"Ra, bangun" ucap Beno sambil mengusap pelan kepala Lara yang berada di dadanya. Lara memeluk Beno seakan akan seperti guling. Lara pun menggeliat dan membuat Beno terdiam tak bergerak sedikit pun.
"I-ini kamu yang peluk loh ya, bukan saya" ucap Beno
"Huh?" Gumam Lara masih mengantuk
"Ra, kamu ga akan sarapan?" Tanya Beno lagi, sambil mengusap kepala Lara lagi yang masih berada di dadanya.
"Mau, mas yang bikin?" Tanya Lara dengan mata terpejam dan tidak berubah posisi sedikit pun
"Gimana saya mau bikin, kalau kamu masih peluk saya"
"Peluk?" Ucap Lara lalu seketika bangun dari tidurnya, menyadari bahwa ia bukan memeluk guling bergambar wajah idol korea kesukaannya
"Saya buat sarapan dulu ya Ra" ucap Beno sambil tersenyum dan meninggalkan kamar Lara
"I-iya mas" jawab Lara gugup
Lara pun mengutuk dirinya karena tanpa sadar memeluk Beno saat tertidur. Tak mau terus memikirkan itu, Lara pun membersihkan diri ke kamar mandi dan bersiap untuk sarapan.
Setelah itu, Lara menghampiri Beno yaang berada di dapur.
"Mas, mau saya bantu?" Tanya Lara
"Sudah beres kok Ra, ayo makan dulu" ajak Beno sambil membawa dua piring nasi goreng ke meja makan.
"Hari ini kamu ada rencana apa?" Tanya Beno
"Hari ini? Kayanya di rumah aja mas, kenapa mas?" Tanya Lara
"Saya juga di rumah saja" jawab Beno
"Nasi goreng mas enak" ucap Lara sambil tersenyum
"Buatan kamu juga enak Ra, tapi sayang.." ucap Beno sambil mengambil sebutir nasi di sudut bibir Lara
"Ke-kenapa mas?" Tanya Lara
"Saya selalu makan dalam keadaan dingin"
"Iya deh nanti saya masakin sarapan mas nya bangunnya agak pagian dong kaya hari ini" ucap Lara
"Atau saya tidur bareng kamu saja ya, biar bangun pagi terus" goda Beno
"Boleh, asal mas ga ngapa ngapain saya" tantang Lara
"Lho bukannya kamu ya yang peluk peluk?"
"I-itu kan ga sadar"
"Ya berarti saya juga bisa ngapa ngapain kamu secara ga sadar"
"Mending beda kamar sih kalau gitu" ketus Lara lalu menyimpan piring kosong ke wastafel dan pergi ke ruang tv lalu berbaring di sofa sambil menonton drama korea yang belum tamat ia tonton.
"Habis makan jangan langsung baring, nanti pembengkakan jantung" ucap Beno
"Geser dong saya juga mau duduk" lanjut Beno dan mau tidak mau Lara berubah posisi menjadi duduk
Lara mengusap ngusap perutnya dengan wajah yang resah. Lalu ia pergi meninggalkan ruang tv dengan Beno yang melihat kepergiannya. Rupanya Lara pergi ke kamar mandi, tak lama ia pun keluar dan baru beberapa langkah lagi ia kembali ke kamar mandi. Beno yang memperhatikan Lara bulak balik kembali ke kamar mandi pun memutuskan untuk menuju ke kamar mandi.
Tok tok
"Ra, kamu gapapa?" Tanya Beno berdiri di depan pintu kamar mandi
"Mas boleh minta tolong ga?" Teriak Lara dari dalam kamar mandi
"Kamu kenapa Ra?" Tanya Beno khawatir
"Ambilin i-itu ehm pembalut di kamar" ucap Lara sedikit ragu
"Iya boleh, dimananya?" Tanya Beno
"Di lemari mungkin, kalau ga ada di meja" jawab Lara
"Tunggu, saya ambilkan" ucap Beno lalu memasuki kamar Lara dan mencari benda yang di butuhkan Lara. Setelah mencari di lemari juga di meja sesuai dengan yang Lara ucap, Beno tidak menemukan itu.
"Ara, ga ada. Saya sudah cari di kamar kamu" ucap Beno di depan pintu kamar mandi lagi
"Kayanya abis mas. Tolong beliin ya mas, aku ga bisa keluar. Perut aku masih sakit soalnya" ucap Lara
"Karna nasi goreng saya?" Tanya Beno merasa bersalah
"Bukan mas bukan, karena haid. Tolong beliin ya mas--" teriak Lara lagi
"Iya sebentar" jawab Beno lalu ia pergi ke minimarket yang hanya berjarak beberapa rumah dari kediamannya.
