Hari ini adalah hari pernikahan Beno dan Lara yang hanya dihadiri oleh keluarga dekat saja. Pesta pernikahan yang cukup sederhana bernuasa putih lengkap dengan hiasan bunga lily kesukaan Lara yang sengaja disiapkan kakeknya.
"Mba Lala gapapa nikah muda gini?" Tanya salah satu pembantunya yang sudah sejak Lara kecil bekerja disini.
"Gapapa bi. Lala nitip kakek ya, karena kan Lala harus tinggal sama suami Lala. Tolong jagain kakek ya bi" ucap Lara sambil memeluk pembantunya yang sudah dianggap seperti ibunya itu. Bibi hanya bisa mengangguk sambil menangis melepas Lara untuk menikah muda.
"Saya terima nikahnya Larasathi Karinna Putri Binti Renold Araswandi dengan mas kawin 800 gram emas dan seperangkat alat solat dibayar tunai" ucap Beno lantang
Setelah pesta pernikahan selesai. Lara dan Beno pun pindah ke rumah yang sudah disiapkan oleh kakek ketika Lara sudah menikah.
"Mas Beno mau dikamar yang mana?" Tanya Lara
"Saya terserah kamu saja Ra" jawab Beno
"Hem... kalau gitu, mas di kamar utama saya di kamar tamu" ucap Lara dan dibalas anggukan Beno
"Kalau gitu saya masuk kamar dulu mas"
Lara pun memasuki kamarnya untuk membereskan pakaiannya. Begitu pula dengan Beno.
●●●
Sudah satu minggu berlalu. Namun Beno dan Lara tidak sempat sedetik pun untuk mengobrol atau bertemu karena setiap pagi hari ketika Beno bangun, Lara pasti sudah berangkat kuliah. Dan ketika Beno pulang kerja, Lara sudah tertidur dikamarnya meninggalkan masakan untuk makan malam Beno yang sudah disiapkan Lara begitu pula dengan sarapan untuk Beno yang selalu disiapkan Lara sebelum ia berangkat kuliah.
Tok tok tok
"Ara" panggil Beno sambil mengetuk pintu kamar Lara. Dibukanya pintu kamar dengan menampilkan Lara dengan rambut berantakan, menggunakan kacamata serta masih memegang pensil ditangannya.
"Ya, kenapa mas?" Tanya Lara tenang
"Are you okay, Ra?" Tanya Beno karena kaget melihat penampilan Lara yang cukup berantakan
"Gapapa kok mas, ada apa?" Tanya Lara lagi sambil merapihkan tampilannya
"Ada yang perlu saya omongin. Kamu lagi senggang?" Tanya Beno
"Kebetulan, saya baru beres nugas" ucap Lara lalu berjalan menuju dapur
"Mas mau minum apa? Aku mau buat kopi" ucap Lara
"Kopi juga" jawab Beno
"Jadi begini Ra" ucap Beno ketika Lara duduk sambil menyodorkan secangkir kopi hangat kepada Beno.
"Sudah seminggu kita jadi pasangan suami istri. Tapi kita ga sempat ketemu apalagi mengobrol"
"Kita sama sama sibuk ya mas"
"Ya. Tapi Ra, kalau begini terus kapan kita jatuh cintanya?" Tanya Beno
"Mas punya rencana buat jatuh cinta...sama saya?" Tanya Lara
"Tentu saja, Ra. Kamu kan istri saya, mana mungkin saya ga jatuh cinta sama kamu"
"Tapi.. saya belum.."
"Ya itu perasaan kamu. Jadi urusan kamu. Perasaan saya ini ingin jatuh cinta dengan kamu. Tapi seperti yang saya bilang sebelumnya, kalau kita terus begini gimana dan kapan saya jatuh cintanya?"
