Share

Bab 3 ~ Three

"Hai Zetta."

Zetta menoleh ke arah sumber suara setelah dia menutup pintu mobilnya. "Eh, Dilan. Ada apa?"

"Nyapa aja. Mau bareng ke kelasnya?"

Zetta mengangguk, dengan langkah sejajar Zetta dan Dilan menuju ke kelas mereka bersama. "Lo tahu gak kalau minggu depan bakal ada tanding basket di sekolah kita?"

"Antar mana?" tanya Zetta yang tertarik dengan pertanyaan Dilan.

"SMA kita sama SMA lo yang dulu. Itu udah final tau," jawab Dilan diakhir dengan senyuman.

"Starlight?" Dilan mengangguk. Zetta ingat, orang itu dulu adalah ketua basket di Starlight. Ia harus memanfaatkan kesempatan ini dengan baik. Zetta tersenyum licik.

"Kenapa?" tanya Dilan heran dengan raut wajah Zetta yang berubah.

"Gak apa-apa. Eh lo itu ketua OSIS ya?"

Dilan mengangguk. "Ko tahu?"

Zetta melirik ke bet di tangan kanan Dilan dengan tulisan 'ketua OSIS angkatan 23/24' seakan paham dengan lirikkan Zetta, Dilan tersenyum sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Iya gua ketua OSIS, kenapa?"

"Gua butuh bantuan lo Lan."

"Bantuan apa?"

Zetta berbisik pada Dilan cukup lama. Setelah selesai menyampaikan apa keinginannya, Zetta mengangkat satu alisnya. "Gimana?"

Dilan terlihat berfikir sejenak, kemudian dia mengangguk. "Oke, boleh."

"Kalo pacaran jangan di ruang kebuka gini."

Keduanya melihat ke arah sumber suara. "Eh Zean, tumben pagi lagi lo berangkat?" tanya Dilan pada Zean.

"Bukan urusan lo. Lagian, baru juga sehari lu udah deket aja sama ni cewe. Gampangan ya?" sindir Zean dengan nada sarkastik pada Zetta.

Zetta yang tidak terima dengan apa yang di katakan Zean, dia menginjak kaki lelaki itu dengan sangat keras.

"Aduh. Apa-apaan sih lo?"

"Eh Zet," ucap Dilan kaget dengan apa yang di lakukan Zetta.

"Gua gak gampangan, enak banget mulut lo. Kaya gak pernah di sekolahin aja."

"Ya emang gitu kan? Kenyataan. Gak usah ngerasa ke singgung."

Dilan yang sudah tahu akhirnya akan seperti apa, dia melipir dan pergi meninggalkan keduanya tanpa meminta persetujuan Zean dan Zetta terlebih dahulu. Bisa-bisa dia kena semprot keduanya.

"Kenyataan apa sih maksud lo?"

"Lo itu gampangan. Sama aja kaya cewek-cewek kelas rendahan lainnya. Gatel sama ketua OSIS."

Zetta membuka mulutnya lebar-lebar. Saking terkejutnya dengan apa yang barusan keluar dari mulut Zean. "Eh kodok! Siapa juga yang gatel?"

"Lah tadi cium-cium, kan?"

"Gesrek ni otaknya," batin Zetta.

"Lu ko bisa si masuk ke kelas unggulan? Gila otaknya."

Zean mengangkat satu alisnya angkuh. "Bener kan berarti?"

"Bener apa sih? Dih aneh banget jadi orang. Lagian mau gua ngapain, sama siapa. Itu urusan gua, kenapa jadi lu yang repot deh?"

"Gak suka aja liatnya. Gua kira lo gak gampangan, ternyata sama aja."

Zetta sudah benar-benar geram dengan lelaki yang ada di hadapannya ini. Dia mengepalkan lengannya. "Lo itu— arghhhh ... sabar Zetta sabar."

Zean tersenyum simpul. Entah kenapa, sejak melihat Zetta di RSJ kemarin rasanya ada perasaan penasaran yang menghantui Zean agar mencari kejelasannya apa.

Mungkin Zean ingin tahu sedang apa Zetta di sana. Tapi namanya juga Zean, apa lagi selain gengsinya yang besar?

"Apa itu senyum-senyum kaya gitu? Ah udah ah, stres banget gua ladenin lo makhluk aneh."

"Perasaan kemaren anggun banget, sekarang ko kaya reog?"

Zetta tersenyum sambil menyipitkan matanya. "Cie merhatiin gua ya dari kemaren? Ngaku aja!"

Lelaki itu tersipu. Wajahnya memerah. Zean terkejut dengan reaksi tubuhnya sendiri, tidak biasanya dia akan seperti ini.

Berbicara kepada perempuan dengan membahas hal tidak penting seperti sekarang juga bukan karakter Zean banget.

"A-apaan si lo cewe gampangan. Gua ke kelas dulu udah mau jam masuk."