"Bodoh, saya harus beli jenis apa? 23 cm? Slim? With swing? Pantyliner? Night? Beli semua saja lah" ucap Beno sambil memasukkan beberapa jenis pembalut
Minuman untuk haid
Ketik Beno di mesin pencarian di handphonenya.
"Kiranta?" Ucap Beno sambil mengelilingi minimarket itu untuk mencari jamu dalam botol
●●●
Tok tok
"Ra, ini" ucap Beno, lalu pintu kamar mandi terbuka dan muncul sebuah tangan dari dalamnya.
"Maka-- mas gila kok banyak banget" ucap Lara kaget
"Saya bingung harus beli yang bagaimana" ucap Beno menunggu di depan kamar mandi dan tak lama Lara keluar dengan masih memegang perutnya.
"Masih sakit? Kamu kelihatan lemas" ucap Beno dengan khawatir
"Gapapa mas, udah biasa kok--" lalu Lara melangkah dan hampir terjatuh jika saja Beno tidak segera menangkapnya
"Saya antar ke kamar ya" ucap Beno sambil menggendong Lara dengan punggungnya
"Katanya kalo minum ini sakitnya bakal reda. Ehm setidaknya mengurangi" ucap Beno sambil menyodorkan sebotol jamu
"Ini satu lagi, kamu nanti tempel di area perut yang sakit tapi jangan langsung tempel di kulit" ucap Beno lagi sambil menyodorkan sebuah benda seperti plester namun berukuran sebesar tangan dewasa.
"Makasih mas" ucap Lara
"Kalau butuh sesuatu, teriak saja. Saya ada di ruang tv" ucap Beno dan Lara balas mengangguk
"Mas Beno emang perhatian gitu? Atau dia udah mulai cinta? Duh" gumam Lara
●●●
Setelah berjam jam nya Lara tidak keluar kamar dan langit sudah berwarna gelap. Beno mencoba untuk memasuki kamar Lara, khawatir sesuatu terjadi kepada Lara.
Tok tok
"Masuk aja mas" teriak Lara
"Kamu ga akan makan?" Tanya Beno sambil melangkah memasuki kamar Lara dan menghampiri Lara yang sedang mengerjakan tugas gambar teknik.
"Nanti mas, mas aja duluan" jawab Lara
"Kamu dari pagi belum makan lagi, simpan dulu tugasnya" titah Beno
"Dikit lagi beres mas"
"Yasudah, diminum saja dulu ini selagi hangat agar perut kamu enakan" ucap Beno sambil menyimpan gelas berisi wedang jahe yang masih hangat dan tangan Lara pun mengambilnya tanpa melihat ke arahnya.
Byur
Wedang jahe itu tumpah dan terkena tugas Lara.
"Yah! Tuh kan tumpah. Mas sih kenapa kasih minum terus disimpen disitu lagi" marah Lara
"Itu tangan kamu nyenggol gelasnya. Kok malah nyalahin saya salah simpen" ketus Beno
"Yaiyalah, kalau mas ga simpen disitu. Saya ga akan nyenggol gelasnya. Tugasnya dikumpul besok lagi" cerewet Lara
"Ya salah kamu kenapa mengerjakan tugas mepet deadline?"
"Kok salahin saya? Hak saya dong mau kerjain kapan. Mau kerjain mepet deadline atau ga dikerjain sama sekali. Ga ada rugi nya buat mas juga. Gini deh mas, mas gausah cape cape perhatian sama saya. Sampe sampe mikirin saya makan atau engga, bikinin minum buat ngeradain sakit saya. Gausah deh mas, karena saya ga butuh perhatian mas. Lagi pula saya ga perhatian ke mas juga kan? Ga bikin saya jatuh cinta sama mas, susah mas. Jadi mas gausah keluarin tenaga lagi buat bikin saya cinta sama mas" marah Lara dan Beno hanya terdiam melihat ke arahnya. Sampai akhirnya Beno keluar kamar tanpa menunjukkan reaksi sedikitpun.
Apa yang dikatakan Lara, tidak sepenuhnya benar. Tapi Lara juga bersalah, karena dia sedang emosi ketika mengatakannya. Juga Beno yang hanya terdiam saja, tidak mengelak untuk menyatakan bahwa ia tulus memberikan perhatian kepada Lara bukan semata mata ingin membuat Lara jatuh cinta kepadanya.
Tepat tengah malam Lara keluar dari kamarnya dikarenakan lapar dan juga tugasnya sudah selesai dikerjakan ulang olehnya. Setelah Lara membuka pintu kamarnya, terlihat Beno yang duduk di kursi ruang tv sambil menyilangkan tangannya dengan terkantuk kantuk. Lara menuju dapur dan mengambil makanan yang sudah di buat Beno tadi meskipun sudah dingin, setidaknya cukup untuk mengisi perut kosongnya. Lara membawa piring tersebut ke ruang tv dan memakannya disamping Beno sambil menonton acara pertandingan sepak bola.
