania tidak lagi memberikan kabarnya. Bahkan kiriman uang yang biasanya lancar, justru tidak lagi di kirim.

Selama hidup sendiri, Zahrana bekerja apa saja untuk membiayai hidupnya. Karena tidak ada yang mau menanggung makan Zahrana, sekalipun adik dari ibunya.

Kini, Rania pulang dengan kondisi sedang hamil muda pada saat itu. Zahrana bertanya tentang siapa laki-laki yang telah menghamilinya, tetapi Rania tidak memberitahu siapa laki-laki itu.

Kehidupan Zahrana sangat sederhana, dia kini tinggal dengan kakaknya Rania yang sedang hamil besar. Masih tidak jelas hamil anak siapa kakaknya itu, karena sejak merantau di kota Rania di kabarkan di peristri oleh orang kaya.

Rania tidak mau menceritakan siapapun laki-laki yang telah menikahinya bahkan sampai hamil besar, Zahrana tidak tahu siapa suami kakaknya itu.

"Kak Rania hamil besar begini, apa tahu suami kakak itu?" tanya Zahrana suatu hari ketika mereka sedang santai menonton TV.

Rania diam saja, dia masih ngemil makanan di tangannya. Tidak berniat menjawab pertanyaan adiknya, Zahrana pun hanya menarik napas panjang.

Setiap kali bertanya masalah suaminya, Rania selalu diam. Bahkan terlihat acuh saja, Zahrana heran dengan sikap tertutup kakaknya itu.

"Kak, jika suatu saat anak kakak lahir. Dia cari ayahnya, apa kakak akan diam saja seperti ini?" tanya Zahrana lagi.

"Biarkan dia menemukannya sendiri dek, kakak tidak akan memberitahu siapapun siapa laki-laki itu. Bahkan kelak anakku juga akan mencari sendiri siapa papanya nanti." kata Rania.

"Ya tapi kak, setidaknya beritahu foto laki-laki itu. Biar aku yang cari, sekalipun dia di lubang semut akan aku cari biar tahu anak dan istrinya disini hidup seadanya." kata Zahrana sedikit kesal dengan sikap diam kakaknya.

Rania menatap adiknya, lalu tersenyum tipis. Dia melanjutkan makan cemilan sambil menonton TV kesukaannya. Zarhana mendengus kesal, tidak bisa berkata apa-apa lagi. Dan akhirnya dia pasrah saja dengan sikap kakaknya itu.

_

Malam hari, Rania merasakan perutnya keram hebat. Dia bangun dari tidurnya, dengan susah payah dia bangun dan melangkah keluar dari kamarnya. Berniat membangunkan adiknya Zarhana, mengantarnya pergi ke bidan desa.

"Zahra, bangun! Tolong kakak!" teriak Rania menggedor pintu kamar Zahrana.

Beberapa kali Rania menggedor pintu kamar Zahrana, tak lama pintu itu terbuka. Tampak Zahrana mengucek matanya dan menguap. Tampak di depannya Rania berdiri dan meringis kesakitan.

Zahrana kaget, dia melebarkan matanya dan panik dengan kakaknya yang meringis kesakitan.

"Kak Rania kenapa?" tanya Zahrana.

"Tolong kakak, sepertinya mau melahirkan. Eeuuh." ucap Rania menahan sakit perutnya.

"Eh, melahirkan? Terus harus bagaimana kak?" tanya Zahrana panik.

"Antar kakak ke bidan desa." jawab Rania.

"Tapi, ini malam kak. Pasti bidannya sudah tidur." kata Zahrana.

"Ngga apa-apa, coba saja kesana. Eeuuh, kakak sudah sakit banget ini." kata Rania mengigit bibirnya menahan sakitnya.

"Aah, ya kak. Sebentar aku ambil kerudung dulu." kata Zahrana.

Dia masuk ke dalam kamarnya lagi, Rania meninggalkan kamar Zahrana dan masuk kedalam kamarnya mengambil perlengkapan bayi yang sudah dia siapkan sebelumnya.

Rasa sakit yang tidak bisa di tahan membuat Rania sedikit mengejan, dia memanggil Zahrana agar cepat mengantarnya ke bidan desa.