Zean segera berlalu dari hadapan Zetta. "BILANG AJA SALTING LO KODOK!" seru Zetta sedikit berteriak.

~~~

Zetta memasuki kelasnya yang sudah ramai, segera ia duduk di kursinya. Sebelah Dilan. "Lama banget?" tanya Dilan begitu mengetahui Zetta sudah duduk di sebelahnya.

"Biasa, ada cowo kodok yang bilang mau masuk ke kelas karena takut bel masuk ternyata malah lagi nyontek tugas orang," sindir Zetta pada Zean yang sedang berkutat dengan bukunya.

Terbilang cukup berani untuk tingkah laku Zetta sekarang. Secara dia adalah murid baru di sini, belum punya teman selain Dilan yang bisa membelanya.

"HEH BILANG APA LO TADI?" teriak Bianca begitu mendengar pernyataan Zetta barusan.

"Em mampus," gumam Zean.

Zetta tidak mengetahui Bianca siapa. Dia juga tidak tahu bahkan ada Bianca di kelas ini. "Gak punya kuping?"

Duar ...

Seperti ledakan bom Hiroshima yang terasa di kepala Bianca sekarang. Belum pernah ada satupun cewe yang berani melawan Bianca. Siapa lah mereka? Hanya orang rendahan di mata Bianca.

"Bilang apa lo barusan?" tanya Bianca mendekat ke arah Zetta.

"Emang budek ya lo?" Zetta sudah tidak peduli lagi dengan sikapnya. Ya, ini adalah Zetta yang asli. Tidak ada anggun-anggunnya. Kemarin hanyalah sebatas kesan pertama untuk sang kepala sekolah dan wali kelasnya.

"Lo gatau gua siapa?"

Zetta menaikan satu alisnya. "Siapa lo?"

"Calon pacar Zean. Juga cewe tercantik di satu sekolah ini. Berhubung gua baik hati dan lo adalah murid baru. Gua bakal maafin lo kalo minta maaf sama gua sekarang," jelas Bianca dengan acuh.

Cih!

Zetta mendecih. "Sejak kapan gua mau tunduk sama orang songong kaya lo?"

Bianca mengerutkan dahinya, mana mungkin ada orang yang menentang dirinya. "Apa lo bilang?"

"Biar gua ulang sekali lagi. Gua ... gak .... akan ... tunduk sama lo!"

Seperti di film-film, di kedua sisi kepala Bianca sudah ada tanduk merah yang menjulang tinggi. Dengan asap yang keluar dari kedua telinga Bianca. Wajahnya saja sudah memerah melebihi udang rebus.

"Berani-beraninya ya lo sama gua!"

Zetta memutar bola mata. "Berisik!"

"Nih buku lo," ucap Zean begitu saja pada Bianca. Dia tidak peduli dengan pertengkaran Zetta dan Bianca.

Zetta di buat kaget oleh tingkah Zean. Mana ada orang normal yang akan bertindak se santai itu pada orang yang sedang marah. Bianca pasti akan memarahinya. Begitu pikir Zetta.

"Eh, iya makasih ya Zean."

"What?! Bahkan dia bilang makasih padahal itu bukunya?" batin Zetta bergejolak.

"Berisik."

"Ih Zean ko gitu si?" Bianca dengan nada manjanya.

"Jijik."

"Zean ah."

Zetta bergidik ngeri melihatnya. Sungguh pemandangan yang menjijikan untuknya.

~~~

"Nama lo Zetta kan?" tanya cewek dengan nampan yang berisi makanan di tangannya.

Zetta yang sedang menikmati makan siangnya di kantin terhenti kala cewek itu bertanya padanya.

"Eh iya, lo anak kelas IPS lima kan ya?" Tanya Zetta balik.

Cewek itu mengangguk. "Boleh gua duduk di sini?"

"Oh iya, duduk-duduk."

"Gua Alana. Ngomong-ngomong lo keren bisa lawan Bianca tadi," pujinya.

Zetta mengerutkan dahinya bingung. "Keren gimana?"

"Gak ada yang berani lawan dia sejauh ini. Nanya aja seperlunya. Sombong orangnya."

Zetta mengangguk mengerti. Pantas saja tadi Bianca bersikap angkuh seperti itu.

"Lo udah kenalan sama Zean?"

Uhuk ....

Uhuk ....

Seakan bakso yang sedang Zetta telan menyangkut di tenggorokannya. Zetta tersedak mendengar nama itu. "Eh kenapa?"

"Engga-engga. Zean ya?"

Alana mengangguk.

"Udah, kayanya. Tadi pagi."

"Nah dia orang yang paling populer di kalangan cewe-cewe di semua angkatan Zet. Ketua tim basket, juga ketua geng motor yang terkenal di sekolah kita. Namanya—"

"Elang, kan?" lanjut Zetta.

"Loh, tau?"

"Tau, terkenal banget itu di sekolah gua yang dulu. Cuma kalo ternyata dia ketuanya gua baru tahu."

Zetta memang baru tahu kalau ternyata Zean adalah ketua yang baru di geng motor itu. Ah sial, tujuannya pindah ke sini adalah untuk menjadi dekat dengan ketua geng motor elang Brinlight. Tapi kalau ketuanya ternyata cowok nyebelin kaya Zean, akankah Zetta meneruskan tujuannya?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status