Zahrana berpikir dia akan menemui Intan, teman yang juga dulu di usir oleh warga kampungnya karena menyukai laki-laki yang sudah beristri."Jadi kamu mau mencari pekerjaan di kota, Zahra?" tanya Intan ketika Zahrana meneleponnya."Ya, karena aku di usir oleh mereka." jawab Zahrana."Siapa?""Siapa lagi kalau warga kampung, terutama tetanggaku. Aku tidak tahu, karena kesalahan kakakku yang hamil tanpa tahu siapa ayahnya. Mereka membenciku, dan menyuruhku pergi dari kampung ini. Sebenarnya itu hasutan dari bibiku mereka mengusirku." kata Zahrana bercerita.Intan diam saja di seberang sana, nasib Zahrana sama halnya dengan dirinya. Tapi sejak itu dia tidak pernah pulang ke kampungnya, takut dengan warga yang masih membenci dirinya. "Baiklah, aku tinggal di yayasan penampungan asisten rumah tangga. Kalau kamu mau bekerja jadi asisten rumah tangga, bisa datang ke sini denganku." kata Intan."Ya, aku kerja apa saja. Tapi, apakah boleh aku bawa keponakanku? Aku tidak bisa meninggalkan dia."
Zahrana mrngirimi pesan pada Intan, teman Zahrana yang bekerja di sebuah yayasan yang menyediakan tenaga kerja ART. Dan kali ini Zahrana akan bekerja jadi ART jika sudah di terima di yayasan tersebut.Perjalanan dari terminal kota di mana kampung Zahrana berada, kini menuju ibukota. Zahrana mengadu nasib di kota yang keras kehidupannya, dia terpaksa harus datang ke kota untuk menghindari sekaligus mencari pekerjaan di sana.Dia mengirim pesan pada Intan, kalau saat ini dia sudah naik bis dan sebentar lagi akan tiba di terminal tujuan."Mas, terminal sebentar lagi sampai ya?" tanya Zahrana pada penumpang di sebelahnya seroang laki-laki."Iya mbak, mungkin satu jam lagi. Kalau macet sih bisa sampai satu jam setengah." jawab penumpang di sebelah Zahrana."Ooh, begitu." ujar Zahrana.Dia melihat Raka masih tenang dalam tidurnya, nyaman dalam pangkuan dan dekapan Zahrana. Dia senang Raka tidak rewel dalam mobil, jika bangun pun hanya minum susu saja dan makan cemilan biskuit yang sengaja Z
Satu minggu Zahrana ikut dengan Intan di yayasan Bhakti Jaya, dia membantu Intan mengerjakan pekerjaan rumah tangga di yayasan itu. Ada beberapa perempuan yang sama sepertinya mencari pekerjaan dan di tampung oleh yayasan. Mereka semua di beri bekal untuk jadi asisten rumah tangga, begitu juga dengan Zahrana.Seperti siang ini, ada kelas untuk arahan bagi mereka yang nanti akan di salurkan tenaga kerjanya. Siapa yang meminta, berarti para calon ART itu sudah siap bekerja di rumah majikan baru."Jadi, kalian harus menuruti apa kata majikan kalian. Semua harus di kerjakan dengan baik, meski saya tahu pekerjaan jadi asisten rumah tangga itu sama dengan kegiatan kalian di rumah. Tapi pekerjaan itu membutuhkan kepercayaan dan kejujuran, di sini saya tekankan pada kalian harus jujur dan bertanggung jawab." kata ibu Rima memberi arahan pada calon ART itu.Semua nampak mendengarkan dengan baik, ada yang berharap segera di salurkan jadi ART jika sudah ada yang memintanya."Kalian bisa belajar
Zahrana sudah siap bekerja di rumah besar, besok dia harus pergi ke rumah besar dan mewah yang memintanya jadi ART di rumah tersebut.Sebelumnya, karena tidak ada cadangan untuk di salurkan jadi ART. Maka Zahrana pun mau jadi ART yang meminta pada yayasan ibu Rima, meski berat tapi dia harus mau karena pemilik rumahnya sudah meminta ibu Rima mencarikan ART yang bisa di percaya."Ibu sebenarnya sayang sekali kalau kamu yang pergi Zahrana, tapi orangnya meminta terus." kata ibu Rima."Ngga apa-apa bu, yang penting majikan saya menerima saya dan keponakan saya ini. Itu sudah baik." kata Zahrana."Ya, mereka katanya terserah saja. Asal nanti anakmu itu tidak mereotkan pekerjaanmu dan tidak mengganggu majikanmu ya." kata ibu Rima lagi."Iya bu, saya akan menjaga dan anak saya nanti tidak akan membuat ulah di rumah majikan saya nanti. Aku janji akan menjaga nama baik yayasan ibu." ucap Zahrana."Kamu itu, ibu percaya sama kamu. Jaga kejujuran dan tanggung jawab mengerjakan tugasmu." ucap i