"Zahrana, cepat! Kakak sudah ngga tahan!" teriak Rania.

Zahrana pun keluar, dia hanya memakai kerudung instan dan segera menuntun kakaknya keluar dari rumah. Suasana malam hari tampak sepi, karena rasa sakit dan keadaan yang mendesak. Heningnya malam hari dan gelap itu tidak menyurutkan Zahrana dan Rania berjalan menuju rumah bidan desa yang jaraknya dua ratus meter.

"Apa kakak kuat jalan kaki sampai ke rumah bidan desa?" tanya Zahrana cemas dengan kakaknya.

"Mau bagaimana lagi, keadaan sepi sekali. Tidak mungkin juga harus meminta bantuan sama tetangga untuk mengantar kita ke rumah bidan desa." kata Rania.

"Ya sudah, kakak pegangan tanganku. Aku akan jalan pelan-pelan, semoga bayinya tidak keluar di jalan." kata Zahrana.

Mereka pun berjalan pelan menuju rumah bidan desa. Menembus gelapnya malam, suara binatang malam saling bersahutan menemani mereka berjalan menuju rumah bidan desa.

Setengah jam mereka berjalan, Rania menahan sakitnya yang menusuk tulang. Bukan, sakitnya bagaikan tulang retak beberapa rusuk. Sakitnya luar biasa, tak berapa lama Rania dan Zahrana sampai di depan pintu pagar bidan desa.

Zahrana mengetuk pintu pagar dengan keras, dia memanggil bidan desa dengan suara lantang dan gelisah.

"Bu bidan, tolong kakak saya!" teriak Zahrana.

Dia mengetuk beberapa kali pintu pagar yang hanya sebatas dadanya. Dia menoleh ke arah Rania sudah hampir terkulai, Zahrana terus menggedor pintu pagar itu sambil berteriak memanggil bidan desa itu.

Saat ini pukul satu malam, memang keadaan kampungnya sangat sepi. Apalagi di waktu jam satu dini hari, waktunya orang tidur pulas. Sedangkan Zahrana dan Rania sedang berjuang untuk mendapatkan pertolongan persalinan Rania.

"Bu bidan! Tolong kakak saya!" teriak Zahrana lagi.

Tak lama, pintu rumah terbuka. Zahrana senang, dia segera menuntun kakaknya Rania untuk bertahan dan sebentar lagi pertolongan datang.

"Siapa sih malam-malam begini mengetuk pintu keras sekali!" ucap bidan itu terlihat masih mengantuk.

"Bu bidan. Tolong kakak saya, dia mau melahirkan." kata Zahrana.

"Zahrana, siapa yang mau melahirkan?" tanya bidan desa itu.

"Kakak saya bu bidan." kata Zarhana panik.

"Rania?"

"Iya bu bidan."

"Ish, ganggu saja." ucap bidan itu kesal karena waktu tidurnya terganggu.

Dia melihat Rania sedang menahan sakit, dengan malas dia membuka pintu pagar rumahnya. Zahrana menuntun kakaknya masuk ke dalam rumah bidan tersebut, dia membawanya ke bagian persalina. Tampak pucat sekali Rania menahan sakit di perutnya, dia sudah tidak kuat lagi menahan untuk tidak mengejan.

"Eeuh!"

Rania mengejan ketika dia duduk di bangsal, bidan hanya menatapnya saja sambil menggunakan sarung tangannya cepat. Zahrana cemas dan tidak sabar dengan apa yang di lakukan bidan desa itu.

"Bi bidan, cepatlah. Kakakku sudah tidak tahan." kata Zahrana tidak sabar dengan bidan desa itu karena terlihat santai sekali.

"Sabar, ini juga sudah cepat. Salah siapa melahirkan malam-malam begini." ucap bidan itu ketus.

Zahrana terkejut, dia tidak menyangka bidan desa berkata seperti itu. Jika bukan karena mau melahirkan mendadak di malam hari begini, sudah tentu Zahrana membawa kakaknya ke puskesmas saja. Bukan ke bidan desa itu.

"Aaaaaargh!"

"Kak Rania!"

_

_

*********

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status