Tell your name if you want make my heart hurt again.
~
Senin
Hari yang paling dibenci beberapa orang, termasuk dirinya. Bukan karena hari ini penuh kesialan, bukan. Tapi karena hari liburnya sudah berakhir dan harus kembali bekerja bak orang kesetanan.
Bayangan tentang kejadian sabtu pagi membuat Naira meringis pelan. Bahkan rasanya ia tidak punya muka untuk bertemu dengan Bos beserta adiknya itu.
[Flashback on]
Karena masih terlalu nyaman, Naira pun semakin mengeratkan guling di tangan dan kakinya. Entah kenapa rasanya sangat hangat. Tapi sebentar, kenapa guling ini keras sekali?
Naira mengernyitkan dahi begitu membuka matanya. Ia mengucek mata beberapa kali kemudian terdiam sesaat. Apa ini yang ada didepannya. Sepertinya kulit manusia.
Hah? Kulit manusia?
Tidak, tidak. Pasti ia sedang mimpi. Iya benar. Pasti otaknya masih konslet karena baru bangun tidur. Merasakan sesuatu yang keras dan menusuk bagian bawahnya membuat tubuh Naira tegang.
Shit
Sekarang ia yakin, bahwa sekarang yang berada di pelukannya benar-benar manusia. Dan lebih parahnya dia berspesies laki-laki. Dasar Naira bodoh, bodoh.
"Yan, berkas yang kema... APA-APAAN KALIAN INI?"
Dengan gesit, Naira langsung melepas pelukannya dan melompat dari kasur. Wajah garang yang ditampilkan Demi langsung membuat wajah Naira berubah pucat. Gawat.
Ia hampir tidak bisa bernafas melihat sosok pria yang ia jadikan guling tadi. Naira ingat betul bahwa pria itu adalah... Gila, bisa-bisanya ia tidur bersama adik sang bos.
"Bisa jelasin kenapa kalian bisa sekamar? Dan Bian, kemana perginya baju kamu itu?"
Naira meringis saat menyadari bahwa pria bernama Bian itu hanya memakai boxer abu-abu tanpa atasan. Dan parahnya, ia melihat jelas adanya sesuatu yang menggembung di balik boxer itu.
Heh Naira, apa yang kau pikirkan di saat genting seperti ini?
"E-enggak gitu bang. Kita cuma tidur ngga lebih. Benar kan Nai?"
Eh
Apa? Nai? Pria itu tau namanya? Sebentar sebentar, sepertinya ada yang janggal. Ia ingat betul bahwa nama pria yang tidur dengannya tadi adalah Bian. Apa dia Bian yang itu? Ah tapi kan namanya pasaran.
"Kamu pulang aja Nai. Saya uda nyuruh pak Joko buat nganterin kamu. Beliau uda nunggu di lobi" ucap Demi datar dengan mata yang tetap menatap pada Bian.
"I-iya pak. Te-terima kasih. Saya permisi" ucap Naira kemudian langsung berlari keluar kamar hotel itu. Ia merutuki nasib sialnya yang begitu memalukan.
[Flashback off]
"Aaaaaah"
Naira mengacak-acak rambutnya kasar. Huwaaah Mama, bagaimana ini? Harus apa ia saat menghadapi Demi nanti?
Ngomong-ngomong soal Demi, bosnya itu sudah memberi pengumuman pada seluruh karyawan untuk datang ke kantor satu jam lebih awal. Dia ingin mengenalkan sang adik yang merupakan CEO baru perusahaan Nusa cabang Indonesia.
Adik? CEO?
Oh my god. Berarti saat itu, ia tidur dengan CEO perusahaan tempatnya bekerja? Seriously? Mati mati. Tamat sudah riwayatmu Nai.
Wait a minute. Sepertinya ada yang aneh. Kenapa ia bisa tidur dengan adiknya bos malam itu? Naira ingat betul bahwa ia masih ada di meeting room. Jadi...
Wah, tidak bisa dibiarkan. Ini pelecehan namanya. Bisa-bisanya pria itu menjebak Naira untuk tidur sekamar. Awas saja, ia akan balas dendam nanti.
Ah tidak jadi. Naira lupa bahwa Bian adalah bos barunya, hiks.
Entahlah, nanti saja ia memikirkan hal rumit itu. Sekarang ia harus segera mandi dan berangkat ke kantor. Naira lupa kalau hari ini ada meeting untuk membahas pembukaan resort.