"Kalo mas tanya solusinya. Saya ga punya jawabannya"
"Begini saja. Saya antar kamu ke kampus setiap hari, dan kamu harus menunggu saya pulang dahulu baru bisa tidur. Bagaimana? Setidaknya kita saling bertemu, walaupun tidak mengobrol"
"Saya menurut saja baiknya bagaimana" ucap Lara
"Kalau tidak ada yang perlu di bicarakan lagi, saya kembali ke kamar ya mas" pamit Lara
"Ra, besok kan sabtu" ucap Beno membuat Lara menghentikan langkahnya dan Lara balas mengangguk
"Bagaimana kalau kita berkencan?" Tanya Beno
●●●
"Kamu kalau kencan gini, biasanya kemana dan ngapain?" Tanya Beno sambil menyetir mobil
"Saya ga pernah pacaran mas, jadi saya gatau" jawab Lara
"Al itu... cuma sahabat? Dia tahu kamu sudah menikah?"
"Iya sahabat mas dari smp. Kalau saya bilang ke Al, dia pasti bakal marah banget"
"Kenapa?" Tanya Beno bingung
"Karena dia tidak ada di momen yang harusnya spesial buat kita. Dia ingin mendampingi saya, menggantikan ayah"
"Kalau pun dia tahu sekarang. Tidak apa Ra, dia pasti mengerti"
"Saya belum siap, mas"
Lalu hening menghinggapi keduanya sampai pada akhirnya mereka sampai di tempat tujuan untuk berkencan.
"Kita makan saja dulu bagaimana? Sudah masuk jam makan siang" tanya Beno sesampainya mereka disebuah mall
"Boleh mas"
"Kita makan disitu saja ya" ucap mas Beno sambil menarik tangan Lara seraya menggandengnya
Mereka pun duduk berhadapan sambil menunggu makanan yang sudah dipesan Beno.
"Mas ada yang mau saya omongin" ucap Lara
"Kenapa Ra? Ngomong aja gausah bilang dulu, saya kan suami kamu"
"Suami sementara mas, jadi saya rasa ga perlu membiasakan diri seperti itu" jawab Lara dingin
"Kita berada di ikatan suci dan serius mau bagaimana pun. Mau kamu anggap saya suami atau tidak, kita berada di ikatan suci, Ra. Kamu paham kan itu apa"
"Saya ga suka kalo mas tiba tiba pegabg tangan saya kaya tadi" ketus Lara
"Loh kamu ga inget? Kan di perjanjian tertulis kalau saya boleh pegang dan boleh cium juga. Terus kenapa kamu ga suka?"
"Iya bener mas bener. Tapi ini terlalu cepat. Gimana kalau ada teman saya yang lihat tadi?"
"Oh.. jadi kamu malu sama saya? Malu punya suami om om? Malu nikah sama saya?"
"Loh kok jadi gitu? Ya ga ada hubungannya sama saya malu atau ga nikah sama mas, masalahnya itu saya yang ga mau orang lain tahu saya sudah nikah. Kok mas malah marah marah yang harusnya marah tuh saya, bukan mas. Gimana sih"
"Ya saya pantas marah. Wong perjanjian nya sama boleh pegang kamu, boleh cium kamu, terus kenapa kamu harus marah. Saya ga ngerti, kenapa kamu marah"
"Duh mas tuh ga ngerti ih"
"Apa yang saya ga ngerti, Ra. Apa?"
"Kalau mas pegang saya, terus temen saya lihat. Mereka jadi tahu kalo saya sudah nikah, saya gamau, saya pengen tutupin pernikahan ini. Masa gitu aja harus dijelasin sih" ketus Lara
Makanan yang dipesan pun datang.
"Iya saya ngerti. Sekarang makan dulu aja Ra. Kamu lapar kan?" Tanya Beno
"Mas aja yang makan, kan mas yang ngajak makan. Toh tempat ini juga mas yang pilih, bukan saya"
"Terus ini makanannya gimana? Mubazir loh dan saya ga mungkin habisin ini sendiri"
"Ya itu urusan mas"
Beno pun membuang napasnya kasar.
"Saya minta kamu makan, Ra. Diluar sana ada banyak yang kelaparan dan kamu malah..."
"Iya oke! Bawel banget heran" ucap Lara
●●●
Setelah keluar dari restoran pun, mereka memutuskan untuk menonton bioskop. Mereka berjalan saling berjauhan, seakan akan seperti orang asing.