"Jadi kamu yang akan merawat kakekku?"Suara perempuan berdiri di belakang Zahrana yang sedang duduk di kursi meja makan. Dia menoleh ke belakang, melihat perempuan yang berpenampilan layaknya perempuan dewasa, tetapi penampilannya elegan dan berpakaian kantoran."Nona Mischa, anda datang kemari?" tanya bi Iyam menghampiri Mischa dan menunduk padanya."Apa dia yang di kirim dari yayasan Bhakti Jaya? Kenapa bawa anak segala?" tanya Mischa seperti tidak suka dengan Zahrana.Zahrana berdiri, dia mengurungkan makannya dan berdiri di samping bi Iyam. Memberinya hormat dengan menunduk padanya."Maaf nona, saya memang di tugaskan dari kepala yayasan Bhakti Jaya ibu Rima." kata Zahrana."Heh, kenapa kamu membawa anak? Apa tidak bisa di titipkan saja di yayasan?" tanya Mischa menatap sinis pada Zahrana."Maaf nona, tuan Ibra memberi izin dia membawa anak. Dan tuan Ibra juga tidak masalah asal anaknya tidak mengganggunya bekerja di rumah ini, terutama mengurus tuan besar." kata bi Iyam membela
Zahrana membersihkan kamar tuan Arta, tuan besar yang mengalami kelumpuhan dan tidak bisa bicara lagi. Bukan tidak bisa bicara, dia memutuskan untuk banyak diam dan tidak mempedulikan sekitarnya. Bahkan cucu-cucunya Ibra dan Mischa tidak dia kenali lagi.Gadis itu sedang melipat baju-baju tuan Arta di sofa setelah membersihkan kamar itu. Raka, bayi laki-laki itu sedang tidur siang. Jadi pekerjaan Zahrana lebih leluasa saat keponakannya tidur siang.Tuan Arta, menatap Zahrana yang sedang menunduk melihat baju-bajunya. Dia menatap lama, mulutnya bergerak ingin memanggil Zahrana."Eehhh." Suara erangan kecil keluar dari mulut laki-laki tua itu. Zahrana tidak mendengarnya, dia fokus melipat baju-baju tuan Arta."Eeergh!"Suara tuan Arta lebih kencang, Zahrana menoleh pada laki-laki tua itu. Matanya memicing, entah apa yang dia lihat. Tangan tuan Arta bergerak dan menunjuk Zahrana, dan gadis itu beranjak mendekat padanya."Iya tuan? Apa yang anda inginkan?" tanya Zahrana."Emm, mi mi ....
"Kakek? Kakek bisa jalan?" ucap laki-laki mendekat pada tuan Arta.Baik tuan Arta dan Zahrana menoleh ke arah sumber suara. Tuan Arta berdiri lama, memandang ke arah Ibra yang takjub dengannya berdiri. Tiba-tiba tuan Arta jatuh, dan membuat Ibra juga Zahrana di sampingnya kaget."Kakek!" Ibra mendekat dan menarik kakeknya yang jatuh, di ikuti oleh Zahrana."Kenapa kamu diam saja?!" teriak Ibra pada Zahrana."Maaf tuan, maafkan saya." jawab Zahrana ikut menarik tangan tuan Arta."Kamu itu bagaimana, kakekku sampai jatuh kenapa kamu lepas tangannya?!" ucap Ibra masih dengan suara membentak."Maafkan saya, maafkan saya tuan besar." jawab Zahrana sambil menunduk pada tuan Arta dan Ibra."Aaaa, su su ddaah." ucap tuan Arta menenangkan cucunya menepuk pundaknya.Sekali lagi, Ibra takjub dengan kakeknya yang kini sudah mau bicara meski masih gagap. Dia melirik ke arah Zahrana yang masih menunduk merasa bersalah.Bugg!"Hwuaaa!""Raka sayang!"Zahrana kaget dan langsung menghampiri bayi terse
Setengah tahun sudah Zahrana bekerja di rumah Ibra, laki-laki yang selalu giat bekerja tanpa memikirkan statusnya yang masih sendiri. Mischa selalu menyindirnya dan menyuruhnya untuk segera mencari pacar lalu menikah.Tapi Ibra tidak menggubrisnya, dia masih senang sendiri. Bahkan terkadang dia akhir-akhir ini pergi ke klub malam jika penat pikirannya dalam bekerja.Zahrana, gadis itu sangat senang. Dia senang karena perkembangan Raka sangat pesat, sudah bisa jalan sendiri dan juga main sendiri di kamar tuan Arta ketika mereka berada di kamar tuan besar itu.Apa lagi tuan Arta kini sudah bisa berjalan pelan-pelan meski hanya sekitar kamar saja. Hanya bicaranya saja yang belum banyak kosa kata, tapi itu membuat semua penghuni rumah senang dengan perkembangan kesehatan tuan Arta."Kamu hebat Zahrana, Tuan Besar sekarang sudah bisa berjalan meski hanya beberapa langkah." kata bi Iyam memuji Zahrana."Itu karena dokter Samuel, bi Iyam dan juga keinginan tuan besar untuk sembuh." kata Zahr