Merasa ada yang bergerak disampingnya, Beno pun terbangun dan melihat kearah Lara yang sedang makan.
"Mas ga tidur?" Tanya Lara dan Beno hanya terdiam menatap iklan di tv
"Sudah makannya?" Tanya Beno tanpa menengok ke arah Lara "Sudah, kenapa mas?" Tanya Lara balik namun Beno malah mengacuhkannya dan pergi menuju kamarnya. "Dih, gajelas banget" ketus Lara Keesokkan paginya, rumah terasa sangat sepi ketika Lara keluar dari kamarnya dan bersiap untuk berangkat ke kampus. "Mas?" Panggil Lara di depan pintu kamar Beno dan tidak mendapat jawaban dari suaminya itu Lalu dilihatnya ke garasi dan keberadaan mobil Beno yang sudah tidak ada. "Sialan, ditinggalin nih maksudnya? Yang nyuruh berangkat bareng tuh kan dia ya, emang ga jelas banget tuh om om" kesal Lara sambil menekan ponselnya untuk memesan ojek online. ●●● "Kenapa lo? Kusut banget tuh muka" tanya Al ketika Lara baru menempati kursi di sampingnya. "Kesel aja dari malem sama tuh orang" jawab Lara "Hah siapa? Oh gue tahu, si Reyhan itu kan?" "Bukanlah, gue mana bisa kesel sama dia"
"Assalammualaikum" ucap Lara sambil membuka pintu rumah. Dilihatnya di ruang tv terdapat Beno yang sedang menonton pertandingan sepak bola."Mas, assalammualaikum" ucap Lara lagi sambil berjalan ke arah Beno"Kalau salam tuh dijawab mas" ucap Lara lagi ketus"Waalaikumussalam" akhirnya Beno menjawabLara balik tak hiraukan Beno dan langsung masuk ke dalam kamarnya. Beno yang mengetahui itu, tidak bergeming sedikit pun dan seperti menganggap tidak ada yang terjadi. Tak lama Lara kembali keluar kamar sambil membawa baju tidur dan handuknya untuk mandi. Beno pun melirik ke arah pintu kamar mandi yang baru ditutup itu. Merasa ada keanehan yaitu kebiasaan Lara mandi malam dengan air dingin. Namun, Beno hanya menggidikan bahunya acuh. Mau sakit atau tidak bukan urusannya bukan? Setidaknya itu yang Lara katakan kemarin.ceklekKeluarlah Lara dengan pakaian tidurnya dan juga rambutnya yang masih basah. Beno semakin merasa aneh,
Pikiran Beno seharian ini tertuju kepada Lara. Sepertinya Lara sedang banyak pikiran dan perbuatan membisu Beno kemarin seperti menabur garam di atas luka. Pantas saja kemarin Lara berteriak keras di dalam kamarnya. Beno berencana untuk meminta maaf karena telah menambah beban pikiran Lara kemarin dan bersikap kekanak-kanakan dengan tidak berbicara dengannya. Silent treatment solve no problem, it only makes worst. Mendiamkan adalah cara yang menyakitkan. “Ara suka bunga tidak ya?” gumam Beno di tengah perjalanan pulang. Mau suka atau tidak Lara dengan bunga, Beno sudah membelikannnya sebucket bunga tulip kuning juga sekotak cokelat. Tokk-tokk-tokk Beno mengetuk pintu rumah yang biasanya ketika ia pulang, langsung masuk saja tanpa harus menunggu Lara membukakan pintu. Ceklek “surprise!” ucap Beno sambil memegang Bunga tulip itu di depan dadanya. Hatchi!!!!!