"Ehmm... horor aja ya mas" ucap Lara
"Romance aja deh Ra" ucap Beno
"Saya pengennya horor, mas tuh ga pernah kasih saya buat milih"
"Iya oke oke, saya nurut kamu saja"
"Conjuringnya 2 ya mba" ucap Lara
"Mas beli popcorn ya" ucap Lara
"Tadi baru makan Ra, kamu mau makan lagi?" Jawab Beno
"Tuh kan, segala ga boleh. Terus bolehnya apa sih mas?"
"Popcorn caramel yang reguler satu ya mba" ucap Beno
"Yang large aja mba, sama cola nya dua ya" lanjut Lara
Setelah membeli tiket dan camilan, mereka pun memasuki theater dan menduduki kursi sesuai tiket.
"Kamu emang suka nonton horor?" Tanya Beno
"Emang mas ga suka?" Tanya Lara balik dan dijawab gelengan kepala Beno
"Awas aja teriak teriak ga jelas" ancam Lara
"Siapa juga yang bakal teriak teriak, kamu kali Ra" ucap Beno dan tidak dihiraukan Lara
Film pun dimulai, menampilkan sepasang paranormal yang menangani kerasukan.
"AAAHHHRGGGGGHH" teriak Beno
"Mas ih! Berisik" sinis Lara
"Kaget Ra" ucap Beno
"SETANNNN ARRRGHHH" teriak Beno lagi sambil melemparkan popcorn sampai tersisa seperempat box
"Mas! Sumpah ya. Berisik banget sih, malu maluin tau ga?!" Ucap Lara sambil menutup mulut Beno
"Twuakut Ra" ucap Beno dengan mulut yang masih di tutup
"Kalo takut ya gausah dilihat, sini" ucap Lara ketus sambil menarik muka Beno kearah bahunya. Sehingga Beno bisa merasakan aroma parfum dari bahu Lara
Selang beberapa lama dan tidak ada teriakan Beno lagi, film pun selesai.
"Nanti lagi kalo nonton horor mending lewat netflix aja deh, gausah ke bioskop" ucap Lara
"Kan saya bilang tadi romance saja" ucap Beno membela diri
"Oh jadi salah saya ini?" Tanya Lara sambil melangkah meninggalkan Beno
"Kita mau kemana lagi Ra?" Tanya Beno
"Pulang aja deh, saya udah ga mood" ucap Lara
"Photobox dulu Ra" ajak Beno
"Ah males mas"
"Habis ini pulang, mas janji" ucal Beno
"Yaudah iya"
Beno pun dengan semangat melangkahkan kakinya ke tempat photobox yang berada tepat 5 meter didepannya.
"Senyum dong Ra" titah Beno
"Mas ekspresinya ganti dong, ganti gaya gitu. Udah om om sih jadi kaku" ucap Lara
"Iya suami kamu udah om om nih"
"Ih! Kalau ada yang denger gimana. Emang ya dasar om om"
●●●
"Ara!" Teriak Beno sambil berlari ke arah Lara dengan wajah yang panik
"Apa sih mas teriak teriak" ucap Lara keluar dari kamarnya
"I-itu di kamar mas a-da" jawab Beno terpotong
"Ada apa?" Tanya Lara
"Ke-kecoa" jawab Beno sambil menundukkan kepalanya
Lalu Lara pergi menuju kamar Beno disusul Beno yang takut takut mengikutinya.
"Mana?" Tanya Lara sambil melihat sekeliling kamar Beno yang lebih rapih dibandingkan kamarnya.
"T-tadi ada di deket kasur" jawab Beno
"Udah ga ada mas" jawab Lara tenang sambil memegang pipi Beno
"Nanti dia ada lagi" jawab Beno
"Yaudah, mas maunya gimana?" Tanya Lara
"Saya tidur di kamar kamu saja" ucap Beno
"Dih modus banget nih mas nya" ucap Lara sambil mendorong pelan pipi Beno
"Bukan modus, tapi saya beneran ga bisa tidur kalau disini" ucap Beno sambil menunjuk kasurnya
"Ga! Saya gamau. Nanti saya diapa apain mas"
"Saya tidak akan ngapa ngapain kamu sampai nanti kamu lulus. Saya pegang perjanjian kita, kamu bisa percaya omongan saya"
"Tapi saya ga percaya sama mas" ucap Lara ketus
"Ara, janji saya ga bakal nyentuh kamu"
"Kenapa harus di kamar saya? Kan bisa tidur di sofa, sehari doang gapapa kan"
"Yaudah saya di sofa saja" ucap Beno lalu Lara memasuki kamarnya untuk tidur.