Hari ini perusahaan sangat ramai. Bahkan di depan perusahaan banyak kiriman papan bunga yang mengucapkan selamat atas CEO baru yang bernama...
Ya ampun, bisa-bisanya ia lupa kalau sudah telat. Salahnya memang yang bodoh kuadrat. Ia lupa tidak memesan ojol padahal sudah membuka aplikasinya. 15 menit sudah ia tadi menunggu dan ojol tak kunjung datang.
Ya iyalah, kalo tidak pesan bagaimana ojol bisa tau kalo ia butuh tumpangan. Bego kan?
Setelah menggunakan seluruh tenaganya untuk sampai ke hall yang terletak di lantai 8, akhirnya Naira bisa duduk tenang. Huft. Untung saja tidak ada yang menyadari kedatangannya yang telat ini.
Ah Naira butuh air. Air dimana air? Duuuh kenapa ia seperti berada di gurun sih. Melihat jajaran botol air mineral di meja panjang tepat di samping pintu membuat mata Naira berbinar. Ia pun segara bangkit dan meneguk kesegaran itu.
"Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik. Saya Fabian Vero Dirgantara, terima kasih atas sambutannya"
Byuuur
Apa? Siapa? Ah Naira dimana? Ok cukup. Inhale, exhale, inhale, exhale, huuuuuh. Tenang Nai, mungkin telingamu tadi sedang error.
Ta-tapi, ia jelas mendengar bahwa pria yang sedang turun dari podium itu mengatakan nama kramat yang haram disebut. Ehm, tepatnya haram didengar oleh Naira. Ok mari kita positif thingking saja. Nama dia kan memang pasaran.
Setelah acara penyambutan CEO baru selesai, semuanya pun langsung bergegas untuk absen. Begitupun Naira. Ia berjalan cepat menyalip beberapa orang di depannya. Dan,
Tiit
Yes. Jika bukan karena ada penyambutan, pasti ia sudah telat. Syukurlah. Dengan langkah lemas, Naira duduk di kubikel yang terletak tepat di depan pintu CEO. Duh, kok ia jadi deg-degan begini.
"Gila sih, hot banget CEO baru kita"
"Iya mbak, duuh rahimku jadi basah"
Uhuk uhuk
Rahim basah? Oh my god. Kenapa frontal sekali ucapan Wilona itu. Kalau sampai terdengar oleh objek ghibah kan berabe. Duuuh, bisa tercemar otak polosnya gara-gara sering mendengar ucapan nyeleneh Wilona.
"Tapi gue denger dari anak keuangan, katanya CEO baru itu macem iblis. Cuma katanya sih"
"Iblis? Mana ada iblis ganteng"
"Serius ege. Weekend kemaren divisi keuangan kagak libur. Malah dapet amukan dari CEO baru"
Naira semakin menajamkan telinganya mendengar gosip yang tengah hangat diperbincangkan itu. Sebenenarnya ia sudah mendengar hal tersebut saat di hall tadi. Tapi karena suasana yang ramai, ia jadi tidak bisa mendengar dengan jelas.
Bunyi lift yang terdengar, membuat semua karyawan lari keteteran. Pasalnya bunyi itu berasal dari lift khusus untuk petinggi. Duh, kenapa Naira jadi mules begini.
"Ayo ayo kumpul dulu" ucap Demi dengan senyum cerah yang terlukis di wajahnya.
Mau tak mau semua karyawan pun menuju ke sumber suara, termasuk Naira. Melihat sosok pria yang menatap lekat ke arahnya, membuat nafas Naira sesak. Astaga, kemana perginya semua oksigen di bumi ini?
Demi mulai mengucapkan beberapa kalimat panjang yang entah ia tidak bisa mencernanya. Fokus Naira pecah karena pandangan pria itu yang seolah mengincar nyawanya.
"Terima kasih untuk semua kerja keras kalian. Saya pamit dulu dan selamat menjalankan tugas" tutup Demi kemudian menjabat tangan satu per satu karyawan yang bekerja satu lantai dengan CEO.
Jika ia bukan laki, pasti demi sudah menangis sejak tadi. Bukan, bukan karena cengeng. Tapi kebersamaan mereka dari awal perusahaan ini dibangun sangatlah berkesan. Rasanya ia tidak mau berpisah dengan mereka.