“Aku antar ke kelas ya” ucap Rey setelah menggandeng tangan Lara, Lara pun terdiam karena bingung harus bereaksi apa. “Are you okay?” tanya Rey, “hem.. gapapa kok, nanti sore bisa antar aku pulang?” tanya Lara mengalihkan perhatian Rey, “bisa dong, sekalian aku ajak kamu ke café baru, kamu pasti suka sama tempatnya” ucap Rey antusias dan Lara hanya bereaksi tersenyum Perkuliahann Lara berjalan seperti biasanya, hanya saja saat diakhir perkuliahan, wali dosennya memanggil untuk ke ruangannya. Tokk – tokk – tokk “Silahkan masuk” ucap wali dosen Lara dari dalam ruangan “bapa panggil saya?” tanya Lara sopan, “ya Lara, minggu lalu kamu mengirim aplikasi untuk pertukaran pelajar ke Singapura kan?” tanya wali dosen yang akrab dipanggil Pak Indra “iya pak betul” jawab Lara gugup dan berharap bahwa akan mendapat kabar baik, “begini, saya baru dapat kabar tadi pagi bahwa sayangnya aplikasi kamu ditolak, karena syarat yang tida
Beno dan Lara di tengah perjalanan mengantarkan Lara ke kampus. Lara berpakaian rapih dengan kemeja khas himpunan mesin yang tertulis nama Lara di atas dada bagian kiri juga nama universitas dan jurusan di bagian belakang sedangkan Beno berpakaian seperti biasa dengan kemaja juga dasinya itu. “Tumben Ra, rapih banget” ucap Beno, “hari ini ada mau rapat himpunan jadi harus rapih mas” jawab Lara dan Beno pun ber-Oh ria. “Kayanya saya pulang larut atau ga pulang sama sekali mas” “Kenapa?” Tanya Beno kaget mendengar Lara berencana untuk tidak pulang “Saya mau ngerjain tugas besar soalnya deadline udah deket, kalau pun beres, malem banget saya ga berani pulang sendirian” jelas Lara, “nanti saya jemput, kamu kirim saja lokasinya” tawar Beno, “masalahnya saya tuh takut pas keluar lab nya, soalnya kampus saya tuh angger banget kalau malem” jelas Lara, “ya pokonya kamu mau pulang jam berapa pun saya jemput, tidak boleh menginap” tegas Beno sambil menepikan mob
Sudah 3 hari berturut-turut Lara mengerjakan tugas besarnya, akhirnya pada hari jum’at waktunya Lara untuk mengumpulkan proposalnya. Saat Lara akan mengambil produk dari tugas besarnya itu di lab pengelasan, seorang lelaki berkacamata yang mungkin seumuran dengan Beno datang menghampiri Lara dengan membawa sebuah jilid kertas. “Saya asdos dari Pa Aris, ini proposal tugas besar kamu dan beliau menyuruh agar tidak perlu membawa bendanya ke ruangannya” jelas pria itu “Kenapa pak memangnya?” Tanya Lara sambil mengambil proposalnya itu “Untuk lebih jelasnya baca saja tulisan tangan beliau yang ada disitu” ucap pria itu lalu pergi meninggalkan Lara sendirian di lab Pengelasan. Lara langsung membaca tulisan pulpen merah yang cukup banyak tertulis pada proposalnya itu. Dapat simpulkan bahwa, tugas besar Lara tidak diterima dan jika masih ingin mendapat nilai, diberi satu hari untuk menuntaskannya, yang mana itu sangat tidak mungkin untuk dilakukan karena sebe
Perjalanan yang ditempuh cukup jauh sehingga Lara tertidur di dalam mobil. Mereka menyusuri jalanan yang di sisi kanan dan kirinya terdapat perkebunan teh dan juga kabut yang lumayan tebal karena hujan yang baru saja berhenti. Matahari mulai bergerak untuk tenggelam dan udara semakin terasa dingin. Beno memarkirkan mobilnya lalu keluar dan meninggalkan Lara yang masih tertidur. Terasa getaran saat Beno menutup pintu mobil membuat Lara terbangun dan terdiam sebentar untuk mengumpulkan kesadarannya kemudian keluar mobil karena melihat Beno tengah berdiri tak jauh di depan mobil. “mas, kita dimana?” tanya Lara sambil mendatangi Beno, “saya gatau tepatnya dimana, saya ga pernah mau cari tahu, yang pasti tempat ini dari dulu jadi tempat saya melarikan diri Ra” jelas Beno “dari apa?” tanya Lara “apapun” jawab Beno “terus kenapa ajak saya kesini?” tanya Lara, “karena.. kamu satu-satunya orang yang ingin saya bawa pergi—melarikan diri maksudnya, saya paham be
PlakkkBeno ditampar keras oleh kakek di depan ruang ICU yang di dalamnya terdapat Lara yang sedang ditangani oleh dokter.“Ga becus! Salah saya nikahkan kamu dengan cucu saya!” Ucap kakek lalu terduduk di salah satu kursi di depan ruangan itu dan Beno hanya mampu tertunduk karena memang ia merasa tidak benar menjaga LaraTak jauh di sana terdapat Al yang menyembunyikan diri di balik tembok tak sengaja mendengar ucapan kakek tadi.Cukup lama Lara berada di dalam ICU, membuat Beno, kakek dan Al semakin khawatir dengan keadaannya. Dokter pun keluar dari ruangan itu dengan pakaian yang dominan hijau itu.“Bagaimana dok?” tanya kakek sambil berdiri begitu pula Beno dan Al menunjukkan dirinya“Tidak ada luka yang serius, hanya saja patah tulang hidung, sayatan pada dahi dan beberapa memar pada kaki” ucap dokter dan mereka bertiga pun serentak membuang napas lega“kalau begitu, saya pindahkan ke ruang perawatan&r