Tepat tengah malam, Lara yang belum bisa tidur pun keluar kamar dikarenakan dirinya merasa haus. Untuk ke arah dapur, pastinya akan melewati ruang tamu dan pasti ada Beno yang tertidur di sofa. Saat menuju ke dapur Lara tidak memperhatikan Beno. Namun, saat kembali dari dapur Lara akhirnya melihat Beno yang tertidur tidak nyaman karena sofanya yang terlalu kecil untuk tubuh dewasa Beno dan juga banyak ruam merah di kulit tangan Beno sehingga mau tidak mau lelaki itu menggaruknya karna gatal.
"Mas...mas bangun" ucap Lara sambil menggoyang goyangkan tubuh Beno yang tidak ditutupi selimut
"Hem..?" Jawab Beno
"Pindah ya, banyak nyamuk" ucap Lara, lalu Beno pun bangun dari tidurnya setengah mengantuk ditarik Lara lalu berjalan menuju kamar Lara. Lara dengan telaten menempatkan Beno di sebelah kanan kasur, lalu memberikan minyak kayu putih pada ruam merah tadi dan kemudian menyelimuti Beno. Setelah itu dirinya pun mematikan lampu kamarnya dan tertidur di sebelah kiri kasur.
“Lo udah berapa hari ga pulang?” tanya seseorang kepada wanita yang sedang fokus dengan laptop di depannya“Tiap hari juga pulang” jawab wanita itu tanpa menoleh“Ke rumah yang ada masben nya?” tanya lelaki itu dan tidak ada jawaban“Sebulan ada kali Ra. Lo gabisa lari terus dari masalah”“Gue ga lari”“Lo ngehindar Ra, udah coba denger penjelasan masben? Engga kan?”“Apa yang perlu gue denger? Semua udah jelas. Lo kalo mau bahas ini mending pergi aja, gue mau fokus ngerjain skripsi” ketus Lara“Gue ga habis pikir ada orang sekeras kepala kaya lo, kasih masben kesempatan. Ga inget berapa kali lo kasih kesempatan itu ke Rey, setelah dia berkali kali nyakitin lo, tapi sekarang? Lo ga kasih satu pun buat masben, padahal ini kesalahan pertama dia. Gue harap lo cepet sadar deh Ra” ucap Al sambil mengacak puncak kepala Lara lalu pergi meninggalkannyaTing-nungNak.. bisa bertemu bapak hari ini? Sebentar sajaPesan dari bapak-Ayahnya
Mereka pun sampai di rumah setelah datang ke pernikahan Tina“ah! Pegel banget pake heels” ucap Lara langsung merebahkan diri di sofa ruang tamu“padahal pake sneakers aja kaya biasa Ra..” ucap Beno menimpali“ga matching sama dress nya dong mas.. mending pake safety shoes ah dibanding heels” gumam LaraLalu Beno datang dengan membawa sebuah mangkuk dan sebuah baskom“nih” ucap Beno sambil menyodorkan mangkuk, “ih.. eskrimku udah jadi” ucap Lara senang lalu melahap eskrim itu dengan semangat“eh mas ngapain?” tanya Lara saat Beno menarik kakinya untuk dimasukkan kedalam baskom yang berisi air hangat itu“katanya pegel..” ucap Beno sambil memijat pelan kaki Lara“sweet banget sih suaminya aku” ucap Lara sambil mengusap pipi Beno pelan kemudian menyuapi Beno dengan eskrim juga“mas..” panggil Lara saat Beno mengeringkan kaki Lara yang
Dua tahun pun berlalu. Kini Lara tengah menyusun tugas akhir untuk mendapat gelar sebagai sarjana terapan teknik dan Beno masih tetap dengan pekerjaannya.Drrrt“Ya.. halo..” jawab Lara dengan berbisik“Saya sudah di depan” suara Beno terdengar jelas“Oke aku kesana, tunggu” masih dengan suara berbisiknyaLara pun membereskan barang-barangnya kemudian ia masukkan kedalam totebag yang lumayan memuat banyak barang itu.CupCium Lara di pipi Beno setelah ia masuk kedalam mobil sebagai ucapan salamnya.“Kenapa tadi jawabnya bisik-bisik?” tanya Beno sambil membersihkan krim yang berada di sudut bibir Lara yang langsung melahap macaron yang dibeli Beno itu.“lagi di perpus” jawab Lara singkat dengan mulut yang penuh itu“sendirian?” Lara mengangguk, “yang lain masih pada magang sama pada di lab juga”“Kamu wisuda kapan?”“sekitar 4 bulan lagi? Kalo tepat waktu”“Pasti... ehm kita masak di rumah aja atau mau delivery?”