"Pak, jangan lupa sama kita ya. Hiks. Sering-sering maen kesini"
"Iya pak. Duh, ngga ada lagi dong yang suka ingetin makan siang"
Demi hanya tertawa mendengar ocehan para karyawannya. Setelah semuanya kondusif, ia pun segera pamit karena harus ke hotel dulu sebelum terbang ke London.
Naira sendiri masih sesenggukan. Ia tidak rela jika Demi harus pergi secepat ini. Beliau adalah sosok yang membuatnya bisa sampai di titik sekarang. Bahkan Demi selalu sabar dengan tingkahnya yang ceroboh dan teledor. Good bye my good boss.
"Sudah cukup drama nangis bombaynya. Silahkan kembali ke meja masing-masing dan mulai bekerja. Ingat, deadline laporan yang sudah ditetapkan oleh pak Demi tidak boleh di undur. Dan untuk kamu, ke ruangan saya sekarang juga"
Brak
"Anjir. Baru juga kenal uda maen banting pintu aja"
"Kayaknya bener kata anak keuangan, CEO baru kita emang iblis. Hiks"
Naira ingin menangis kencang rasanya. Apalagi saat pria itu dengan seenak jidat menyuruh dirinya untuk masuk ke kandang macan. Adakah yang bisa membawanya pergi dari sini?
"NAIRA, APA KAMU TIDAK DENGAR PERINTAH SAYA?"
"Buruan Nai, makin ngamuk ntar"
"Eh eh Nai, nitip berkas dari pak Wayan. Cukup lo yang kena sembur, gue ogah" ucap Wilona sambil menyodorkan map bewarna hitam.
Karena tidak ingin mendapat amukan di pagi hari senin yang cerah ini, Naira pun segera menuruti kemauan CEO baru itu. Ehm, apa kita ganti saja namanya dengan iblis? Ups.
Tok tok tok
"Masuk"
Setelah menghembuskan nafas pelan, Naira memutar gagang pintu dan masuk ke ruangan tersebut. Ok tenang Nai, ruangan ini tetap sama. Bahkan dekorasinya tidak berubah satupun. Tapi kenapa hawanya jadi negatif begini?
Deg
Mata Naira langsung melotot melihat ukiran nama kramat yang tidak pernah ingin ia baca selamanya. Dan apa sekarang? Pria pemilik nama itu kini malah menatapnya intens dengan tatapan yang sulit diartikan. Tubuh Naira terasa panas sekarang.
āGimana? Sudah ingat siapa saya?"
Wajah itu, suara itu, dan tatapan itu. Iya, Naira ingat sekarang. Ia ingat siapa pria yang tengah menatapnya itu. Dan ia juga ingat bagaimana pria itu meninggalkannya dulu. Naira ingat semua tentangnya.
"Jawab Nai. Saya bukan cenayang yang bisa baca pikiran kamu"
"Maaf pak, kalau tidak ada hal penting saya permisi dulu" ucap Naira menghindar. Matanya sudah berkaca-kaca karena dadanya yang begitu sesak.
"Apa menurutmu saya tidak lagi penting?"
Naira menundukkan kepala dalam. Usahanya untuk menahan air mata ternyata sia-sia. Baru mendengar pertanyaan pria itu aja ia sudah tidak kuat.
"Ngga marah karena saya tinggal tiba-tiba? Atau kamu penasaran alasan saya pergi dari hidup kamu? Atau..."
"CUKUP PAK. SAYA DISINI UNTUK BEKERJA. TOLONG PROFESIONAL. KALO BAPAK CUMA MAU BAHAS MASALAH PRIBADI... hiks"
Hancur sudah pertahanan Naira. Tubuhnya sampai bergetar karena dipenuhi emosi. Ia menatap nyalang pria di depannya yang kini entah, Naira tidak tau arti tatapan itu.
"Nai"
"Saya permisi" ucap Naira dan langsung berlari keluar ruangan. Teriakan dari beberapa rekan kerjanya ia hiraukan begitu saja. Ia hanya butuh toilet untuk menenangkan diri.
