Share

Bab 4. Not Yet Time

Sesuatu yang dipaksakan tidak akan berakhir baik. Jadi, aku akan menunggu sampai kamu siap.

~

"Aaarrrggghh"

Bian menggaruk kepalanya kasar. Sejak pagi, ia tidak bisa fokus dengan pekerjaannya. Percakapannya dengan Naira tadi masih terngiang jelas di otaknya. Dan satu yang membuat hatinya nyeri...

Gadis itu menangis.

Jujur, ini pertama kalinya. Iya benar, 3 tahun lalu menjalin hubungan dengan gadis itu, tapi Bian tidak pernah sekalipun melihat Naira sedih, apalagi sampai menangis. Apa ia sudah keterlaluan?

Tok tok tok

"Masuk" perintah Bian sambil mengecek data di tangannya dan yang ada di komputer.

Tanpa melihat pun, Bian tau siapa gerangan yang masuk ruangannya. Siapa lagi kalau bukan Naira. Asisten sok sibuk yang mencoba untuk bersikap profesional. Lihat saja, gadis itu bahkan tidak berani menatapnya. Ck ck ck.

"Pak ini ada kiriman berkas dari asisten GM hotel"

"Taruh saja di meja. Oh ya, hari ini saya masih ada jadwal?"

"Ada pak. Satu jam lagi ada janji temu dengan pak Rino di Restoran WWW"

Bian mengecek jam dipergelangan tangannya. Ia tidak sadar jika jam sudah menunjukkan pukul 3 sore. Gara-gara mengecek data keuangan hotel Nusa, ia jadi lupa waktu.

"Ya uda sana siap-siap"

"Hah?"

Bian menghembuskan nafas keras kemudian melemparkan kunci mobil ke arah Naira dan langsung ditangkapnya. Ia harus berganti pakaian dulu karena terlalu berkeringat.

"Sa-saya ikut Pak?"

"Iya lah, kamu kan asisten saya. Jadi kemanapun saya pergi kamu harus ikut. Ini masih jam kerja kalo kamu lupa"

"Terus ini maksudnya?" Tanya Naira sambil mengangkat kunci mobil.

Bian mengernyitkan dahi bingung mendengar pertanyaan Naira. Memangnya apa yang salah dengan kunci mobil? Ah ia ingat sekarang. Naira kan memang agak lemot sejak dulu. Duuh.

"Cari mobil saya di basement dan tunggu di depan kantor. Saya mau ganti baju dulu"

"Ooh, baik Pak"

Setelah membereskan meja kerja yang sedikit berantakan, Bian pun langsung berganti pakaian dan turun ke lantai bawah. Ia sudah membawa semua barang-barangnya karena memang ingin pulang setelah janji temu itu.

Melihat mobil orange yang sudah terparkir tepat di samping pintu perusahaan membuat Bian tersenyum. Ia jadi penasaran, bagaimana ekspresi Naira saat tau mobil itu. Senang kah?

Tapi sorot bahagia itu tidak nampak di wajahnya. Bahkan dia tetap saja tidak mau beradu mata dengannya. Sepertinya Bian harus berbicara empat mata.

"Ayo"

"Ini Pak" ucap Naira sambil menyodorkan kunci mobil ke arahnya.

Bian mengangkat satu alisnya bingung. Dia berniat menyuruh bos menyetir? Seriously?

"Kayaknya kamu terlalu di manja sama pak Demi. Sadar, kamu disini asisten CEO. Dan kamu tau kan tugasnya? Atau perlu saya buat daftar pekerjaan kamu agar mudah diingat?"

"Ti-tidak usah Pak"

"Ya uda ayo. Kamu mau ganti rugi kalo kerjasama dengan PT. Rinotech batal?"

Melihat Naira yang langsung berlari dan masuk ke kursi kemudi membuat Bian geleng-geleng kepala. Sepertinya ia memang harus membuat daftar pekerjaan untuk gadis itu.

"Semua berkasnya sudah dibawa?" Tanya Bian begitu Naira menjalankan mobilnya.

"Sudah pak. Kemarin pak Demi juga berpesan untuk membawa berkas yang berisi model mesin untuk pembuatan merchendies"

Bian hanya mengangguk sambil fokus menatap hpnya. Kepalanya terasa nyeri saat mendapat puluhan email penting yang belum sempat ia baca. Mungkin nanti malam ia akan menyelesaikan semua ini.

Hening. Selama perjalanan, Naira sama sekali tidak mengeluarkan suara apapun. Tapi tidak dengan mulutnya yang sejak tadi komat kamit tidak jelas. Bian yakin pasti gadis itu sedang mengumpatinya.

"Saya sudah boleh membahas hal pribadi sekarang?"

Uhuk uhuk

Nah kan. Baiklah, mungkin belum saatnya membicarakan masa lalu dengan Naira. Mungkin weekend nanti ia akan menjelaskan semuanya pada gadis yang masih memegang kunci hatinya itu.

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status