Matahari pun mulai muncul, walau sinarnya belum sampai kedalam kamar Beno dan Lara sehingga keduanya masih tertidur lelap saling memeluk karena hawa dingin dini hari yang memasuki dari celah jendela yang terbuka. Sementara itu, Al dan Rey sedang berada di dapur, mereka memilih untuk sarapan terlebih dahulu kemudian mandi. Karena mereka tidak tahan untuk mandi dengan air dingin pada dini hari, padahal disediakan water heater namun mereka terlalu malas untuk menggunakannya. Bukan, hanya Al yang malas dan Rey hanya mengikutinya. “Mereka belum keluar kamar?” tanya Al sambil melihat kearah sekitar untuk mencari keberadaan Beno dan Lara “Belum” jawab Rey singkat “Perlu gue bangunin ga sih? Takutnya mereka kebamblasan gitu” ucap Al “Gausah Al entar ganggu lagi, mungkin mereka masih mau di kamar” ucap Rey sambil mengoleskan selai nanas di roti gandumnya itu “Maksud lo?” tanya Al lalu mengambil roti yang sudah diberi selai itu
Mereka berjalan kembali menuju rumah penginapan yang ditempati. Sambil berpegangan tangan erat seakan enggan melepas. Langit sudah mulai gelap, Rey dan Al pasti sedang menyiapkan makan malam, mengingat mereka mengabari bahwa sedang mencari bahan makanan untuk barbeque yang telah mereka rencanakan. “La! Darimana aja?” panggil Rey dengan tangan yang membawa tampan berisi sayuran yang akan dibuat menjadi salad, kemudian ia menghampiri Lara yang datang dengan Beno, sontak Lara melepas genggaman tangan Beno kasar karena Rey berjalan mendekatinya lalu mengusap pipinya pelan sambil menatap lembut ke arahnya. “Aku ketok kamar kamu tapi ga ada jawaban, khawatir tau aku kira kamu sakit” ucap Rey sambil merapihkan anak rambut yang menghalanginya melihat wajah Lara “Ah-gapapa kok Rey, tadi aku abis jalan-jalan sama mas Beno. Abisnya di kamar terus bosen” ucap Lara sambil sedikit memundurkan tubuhnya dan menatap Beno yang sedang membantu Al menyalakan bara api untuk memba
Mungkin hadirnya Beno merupakan jawaban dari pertanyaan yang Lara tujukan kepada Rey. Kehadiran yang tiba-tiba, mendadak namun penuh kepastian. Meskipun berawal dari perjodohan, kita tidak tahu apa yang membuat Beno yakin untuk menjalani kehidupan pernikahan dengan Lara yang tidak ia kenal sebelumnya. Hadirnya Lara membuat Beno menyadari bahwa kehilangan akan membuat kita merasa berarti, walaupun itu terasa sakit namun rasa itu baik untuk dirasakan. Meskipun ada beberapa hal yang tak lagi sama, tetap harus berjalan dengan semestinya dengan atau tanpa mereka-yang meninggalkan. Kehilangan menghadirkan kekuatan untuk terus bertahan hidup bersama dengan yang tersisa, lebih menghargai yang ada dan menerima untuk hidup bersamanya. “pelan-pelan makannya” ucap Beno sambil mengelap mulut Lara yang berantakan karena cipratan kuah ramen pedas itu Kenyamanan dirasa ketika kita sudah tidak malu lagi untuk makan di depannya, malu jika berantakan, malu jika belepotan, malu jika ada