*****
Sesuatu yang dipaksakan tidak akan berakhir baik. Jadi, aku akan menunggu sampai kamu siap.~"Aaarrrggghh"Bian menggaruk kepalanya kasar. Sejak pagi, ia tidak bisa fokus dengan pekerjaannya. Percakapannya dengan Naira tadi masih terngiang jelas di otaknya. Dan satu yang membuat hatinya nyeri...Gadis itu menangis.Jujur, ini pertama kalinya. Iya benar, 3 tahun lalu menjalin hubungan dengan gadis itu, tapi Bian tidak pernah sekalipun melihat Naira sedih, apalagi sampai menangis. Apa ia sudah keterlaluan?Tok tok tok"Masuk" perintah Bian sambil mengecek data di tangannya dan yang ada di komputer.Tanpa melihat pun, Bian tau siapa gerangan yang masuk ruangannya. Siapa lagi kalau bukan Naira. Asisten sok sibuk yang mencoba untuk bersikap profesional. Lihat saja, gadis itu bahkan tidak berani menatapnya. Ck ck ck."Pak ini ada kiriman berkas dari asisten GM hotel""Taruh saja di meja. Oh ya, hari ini saya masih ada
Bulan yang datang di waktu yang salah memang memalukan.~Naira bergerak gelisah di tempat duduknya. Di tengah meeting dengan pak Rino tadi, ia merasakan ada sesuatu yang keluar dari bagian bawahnya. Aduh, tidak lucu kan jika bulanannya datang di waktu yang tidak tepat seperti ini.Setelah kepergian pak Rino, ia ingin sekali ke toilet dan mengecek tamu itu. Tapi, bagaimana kalau sampai tembus? Mana sekarang ia pakai celana putih. Hiks."Kenapa?""En-engga apa-apa kok Pak" ucap Naira sambil nyengir. Ya kali ia bilang pada Bos kalo tamu bulannya sedang datang. Bisa malu tujuh turunan."Ngga usah bicara formal. Jam kerja sudah berakhir"Yeee, bilangnya ngga usah bicara formal, tapi dia sendiri sedang bicara formal. Tak tau lah. Naira sudah capek menghadapi Bian."Ayo pulang""Eh eh, bentar Pak, jangan pulang dulu" mati-mati. Bagaimana ini Tuhan? Mana baju yang dipakainya tidak sampai menutupi pantat. Hiks."Kenapa la
Pria penasaran dengan pembalut, bukan tindak kriminal kan?~Naira pun langsung masuk ke minimarket dan menuju deretan rak yang berisi pembalut. Sebenarnya ia ingin membeli banyak karena stok di kostnya juga sudah menipis. Tapi ia sedikit malu pada Bian."35 cm? Sepanjang itu punya kamu? Seriously? Wow, amazing"Heh? Naira langsung menggeplak bahu Bian kencang. Bagaimana tidak, pria itu mengatakan hal memalukan tersebut dengan suara kencang.Bahkan beberapa karyawan minimarket sampai menahan tawa. Duh, mau di taruh dimana mukanya yang tidak seberapa cantik ini? Hiks."Aaaawww. Heh, saya ini Bos kamu. Berani-beraninya...""Uda deh pak diem aja. Itu mulut, mau saya sumpel pake pembalut?"Pria itu hanya meringis kemudian berjalan ke kasir. Duh, ingin sekali Naira mencakar punggung Bian dengan trisula.Tidak ingin peduli dengan keberadaan pria menyebalkan itu, Naira pun mengambil beberapa bungkus benda kramat dan
Pengangguran di tanya kapan kerja, setelah bekerja dimintain mantu. Susah ya jadi manusia.~Malam ini sudah Bian catat sebagai salah satu malam terindah dalam hidupnya. Sejak tadi, senyumnya tidak bisa luntur dari sang wajah. Bahkan sesekali ia tertawa keras bak orang gila yang kesetanan.Sudah gila, kesetanan pula.Tenang saja, apartemen yang dihuni Bian ini memang kedap suara. Jadi tidak akan ada yang mendengar kegilaannya.Bian merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Pikirannya melambung membayangkan ekspresi Naira yang kesal karena ia yang terus menggodanya.Entah apa yang terjadi pada dirinya sekarang, Bian benar-benar tidak tau. Padahal ia bukan tipe cowok yang suka menggoda perempuan meskipun itu pacar, keluarga, atau teman. Bahkan dulu saat ia pacaran dengan Naira, sekalipun Bian tidak pernah menggoda gadis itu. Aneh kan?Bian adalah sosok pria cool yang lebih suka diam. Tapi itu tidak berlaku untuk keluarga dan sesuatu yang mem
Padahal tidak pernah ada pelajaran kode kemauan manusia, jadi kenapa mereka suka sekali dengan kode? Dan bagaimana cara memahami kode itu?~"MAS ADAM JANGAN NUTUPIN JALANKUUU""EH, EH MBAK JIYA, MINGGIR MBAK MINGGIR""GANENDRA, MINGGIR LO KAMPRET"TitYeah, setelah melewati banyaknya rintangan bak ninja warior, akhirnya Naira bisa menempelkan jari jempolnya di finger print yang terletak di dalam ruang fotokopi. Kalau bukan karena hpnya yang lowbatt ia tidak akan telat ke kantor.Biasanya Naira memesan ojek saat berangkat kerja, tapi karena hpnya yang lupa di charge semalam, ia jadi kelimpungan dan heboh menyetop taksi dan berakhir tidak dapat. Untung saja ada Hilmi yang kebetulan lewat depan kosnya.Jangan senang dulu. Meskipun sudah absen, tapi ia sudah telat karena jam yang sudah menunjukkan pukul 8.30. Gila, baru kali ini ia terlambat sampai 30 menit."Gila lo Nai, sekalian aja berangkat pas isoma. Ck ck ck" ucap Gan
Waktu paling ditunggu-tunggu saat bekerja adalah isoma, iya kan? Selain bisa istirahat, tentunya bisa bercanda gurau.~Jika ini komik, pasti pintu tertutup berwarna putih itu sudah berlubang karena terlalu lama ditatap oleh Naira. Ia sungguh kesal pada bosnya yang sejak tadi meneriakkan namanya.Ada mungkin 7 kali Naira bolak-balik selama 2 jam lalu. Ia sih tidak masalah jika ada sesuatu yang penting. Tapi yang membuatnya dongkol berkepanjangan, bosnya itu memanggil dirinya hanya untuk hal-hal sepele yang dia sendiri bisa melakukannya.Contohnya seperti mengambil pulpen yang jatuh tepat dikakinya, menutup gorden jendela, bahkan menurunkan suhu AC. Dan barusan, Naira disuruh untuk menyingkirkan anak rambut yang menutupi matanya.Gila kan?Jika dia bukan bos, pasti Naira sudah menendang tulang keringnya. Jika dia bukan bos, pasti kepala pria itu sudah ia tempeleng dengan tumpukan berkas. Dan jika dia bukan bos, ingin rasanya Naira menenggelam
Susah jadi cecunguk. Mau jadi istri bos aja, boleh ngga?~Naira sampai melongo saat suara itu tiba-tiba terdengar dan diikuti sosok pria yang berjalan di samping mejanya. Ia lihat jelas bahwa pria yang notabene bosnya itu tengah melirik dirinya tajam."Iya pak, saya ingat kok. Setelah ini saya langsung ke lokasi" ucap Hilmi dengan senyum yang dipaksakan. Jika bukan bos, pasti sudah ia jitak kepalanya. Bikin emosi saja."Abangnya kayak malaikat eh adeknya titisan setan. Liat tuh Nai mukanya tadi, kayak lagi nahan kentut"Naira hanya tertawa mendengar gerutuan sepupunya itu. Ya mungkin baru kali ini Hilmi bertemu langsung dengan bos yang memang sudah dicap setan oleh para karyawan."Lo ngga inget sama dia?""Siapa? Si bos?" Tanya Hilmi sambil menyuapkan nasi ke dalam mulutnya."Iya, dia mantan gue"Uhuk uhukPrangPaduan suara yang terjadi di mejanya membuat Naira meringis pelan. Bahkan sekarang kedua manusi
Salah satu penyakit yang membuat penderitanya marah, kecewa, dan nekat adalah CEMBURU.~Bian menatap tajam sosok yang tengah bercanda gurau. Ia melihat dibalik kaca besar ruangannya yang tepat berada di depan meja kerja Naira.Iya, siapa lagi kalau bukan gadis itu. Hanya dia perempuan yang bisa membuatnya tidak fokus bekerja. Lihat saja sekarang, berkas-berkas yang harus dicek ia biarkan menggunung.Mengintip kegiatan Naira adalah yang terpenting sekarang. Apalagi gadis itu sedang tertawa lebar bersama Ganendra, wakil sekretaris yang sepertinya kekurangan pekerjaan.Setelah dengan Hilmi, gadis itu ternyata juga dekat dengan Ganendra. Banyak sekali gebetannya.Apa ia tambah saja ya tugas pria itu agar tidak menganggu gadis miliknya. Iya kan? Ia disini bos, dan apapun bisa ia lakukan asal itu tidak melewati batas. Lagian jika pekerjaan Ganendra bertambah, gajinya juga otomatis akan bertambah.Melihat Ganendra yang sudah kembali ke habitatnya, membuat